"Males nonton Serie A, permainan tidak mengalir seperti Liga Inggris" demikian kira-kira pernyataan Haters Liga Italia terhadap salahsatu liga domestik utama di Eropa itu. Seiring dengan hegemoni Juventus, koleksi cibiran kepada Liga Italia bertambah lagi dengan pernyataan "Ga seru nonton Liga Italia, juaranya udah ketebak, pasti Juventus".
Nah, apakah anda termasuk yang berpikiran seperti itu? Jika iya maka boleh jadi diakhir musim 2019/2020 nanti anda akan mencabut pernyataan tersebut. Apa pasalnya? Ya, karena musim 2019/2020 merupakan musim terbaik untuk melengserkan Si Nyonya Tua dari tahta Scudetto yang dikuasainya sejak 2012 alias sudah 7 tahun lamanya.
Apakah pemikiran ini terlalu berlebihan? Rasanya tidak. Juventus memang kerap berhasil mematahkan prediksi setiap awal musim yang menyebutkan (atau mengharapkan?) mereka akan gagal mempertahankan titel Scudetto, akan tetapi untuk musim ini saya menilai Juventus memang sangat potensial untuk dilengserkan.
Ada beberapa faktor yang menjadi alasan mengapa musim 2019/2020 menjadi kesempatan terbaik untuk menurunkan Si Nyonya Tua dari tahta klub terbaik di Italia. Kondisi internal Juventus saat ini adalah faktor yang paling dominan atas rentannya sang raksasa digempur musuhnya musim ini.
Faktor internal yang dimaksud berasal dari sosok di kursi pelatih. Saya menilai keberadaan Maurizio Sarri di posisi juru taktik berpotensi menjadi titik lemah Si Nyonya Tua. Mengapa bisa demikian? Mari kita perhatikan bagaimana awal mula Juventus membangun hegemoninya di Italia.
Usai kembali dari Serie B, Juventus tidak langsung menjadi tim jawara. Adalah sosok Antonio Conte yang berjasa membangkitkan Juve di Liga Italia. Bersama mantan Kapten Juventus ini, Si Nyonya Tua merengkuh titel Scudetto 2012 dari tangan AC Milan lewat sebuah performa memukau yaitu juara tanpa sekalipun tersentuh kekalahan.
Meski ada andil di kualitas pemain-pemain yang dimiliki Juve era Conte, namun sukar mengesampingkan bahwa Conte yang mampu memadukan skuad hebat tersebut menjadi kesatuan tim yang luar biasa. Buktinya, Conte mampu menjaga konsistensi Juve di Liga Italia dengan mencatat hattrick Scudetto 2012, 2013 dan 2014 sebelum kemudian memilih hengkang ke Chelsea.
Lepas dari Conte, Juve mendatangkan Massimiliano Allegri, mantan juru strategi AC Milan. Penunjukkan yang sempat diprotes keras oleh fans Juventus ini kemudian terbukti menjadi salahsatu keputusan terbaik Manajemen Juventus dalam sejarah klub tersebut.
Allegri mampu meneruskan kinerja bagus Conte bahkan melebihi pencapaian pendahulunya. Allegri membawa Juve meraih gelar Scudetto lima musim beruntun sejak 2015 termasuk memenangkan double winner Scudetto dan Coppa Italia serta dua kali menembus partai final Liga Champions, sesuatu yang tidak pernah dicapai Conte bersama Juve.
Keputusan Allegri menyudahi masa bakti bersama Juventus akhir musim kemarin lantas membuka jalan bagi Maurizio Sarri untuk mengisi posisi pelatih Juventus, dan disinilah letak permasalahannya. Mungkin terlalu dini mengatakan ini tetapi Sarri bukan profil pelatih yang tepat untuk Juventus.
Conte adalah salahsatu legenda Juventus dan dirinya memahami betul bagaimana klub itu harus ditangani. Pengetahuan ini, termasuk suksesnya di Serie B bersama Bari dan Siena menjadi modal untuk membawa Juventus meraih hattrick Scudetto pada masa kepelatihannya. Ini profil yang tidak dimiliki Sarri.