Mohon tunggu...
Rizka Heristanti
Rizka Heristanti Mohon Tunggu... -

Sampoerna Academy

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Cerita Ulang Jaka Tarub dan Telaga Bidadari

30 November 2014   23:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:25 5485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Jaka Tarub

Jawa Tengah

Dahulu kala, di sebuah desa kecil hiduplah seorang janda yang bernama Mbok Rondo. Sejak suaminya meninggal, ia mengangkat anak laki-laki yang diberi nama Jaka Tarub. Jaka tumbuh menjadi anak baik dan berbakti. Mbok Rondo pun menyayangi Jaka Tarub seperti menyayangi anak kandungnya sendiri.

Suatu hari, Mbok Rondo jatuh sakit. Jaka pun menjadi khawatir. Ia pun mencarikan obat untuk Mbok Rondo. Namun, semua itusia-sia usia Mbok Rondo berakhir disaat itu. Sejak Mbok Rondo meninggal, Jakamenjadi sering melamun dan melupakan semua pekerjaannya.

Suatu malam, Jaka Tarub bermimpi bahwa dia makan daging rusa. Daging itu begitu lezat. Kemudian, ia terbangun dan ingin memakan daging rusa. Keesokan harinya, Jaka pergi ke hutan. Dia mencari hewan buruannya hingga kebagian hutan yang jarang dimasuki manusia. Namun, hingga siang menjelang ia masih belum menemukannya. Kemudian, ia beristirahat di bawah pohon rindang di pinggir danau di tengah hutan. Ketika sedang menikmati hembusan angin yang sejuk, tiba-tiba ia mendengar sayup-sayup gadis yang sedang bercanda. Lalu, ia mencari asal suara itu. Ia pun terkejut ketika mengetahui ada tujuh orang gadis cantik yang sedang mandi di danau itu. Gadis-gadis itu berparas cantik jelita dan gadis itu bukanlah gadis biasa dari bumi. Mereka itu adalah seorang bidadari. Jaka Tarub pun terpesona melihat kecantikan para gadis itu. Kemudian diambilah salah satu selendang milik gadis tersebut dan disembunyikan.

Ketika hari mulai sore, salah satu gadis itu mengajak saudari-saudarinya untuk kembali ke Kahyangan.  Semua gadis itu pun segera mengenakan selendang mereka. Namun, salah satu dari bidadari itu tidak dapat menemukan selendanganya. Saudari-saudarinya pun ikut mencari selendangnya. Namun, apa daya langit semakin senja. Akhirnya, bidadari itu pun ditinggal oleh saudari-saudarinya. Bidadari itu bernama Nawang wulan.

Nawang Wulan menangis sendirian ditepi danau sambil meratapi nasibnya. Disaat itulah Jaka Tarub muncul untuk memberikan bantuan. Nawang Wulan pun diajak tinggal dirumahnya. Setelah beberapa bulan, Jaka Tarub melamar Nawang Wulan dan mereka pun menikah. Mereka pun hidup bahagia. Tidak lama kemudian, Nawang Wulan melahirkan seorang anak perempuan yang mereka beri nama Nawangsih.

Pada suatu hari, Nawang Wulan berpesan kepada Jaka Tarub untuk menjaga api. Tetapi,  ia tidak diperbolehkan untuk membuka periuk nasi itu. Namun, Jaka Tarub penasaran sehingga dibukalah periuk nasi itu. Ditemukanlah setangkai padi didalam periuk itu. Ketika Nawang Wulan kembali untuk melihat nasi, ia pun terkejut melihat isi periuknya masih berupa padi. Ia pun menyadari bahwa suaminya telah membuka periuk nasi tersebut. Sejak saat itu, ia harus menumbuk padi seperti kebanyakan wanita pada umumnya. Lumbung padi pun, semakin hari semakin menipis. Suatu hari ketika ia ingin mengambil padi yang tersisa, ia menemukan selendangnya dibalik tumpukan padi. Dengan segera ia mengenakan selendang tersebut dan pergi menemui suaminya.

Kemudian, ia meminta Jaka Tarub untuk membuat dangau. Dangu itu akan dipergunakan Nawang Wulan untuk menyusui anaknya, namun Jaka tidak diperbolehkan mendekat. Setelah itu, setiap malam tiba Jaka hanya bisa memandang anaknya bermain dengan ibunya di dangau. Ketika Nawangsih tidur, Nawang Wulan pun kembali lagi ke Kahyangan.

~Selesai~

Telaga Bidadari

Kalimantan Selatan

Dahulu kala, hidup seorang pemuda yang tampan dan gagah. Ia bernama Awang Sukma. Suatu hari, ia mengembara sampai ke tengah hutan. Ia terkejut melihat keanekaragaman kehidupan di hutan. Akhirnya ia membangun sebuah rumah di hutan tersebut. Kehidupan di hutan yang ia jalani berjalan dengan damai.

Kemudian, Awang pun diangkat menjadi penguasa daerah tersebut dengan gelar Datu. Setiap sebulan sekali ia mengelilingi daerahnya itu. Ketika ia berjalan-jalan menyusuri daerahnya tersebut , ia menemukan sebuah telaga yang indah. Telaga itu dikelilingi pepohonan yang rindang.

Keesokan paginya, ia kembali lagi ke telaga itu sambil meniup seruling. Tiba-tiba, ia mendengar suara riuk air dan sayup-sayup wanita. Dari sela-sela batu, ia melihat ada tujuh orang gadis yang berparas sangat cantik. Ia pun terpesona dengan kecantikan para bidadari tersebut. Kemudian diambillah salah satu selendang yang berada di dekatnya.

Mendengar ada suara berisik dibalik pohon, para bidadaari itu pun segera beranjak keluar dari danau dan mengenakan selendang mereka. Ketika mereka terbang, ternyata ada seorang putri yang tertinggal. Putri itu kehilangan selendangnya. Dia adalah Putri Bungsu. Di saat Putri Bungsu bersedih hati, muncullah Datu Awang Sukma untuk memberikan bantuan. Putri Bungsu diajak Datu Awang Sukma untuk tinggal di rumahnya.

Tidak lama kemudian, Putri Bungsu merasa bahagia berada di dekat pemuda yang gagah dan tampan itu. Demikian pula Awang Sukma. Akhirnya mereka pun menikah. Setahun kemudian, Putri Bungsu melahirkan seorang putri cantikyang mereka beri nama Kumalasari. Kehidupan mereka pun bertambah bahagia.

Suatu hari, ada seekor ayam hitam naik ke atas lumbung. Ayam itu mengais-ais padi di atas permukaan lumbung tersebut. Lalu, Putri Bungsu mengusir ayam itu. Tiba-tiba, matanya tertuju pada sebuah bumbung bambu. Dibukalah bumbung itu dan ia menemukan selendangnya berada di dalam bumbung itu. Ia pun merasa senang namun, ia juga merasa kecewa kepada suaminya.

Datu Awang Sukma yang melihat kejadian itu pun terpana. Kemudian, ia mendekat ke Putri Bungsu dan meminta maaf kepadanya. Namun, semua itu sia-sia. Putri Bungsu telah membulatkan tekadnya untuk kembali ke Kahyangan. Lalu, Putri Bungsu segera mengenakan selendangnya dan terbang ke Kahyangan. Sebelum pergi, Putri Bungsu berpesan kepada Datu Awang Sukma bahwa ketika anak mereka rindu kepadanya, Datu Awang Sukma dapat memanggilnya dengan cara menaruh tujuh buah biji kemiri ke dalam bakul yang digocangkan kemudian diiringi alunan seruling.

~Selesai~

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman budaya yang patut dilestarikan. Salah satunya adalah cerita rakyat. Setiap daerah di Indonesia memiliki cerita rakyat yang berbeda-beda. Semua itu tergantung terhadap kebudayaan dan kebiasaan yang lahir dan tumbuh di daerah tersebut. Seperti halnya cerita Jaka Tarub dan cerita Telaga Bidadari. Cerita ini berasal dari daerah yang berbeda, namun ada beberapa hal yang sama dari cerita tersebut. Sebenarnya, bukan hanya cerita Jaka Tarub dan Telaga Bidadari namun masih ada beberapa cerita yang sama dengan cerita tersebut seperti cerita Aryo Menak dan  Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote.

Persamaan dan perbedaan cerita ini dapat kita lihat dari struktur intrinsik cerita tersebut. Persamaan yang sangat jelas yang dapat kita temukan setelah membaca ceritaulang tersebut adalah cerita Jaka Tarub dan Telaga Bidadari menceritakan sebuah cerita tentang bidadari. Kemudian persepsi yang akan dijelaskan di bawah merupakan sebuah pendapat dari penulis saja. Sehingga akan menimbulkan perbedaan pendapat antara pembaca. Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai perbedaan dan persamaan cerita ulang tersebut dapat kita lihat melalui analisis berikut ini.

1.Tema

Tema cerita dari kedua cerita tersebut adalah kehidupan seorang bidadari dengan manusia di bumi.

2.Alur

a)Persamaan Alur

Persamaan alur dimulai ketika pengenalan cerita yaitu ketika seorang pemuda sedang berjalan-jalan ataupun sedang berburu yang kemudian ia beristirahat di pinggir danau. Kemudian, dilanjutkan dengan adanya bidadari yang sedang mandi di danau. Selanjutnya, adanya motif pencurian selendang yang berakhir dengan ditinggalkannya bidadari tersebut oleh saudari-saudarinya. Lalu, masuklah di bagian konflik yaitu adanya perkawinan antara pemuda tersebut dan bidadari yang tertinggal itu yang akhirnya melahirkan seorang anak perempuan. Kemudian dilanjutkan dengan adanya sebuah pantangan yang dilanggar dan diakhiri dengan penemuan selendang. Penyelesaian cerita adalah kembalinya bidadari tersebut ke Kahyangan.

Persamaan-persamaan ini dapat ditimbulkan karena adanya persamaan persepsi masyarakat setempat. Kemudian, karena cerita rakyat merupakan cerita ulang yang disebarkan dari mulut ke mulut menyebabkan adanya persamaan dengan satu daerah dengan daerah lain dan juga cerita ulang pun sangat mudah tersebar.

b)Perbedaan Alur

Pertama, perbedaan dapat dilihat dari bagian klimaks. Klimaks cerita Jaka Tarub ketika isi lumbung mulai menipis karena Jaka Tarub melanggar pantangan untuk membuka panci tempat menanak nasi. Kemudian menyebabkan Nawang Wulan menemukan  selendangnya di bawah tumpukan padi. Selanjutnya, klimaks cerita Telaga Bidadari ketika ada seekor ayam hitam yang mengais padi dan berakhir ketika ia membuka bumbung bambu yang berisi selendangnya.

Perbedaan ini ditimbulkan karena adanya perbedaan tempat tinggal si tokoh pemuda. Cerita Telaga Warna melibatkan ayam hitam karena di hutan banyak tersebar ayam hitam, sedangkan cerita Jaka Tarub berhubungan dengan periuk nasi karena kebiasaan orang Jawa menggunakan periuk nasi saat menanak nasi.

Kedua, perbedaaan dapat dilihat dari penyelesaian cerita. Pada cerita Jaka Tarub, Nawang Wulang yang terbang ke kahyangan sekali-kali turun ke bumi untuk menyusui anaknya. Sedangkan cerita Telaga Bidadari, Putri Bungsu tidak akan kembali lagi ke bumi kecuali ketika anaknya rindu.

3.Tokoh

Tokoh dalam cerita ini ada tiga yaitu tokoh pemuda, bidadari dan seorang anaknya. Adanya persamaan penggambaran watak tokoh pemuda yaitu gagah dan tampan. Kemudian adanya persamaan bahwa tokoh pemuda adalah pencuri selendang. Sang bidadari adalah anak bungsu  yang merupakan anak yang paling cantik diantara saudari-saudarinya. Lalu, anak yang mereka lahirkan adalah seorang putri yang cantik jelita.

Hal tersebut dapat terjadi karena adanya persepsi masyrakat bahwa anak yang paling bungsu merupakan anak yang masih muda sehingga dia akan memiliki paras yang lebih cantik dari pada saudarinya yang lain.

Sedangkan perbedaannya yaitu perbedaan golongan antara tokoh pada cerita Jaka Tarub dan Telaga Bidadari. Pada cerita Jaka Tarub, tokoh pemuda yang digambarkan bertempat tinggal di pinggir hutan dan ia memiliki rumah yang sederhana. Sedangkan pada cerita Telaga Bidadari, tokoh pemuda digambarkan menjadi tokoh dari golongan atas karena ia memiliki gelar Datu yang merupakan gelar untuk penguasa saat itu.

Adanya perbedaan golongan disebabkan karena adanya struktur masyarakat yang berbeda. Pada zaman dahulu, penduduk di Jawa kebanyakan merupakan penduduk biasa sedangkan kalangan kerajaan akan memiliki versi cerita yang berbeda dengan cerita rakyat biasa. Berbeda halnya dengan Telaga Bidadari tokoh pemuda merupakan Datu karena adanya pandangan masyarakat yang berbeda disaat itu. Mereka berpandangan bahwa seorang penguasalah yang dapat mendapatkan seorang yang berparas cantik.

4.Latar

a) Perbedaan

Pada cerita Jaka Tarub, ia bertempat tinggal di pinggir hutan sebagai rakyat biasa namun, pada cerita Telaga Bidadari tokoh pemuda tinggal di tengah hutan sebagai penguasa daerah. Kemudian, waktu pertemuan bidadari dengan tokoh pemuda berbeda. Apabila Jaka Tarub waktu pertemuan ketika siang hari, sedangkan pada cerita Telaga Bidadari waktu pertemuannya adalah pagi hari. Kemudian perbedaan selanjutnya adalah tempat penemuan selendang.

Adanya perbedaan ini disebabkan karena adanya kebiasaan masyarakat yang berbeda dan juga adanya pemisahan tingkatan masyarakat yang berbeda. Seperti halnya mandi.

b) Persamaan

Latar suasama pada kedua cerita sama yaitu menyenangkan dan menyedihkan. Kemudian persamaan tempat bertemunya bidadari dengan tokoh pemuda yaitu di telaga atau danau. Kemudian tempat ditemukannya selendang pun juga sama yaitu di lumbung padi.

Persamaan ini terjadi karena pada zaman dahulu orang mandi biasanya di sungai, di danau ataupun sumber air terdekat.

5.Sudut Pandang

Sudut pandang yang digunakan pada kedua cerita tersebut adalah sudut pandang orang ketiga maha tahu.

6.Amanat

Pesan moral pada kedua cerita tersebut sama. Isinya adalah kita harus berbuat jujur dan kebohongan lama kelamaan akan terbongkar. Persamaan ini terjadi karena banyaknya masalah masyarakat tentang rendahnya berbuat jujur dan akibat dari berbuat bohong. Sehingga dengan adanya cerita ulang dapat memberikan gambaran kepada anak-anak unutk berbuat jujur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun