Mohon tunggu...
Riza Hariati
Riza Hariati Mohon Tunggu... Konsultan - Information addict

SAYA GOLPUT!!!! Tulisan yang saya upload akan selalu saya edit ulang atau hapus tergantung mood. Jadi like dan comment at your own risk. You've been warned!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kenapa Saya Suka Melajang?

2 Juni 2018   16:15 Diperbarui: 3 Juni 2018   10:13 4107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (pixabay)

Sebagai orang yang memilih hidup melajang, seringkali saya bertanya pada diri sendiri, kenapa ya, kehidupan pernikahan tidak menarik perhatian saya? Padahal banyak pria yang cukup baik berusaha mendekati saya, tetapi pada setiap kencan saya hanya merasa bosan dan ingin buru-buru pulang. Bahkan untuk ngobrol di WA atau FB messenger pun saya tidak terlalu tertarik. 

Setelah beberapa 'Sedang ngapain?' dan 'Sudah makan belum/ makan apa?', saya lantas merasa bosan. Beberapa kali saya dijodohkan oleh para tante saya yang bawel dan khawatir, tapi semua calon tetap tidak menarik hati saya. Tetapi bukan berarti saya tidak pernah tertarik.

Saya pernah merasa cukup tertarik pada beberapa pria tetapi setelah beberapa lama saya ingin kembali kepada kesendirian saya. Dan juga karena saya bosan kepada orangnya, biasanya setelah 3-6 bulan. Dan ini menimbulkan kekacauan besar, karena mereka tidak siap untuk ditinggalkan. Akhirnya pertengkaran dan permusuhan (meskipun biasanya beberapa bulan kemudian mereka bertemu jodoh yang lebih tepat, lalu menikah, lalu stalking saya di Facebook ^_^)

Pernah, sekitar 7 tahun yang lalu, saya pikir saya benar-benar suka pada satu pria sekantor, karena saya merasa begit lemah dan kacau. Demam dan berdebar-debar. Bahkan saya dengan gembira curhat kepada teman saya, 'akhirnya saya jatuh cinta!!'

Tetapi ternyata saya terkena TBC, dan bukan jatuh cinta. Setelah minum obat yang 6 bulan dan sembuh, saya kembali tidak peduli pada dia dan  bosan. Bahkan setelah saya resign saya tidak ingat lagi wajahnya, apalagi yang menarik dari orang itu. hahahaha... Beneran loh!

Jadi kembali kepada pertanyaan saya tadi, kenapa ya, pernikahan tidak menarik hati saya? Akhirnya seorang teman saya mengatakan bahwa mungkin saya adalah seorang Single at Heart, dan memberikan rujukan ke blog Bella DePaulo, seorang psikolog yang banyak menulis buku mengenai Single at Hearts.

Dari sana saya tahu, Single at heart maksudnya adalah orang-orang yang dengan jujur mengatakan bahwa mereka lebih bahagia menjadi melajang  daripada menikah. Orang-orang yang tidak menginginkan pernikahan dengan segala keribetannya.

Bagi Single at Heart, mereka benar-benar melihat diri mereka sebagai individu yang mandiri. Mungkin sekali-sekali mereka berkencan, tetapi mereka lebih suka hidup sendiri, dan sama sekali tidak menginginkan hidup bersama orang lain, apalagi dalam jangka waktu lama (atau malah selama-lamanya).

Tapi perlu dicatat juga bahwa, tidak selamanya Single at Heart itu memilih hidup melajang. Banyak di antara mereka-terutama karena tekanan dari masyarakat- yang akhirnya menikah. Dan cukup banyak di antara mereka yang berbahagia dalam pernikahannya, walaupun di belakang pikirannya mereka tetap merindukan kebebasan.

Kriteria apa saja sih yang bisa membuat orang tergolong kepada Single at Heart?

Kriteria pertama adalah Percaya diri. Single at heart adalah orang-orang yang cukup percaya diri bahwa mereka bisa melakukan apapun yang mereka niatkan dalam hati. Atau istilahnya Can do attitude.

Orang-orang yang mempercayai Man Jadda wa Jadda, asal bersungguh-sungguh berusaha, pasti akan berhasil.

Saya pikir saya masuk dalam golongan itu, meskipun saya kadang suka malas, tapi saya percaya kalau saya sudah fokus pada sesuatu hal, pasti saya bisa berhasil melakukannya. Bahkan kadang saya keburu bosan duluan karena merasa pasti berhasil. Lho kok? Hehehe..

Kriteria berikutnya dari single at heart adalah mandiri, mampu menyelesaikan persoalan mereka sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Single at Heart akan meminta bantuan, kalau sudah benar-benar terpaksa dan tidak ada jalan lain.

Singkatnya, mereka tidak suka merepotkan dan membebani orang lain. Nah kalau ini tepat sekali, saya memutuskan hampir semua dalam hidup saya sendiri, dan saya tahu bahwa saya sepenuhnya bertanggung jawab atas keputusan saya.

Kemudian Single at heart tidak memerlukan persetujuan orang lain. Mereka lebih suka membuat keputusan besar dalam hidupnya tanpa meminta persetujuan dari orang lain, atau tanpa rasa khawatir bahwa keputusan mereka akan mempengaruhi hidup orang lain. Keputusan besar yang dimaksud misalnya berganti pekerjaan, pindah rumah, bahkan pindah ke luar negeri. Ini setiap hari saya lakukan. 

Orang-orang yang single at hearttidak suka ikatan. Saat putus dari pacar atau bahkan bercerai, bukannya merasa sedih, mereka justru akan merasa luar biasa lega. Terutama karena mereka merasa bebas kembali menjadi diri sendiri, bukan bagian dari satu pasangan. Dan saat melihat orang lain bermesraan, mereka bukannya merasa iri, tetapi justru heran dan biasanya tidak terlalu peduli. 

Saya pun begitu, tidak peduli pada kehidupan asmara orang lain, kecuali kalau pasangan tersebut betul-betul mengganggu secara langsung misalnya karena terlalu cabul atau berisik, baru deh saya gerah. Bahkan buku2 dan film2 romance saya tidak suka. Dan saya betul-betul tidak suka dikekang, dikontrol atau diatur-atur orang lain. Bahkan oleh mereka yang mengatakan, 'Ini semua demi kebaikan mu loh!' Tidak bisa.

Single at heart merasakan kesendirian sebagai sesuatu yang melegakan. Itu saya rasakan sekali, saat pulang dari kantor dan melihat rumah yang kosong saya merasa sangat lega dan terbebas dari keribetan bersosialisasi. Tidur di ranjang sendirian bagi saya sangat menyenangkan. Karena bagi saya sendiri tidak berarti kesepian. Menyetir sendirian di tol yang lancar membuat saya merasa senang sampai bernyanyi-nyanyi sendiri.

Dari kategori diatas ini, memang mungkin sekali, saya seorang Single at Heart. Dan sampai sekarangpun, diusia saya yang lebih dari 40 tahun, saya merasa sangat senang hidup melajang.

Sayangnya para single at heart, seperti saya ini tidak bebas untuk hidup melajang, karena semua mengharuskan mereka untuk menikah. Terutama karena adanya mitos dimana kebahagiaan seseorang tidak akan lengkap jika tidak menikah.

Mereka akan terus menerus ditanyai, 'kapan akan menikah?', dipojokkan, dicurigai, ditakut-takuti (nanti kalau sudah tua tidak ada yang akan mengurus loh!!), bahkan dalam kultur kita, dihina sebagai perawan tua yang tidak laku. Berbagai diskriminasi dimanapun sudah kenyang saya alami, karena status single saya.

Karenanya banyak Single at Heart yang akhirnya memaksakan diri menikah, kemudian merasa terperangkap dalam pernikahan yang tidak membahagiakan mereka. Karenanya dibutuhkan sangat banyak kekuatan dan keberanian bagi seorang Single at Heart untuk menjadi dirinya sendiri.

Saya tetap tidak tahu pasti apakah saya akan terus melajang atau tidak, karena jodoh, Tuhan yang menentukan, tetapi satu hal yang pasti, hidup saya cukup bahagia, penuh, dan produktif. Cukup untuk membuat saya bersyukur dengan apa yang saya miliki dan saya tidak mau menukarnya dengan pernikahan yang dipaksakan oleh masyarakat pada diri saya.

Setiap tahun saya berpikir, mungkin tahun depan saya akan menemukan orang yang cocok, dan saya menemukan banyak orang yang baik, tapi hati saya tidak pernah tertarik pada siapapun.

Pernikahan adalah ide yang menarik, tapi tidak cocok untuk saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun