Mohon tunggu...
Riza Khairi Syahputra
Riza Khairi Syahputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - A human who interested all about social, cultural, and humanities

こんにちは、人間だけしか。。。 よろしくお願いします!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jam Gadang, Landmark Kota Padang atau Bukittinggi?

9 Februari 2021   12:19 Diperbarui: 9 Februari 2021   13:18 3211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anda sudah pasti mengenal sebuah bangunan bernama "Jam Gadang" bukan? Bahkan dari sejak sekolah kita sudah diajarkan dan dikenalkan mengenai bangunan tersebut. Namun, tahukah anda dimana letak bangunan tersebut?

Jam Gadang secara administratif, terletak di wilayah Kotamadya Bukittinggi. Namun, secara umum, kebanyakan orang mengenal bahwa Jam Gadang adalah bangunan atau landmark dari kota Padang. Mengapa begitu? Sebelumnya, mari kita bahas terlebih dahulu sejarah singkat Jam Gadang.

Dilansir dari Bukittinggi 1968-1971 dan juga website Pemkot Bukittinggi, Jam Gadang dibangun pada 1926-1927 atas inisiatif Roelof Rookmaaker, sekretaris kota atau controleur Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

Arsitektur menara Jam Gadang sendiri diarsiteki oleh Yazid Rajo Mangkuto, sementara, peletakan batu pertama dilakukan oleh putra pertama Rookmaker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun.

Pembangunan Jam Gadang menghabiskan biaya sekitar 3.000 Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Sehingga sejak dibangun dan sejak diresmikannya, menara jam ini telah menjadi pusat perhatian setiap orang. 

Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang kemudian dijadikan sebagai penanda atau markah tanah dan juga titik nol Kota Bukittinggi. Bahkan sampai sekarang, Jam Gadang menjadi markah Kota Bukitinggi.

Jam yang memiliki denah dasar seluas 13 x 4 meter tersebut, pada bagian mesin jam didatangkan langsung dari Rotterdam ,Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin yang hanya dibuat 2 unit di dunia, yaitu untuk Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben di London, Inggris. Tak heran jika ada yang menyamakan Jam Gadang dengan Big Ben di London. Mengingat, mesin keduanya memiliki kesamaan.

Sejak pembangunannya,  menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Pada masa pendudukan Hindia Belanda, pada atapnya dibuat berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya.

Lalu, pada masa pendudukan Jepang, diubah menjadi bentuk pagoda atau sekilas seperti atap kuil Shinto di Jepang. Terakhir, pada masa awal kemerdekaan Indonesia atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang. 

Renovasi terakhir yang dilakukan pada Jam Gadang adalah pada tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan pemerintah kota Bukittinggi dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. Renovasi tersebut diresmikan tepat pada ulang tahun kota Bukittinggi yang ke-262 pada tanggal 22 Desember 2010.

Pada tahun 2018, kawasan Jam Gadang direvitalisasi oleh pemerintah. Pengerjaannya memakan biaya sekitar Rp18 miliar dan rampung pada bulan Februari 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun