Mohon tunggu...
RISSA NUR RACHMA PUTERI
RISSA NUR RACHMA PUTERI Mohon Tunggu... MAHASISWA ILMU EKONOMI UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

terampil dan disiplin

Selanjutnya

Tutup

Financial

Sikap Pemerintah Merespon Kenaikan Tarif Impor 32 Persen yang Ditetapkan Trump untuk Indonesia

13 April 2025   19:47 Diperbarui: 13 April 2025   19:47 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Presiden Amerika serikat, Donald Trump pada hari rabu 2 april 2025 mengumumkan kenaikan pada tarif impor dan bea masuk yang diberlakukan pada lebih dari 180 negara di dunia. Hal ini menjadikan pertanyaan diseluruh dunia mengapa Amerika Serikat memberikan tarif impor ke negara lain? Salah satunya Indonesia yang dikenakan tarif sebesar 32 persen. Saat mengumumkan kenaikan tarif impor di Rose Garden, Gedung Putih, Trump menjabarkan alasan mengapa kebijakan tarif ini diterapkan di ratusan negara. Trump meyakini bahwa dengan kebijakan tarif impor memberikan dampak dalam menciptakan lebih banyak lapangan pekejaan dan produksi dalam negeri yang akan memberikan kemajuan dan kemakmuran dalam Amerika Serikat. Hal ini juga bertujuan untuk melindungi industri di Amerika Serikat dan menyeimbangkan neraca perdagangan yang selama ini dinilai terlalu defisit. Langka ini adalah suatu bagian dari kebijakan "America first" yang kembali di munculkan oleh Trump setelah terpilih menjadi presiden kembali.

Lembaga riset independen yang fokus pada ekonomi dan keuangan, Institute For Development Of Economics and Finance (INDEF) telah memperhitungkan dampak ekonomi yang akan dirasakan oleh Indonesia dari kebijakan tarif yang telah diumumkan oleh presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Trump mengumumkan negara mana saja yang akan dikenakan tarif impor dan bea masuk sebesar 32 persen dan Indonesia masuk dalam salah satunya dengan mempertimbangkan defisit perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat sekitar US $19miliar dan hambatan tarif perdagangan yang diklaim oleh pemerintah Amerika Serikat yang diberikan Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 64 persen. namun hal kebijakan yang telah dikeluarkan ini memicu kekhawatiran terjadinya perang dagang baru di kawasan Asia-Pasifik yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap arus perdagangan global. Dengan memanfaatkan Global Trade Analysis Project (GTAP), tarif yang diberikan Trump pada Indonesia memberikan tekanan pada laju pertumbuhan ekonomi sebesar 0,05 persen. Tekanan terhadap PDB yang dirasakan Indonesia ini masih cenderung lebih kecil dibandingan dengan negara lain seperti Vietnam 0,84 persen, China 0,61 persen, Thailand 0,35 persen, dan Malaysia 0,11 persen.

PDB Indonesia berpotensi menyusut akibat adanya kebijakan perang dagang melalui kenaikan tarif tambahan, kesejahteraan di tanah air maupun di berbagai negara lain juga akan mengalami penurunan. Dengan memanfaatkan pengukuran indikator dari Equivalent Variation, dampak kenaikan tarif terhadap kesejahteraan Indonesia mencapai US$1,99miliar penurunan, dan masih lebih kecil dibandingan dengan negara lain seperti Vietnam US$13,20miliar. Jika dilihat dari sisi produksi disejumlah sektor industri, kebijakan dari kenaikan tarif ini meberikan dampak kepada industri tekstil dan wearing aparel, light manufacturing, chemical product, mineral product, besi baja, peralatan mesin atau listrik, dan produk elektronik ataupun otomotif. Jika dilihat dari kondisi ekspor yang dimana Indonesia mencapai minus 2,83 persen, yang dimana ini masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan Kanada minus 36,47 persen, China 3,21 persen, Inggris 4,12 persen.

Menanggapi kebijakan tersebut pemerintah Indonesia mengeluarkan sikap resmi dan langkah lanjutan dalam menghadapi kebijakan dari adanya tarif timbal balik dari Amerika Serikat. Dalam hal ini pemerintah telah menyiapkan respon dan kebijakan tarif trump setelah melakukan rapat secara virtual yang dipimpin oleh menetri koordinator bidang perekonomian bapak Airlangga Hartanto. Dapat dilihat bahwa Indonesia menjadi salah satu dari 180 lebih negara yang terkena kebijakan dari tarif trump, merespon tarif trump tersebut sejumlah negara menyiapkan beberapa langkah balasan atau retalisasi seperti negara cina. 

Lalu bagaimana dengan pemerintah Indonesia menyikapi kebijakan tarif Trump tersebut?

Alih- alih melakukan balasan seperti China, pemerintah Indonesia memilih jalur diplomasi dan negosiasi untuk mencari solusi yang saling menguntungkan. Presiden Indonesia, Prabowo telah menanggapi kebijakan tarif trump tersebut dengan menekankan pentingnya hubungan bilateral yang adil dan sama-sama saling menguntungkan antara Indonesia dan Amerika Serikat. Langkah ini telah didukung oleh anggota dari ASEAN  yang telah sepakat untuk tidak mengambil tindakan balasan terhadap Amerika Serikat, melainkan mengambil jalan diplomatik demi menjaga stabilitas ekonomi. dalam hal ini presiden Prabowo telah melakukan delegasi Indonesia siap lakukan negosiasi dengan menugaskan tiga pejabat tinggi negara yang diantaranya menteri koordinator bidang perekonomian,mentri luar negeri, dan menteri keuangan untuk mewakili misi diplomatik dalam menghadapi tarif Trump ini. Ketiga mentri ini akan melakukan proses negosiasi dengan otoritas perdagangan Amerika Serikat, termasuk pertemua dengan Secretary of Commerce dan U.S Trade Resresentative (USTR). Langkah ini layak untuk diaprsiasi karena menunjukkan komitmen dalam membuka komunikasi publik secara inklusif, namun adapun beberapa orang yang menilai pendekatan tersebut mencerminkan sikap impulsif dan kegagapan pemerintah dalam merespon krisis. Namun, hal ini layak mendapatkan apresiasi karena kejujuran dan terang menyatakan bahwa kebijakan tarif trump sudah menimbulkan ketidakpastian dan kecemasan pada global. Dengan hal ini setidaknya dia tidak menyembunyikan kenyataan, namun berupaya menyampaikan bahwa Indonesia memiliki modal dasar dalam menghadapi ketidakpastian tersebut. Ketika beberapa negara seperti Tiongkok, Uni eropa membalas kebijakan Amerika Serikat dengan tarif tanding dalam pusaran perang dagang global, Indonesia lebih memilih bersikap hati-hati dan diplomatis. Adapun sebagai bagian pendekatan secara diplomatik, Indonesia mengumumkan beberapa konsesi perdagangan yang ditujukan untuk membuka ruang dialog dengan Amerika Serikat. Konsesi ini memiliki tujuan dalam membangun komitmen Indonesia dalam memperkuat hubungan ekonomi bilateral dan juga menjaga kepentingan nasioanl di tengah tekanan tarif yang meningkat. Dalam hal ini pemerintah telah mengumumkan beberapa langkah diantaranya:

1. Penurunan tarif impor untuk produk Amerika Serikat Dalam hal ini Indonesia memiliki rencana dalam menurunkan tarif impor untuk sejumlah produk asal Amerika Serikat, seperti impor baja, alat kesehatan, dan hasil pertambangan. Dengan yang dimana tarif sebelumnya berkisar pada 5-10 persen dikurangi menjadi 0-5 persen.

2. Peningkatan impor komoditas Amerika Serikat Pemerintah akan meningkatkan volume pada impor untuk beberapa produk utama dari Amerika Serikat seperti kedelai, gas alam cair (LNG), gas petroleum cair(LPG). Dan komponen teknologi untuk industri.

3. Penyelesaian hambatan non-tarif Indonesia akan berupaya untuk menghapus non-tarif yang selama ini menjadi kendala dalam hubungan dagang dengan Amerika Serikat, salah satunya pada hal perizinan dan regulasi yang dianggap tidak efisien.                                                                               

Dalam tiga poin penting ini pemerintah berharap Amerika Serikat dapat mengevaluasi kembali kebijakan tarifnya dan membuka peluang kerja sama baru yang lebih bersahabat. 

Amerika Serikat merupakan salah satu mitra dagang ketiga terbesar bagi Indonesia, nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat mencapai US$26,3miliar, dengan surplus perdagangan sebesar US$16,8miliar. Adapun beberapa produk utama yang di ekspor meliputi pakaian jadi seperti sepatu, produk elektronik, dan furnitur. Dengan adanya penerapan tarif tinggi tentu akan memukul ekspor Indonesia dan dapat menyebabkan turunnya daya saing terhadap produk nasional dipasar Amerika Serikat. Pada sektor industri padat karya seperti tekstil dan alas kaki akan menjadi yang terlihat dampaknya karena hal itu sangat bergantung pada pasar ekspor. Namun, pemerintah tidak tinggal diam selain fokus pada negosiasi bilateral Indonesia juga akan memperluas pasar ekspor ke negara-negara lain seperti India, Afrika, dan Timur Tengah dari ketiga negara tersebut dapat menjadi alternatif padar dan bagian dalam strategi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pada suatu negara mitra dagang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun