Mohon tunggu...
Rizal KurniawanHidayat
Rizal KurniawanHidayat Mohon Tunggu... Freelance

Saya memiliki hobi membaca, menulis, dan traveling. Saya juga aktif dalam berbagai aktifitas kerelawanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Inklusi Bukan Sekedar Kata

5 Agustus 2025   11:03 Diperbarui: 5 Agustus 2025   11:03 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam banyak forum, seminar, dan diskusi publik, istilah "ruang inklusif" kerap terdengar sebagai jargon yang manis di telinga. Kita sering mendengar bahwa organisasi atau komunitas tertentu telah berkomitmen membangun ruang yang ramah bagi semua, tanpa diskriminasi. Namun, pertanyaannya adalah: apakah inklusivitas itu benar-benar hidup dalam keseharian, atau sekadar tercantum di lembar kebijakan?
Pengalaman menjadi satu-satunya penyandang disabilitas dalam sebuah tim kerap menyadarkan saya bahwa inklusivitas tidak cukup jika hanya diucapkan. Ia perlu dihadirkan dalam tindakan nyata. Contohnya, ketika saya hadir dalam sebuah pertemuan tim misalnya. Tapi dari situ saya menyadari, yang lebih penting dari segala atribut adalah bagaimana semua orang dalam ruangan itu hadir untuk saling menyadari keberadaan satu sama lain. Apakah suara minoritas diberi ruang? Apakah kehadiran yang berbeda tetap dirangkul dan dihargai?
Banyak orang berpikir bahwa membuat ruang inklusif cukup dengan menambahkan aksesibilitas fisik, seperti ram untuk kursi roda atau teks alternatif untuk gambar. Padahal, ruang yang inklusif harus dibangun juga dalam level sikap dan relasi antarmanusia. Apakah kita memberi waktu bagi mereka yang berbicara lebih pelan? Apakah kita mengajak yang tampak diam untuk turut bicara, bukan karena kasihan, tapi karena kita sadar mereka juga punya perspektif?
Ruang inklusif sejatinya adalah tanggung jawab bersama. Bukan hanya tugas dari penyandang disabilitas untuk "berani tampil", tetapi juga tugas dari mayoritas untuk menciptakan iklim yang nyaman bagi semua orang untuk berkembang. Inklusivitas bukan soal mempersilakan seseorang masuk, tapi memastikan mereka tidak hanya "ikut", melainkan juga "dianggap ada".
Karena ruang yang benar-benar inklusif bukan hanya menyediakan tempat duduk bagi semua orang. Ia memastikan bahwa setiap orang, tanpa terkecuali, merasa pantas untuk bersuara dan dilibatkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun