The hearth of Healthcare : Perawat adalah Jiwa dari Sistem Pelayanan Kesehatan
Perawat memainkan pusat peran dalam sistem pelayanan kesehatan, bukan hanya sebagai pelaksana tindakan medis, tetapi juga sebagai penjaga nilai-nilai kemanusiaan dalam proses penyembuhan. Mereka hadir sebagai penyambung antara pasien dan kompleksitas sistem kesehatan yang sering kali sulit diakses, khususnya di negara seperti Indonesia yang masih menghadapi tantangan distribusi tenaga medis yang timpang.
Data dari Kementerian Kesehatan RI (2022) menunjukkan ketimpangan rasio perawat terhadap penduduk yang mencolok, dari 1:500 di DKI Jakarta hingga 1:5.000 di Papua. Hal ini menandakan betapa terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan berkualitas di wilayah-wilayah tertentu, dan menempatkan perawat sebagai garda terdepan dalam menjembatani kesenjangan tersebut.
Namun, peran penting tersebut tidak diimbangi dengan kondisi kerja yang layak. Di berbagai rumah sakit, beban kerja perawat kerap kali melebihi standar aman, di mana satu perawat dapat menangani hingga 20 pasien dalam satu shift, padahal WHO merekomendasikan rasio maksimal 1:6. Akibatnya, perawat rentan mengalami kelelahan fisik dan mental. Studi Universitas Indonesia (2021) mengungkapkan bahwa 45% perawat mengalami burnout yang memengaruhi kinerja dan kualitas pelayanan.
Ironisnya, perjuangan ini sering kali dilakukan dalam kondisi kesejahteraan yang tidak memadai. Perawat honorer di berbagai daerah terpencil masih menerima gaji di bawah Upah Minimum Provinsi, bahkan tanpa jaminan kesehatan. Ketimpangan penghasilan antara perawat PNS dan non-PNS juga menjadi persoalan serius, dengan perbedaan upah yang dapat mencapai tiga kali lipat untuk beban kerja yang serupa (PPNI, 2020).
Meski demikian, perawat tetap menunjukkan kontribusi nyata dalam peningkatan kesehatan masyarakat. Contohnya, melalui program Gampong Sehat di Aceh dan Desa Siaga di Bali, perawat puskesmas dan komunitas berhasil menurunkan angka stunting secara signifikan dalam dua tahun terakhir (Dinkes Aceh, 2022). Mereka tidak hanya menjalankan tugas medis, tetapi juga mendampingi keluarga, memberikan edukasi gizi, dan memantau pertumbuhan anak secara konsisten---fungsi yang sangat esensial namun sering luput dari perhatian publik.
Peran luar biasa ini semakin menonjol saat pandemi COVID-19 melanda. Perawat berada di garis terdepan, menjalankan tugas medis sekaligus memberikan dukungan emosional bagi pasien yang terisolasi. Sekitar 40% tenaga kesehatan yang gugur akibat pandemi adalah perawat (IDI, 2022). Kisah nyata perawat RS Wisma Atlet yang mendampingi pasien sekarat tanpa didampingi keluarga menjadi simbol pengabdian yang melampaui protokol formal dan menggambarkan perawat sebagai penjaga martabat manusia di tengah krisis.
Sayangnya, pengakuan sistemik terhadap profesi perawat masih minim. Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Keperawatan belum berjalan efektif, terutama dalam perlindungan hak perawat non-PNS dan pengakuan praktik keperawatan lanjutan. Tanpa reformasi kebijakan yang menyeluruh, sistem kesehatan Indonesia akan terus bergantung pada dedikasi individu, bukan pada struktur yang berkelanjutan dan adil.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Jean Watson (2018), "Caring is the essence of nursing"---merawat adalah inti dari keperawatan. Konsep ini sangat relevan dengan budaya gotong royong bangsa Indonesia. Namun nilai luhur tersebut harus diperkuat dengan kebijakan nyata yang menjamin kesejahteraan, keadilan, dan pengakuan profesional bagi para perawat. Teknologi medis dan infrastruktur yang megah tidak akan berarti jika tidak didukung oleh perawat yang kompeten dan termotivasi.
Kesimpulannya, perawat adalah jantung dari sistem pelayanan kesehatan. Mereka tidak hanya menjaga denyut hidup pasien, tetapi juga menjaga nyawa sistem itu sendiri. Untuk membangun sistem kesehatan yang adil dan tangguh, Indonesia perlu menyusun ulang paradigma keperawatan: mulai dari pemerataan distribusi, peningkatan kesejahteraan, hingga penguatan praktik profesional. Seperti jantung yang tak boleh berhenti berdetak, sistem kesehatan tidak akan berfungsi tanpa denyut kemanusiaan yang diberikan oleh perawat.
Referensi :