Saya sering mengamati ada orang-orang yang merasa tidak senang ketika mendengar sebuah pendapat, analisa , atau pemikiran, kemudian membantahnya dengan kata-kata. "Memangnya apa yang sudah kamu kerjakan? " atau "Kerja nyata apa yang sudah kamu lakukan" . Seolah ketika orang lain mengemukakan pendapat, kritik  atau masukan, baru dinilai berharga jika orang tersebut dianggap pernah melakukan sesuatu atau berkontribusi terkait hal yang dibahas.
Padahal menurut saya, ide saya yakni berupa masukan atau kritik boleh boleh saja belum berwujud dalam suatu aksi nyata. Namanya saja ide.Â
Contoh sederhana. Saya boleh dong mengkrtik banjir di Jakarta? Tetapi saya memang hampir tidak pernah memberi kontribusi berkaitan hal itu sebagai warga Jakarta. Bagaimana mungkin? Wong selama 22 tahun saya lebih banyak tinggal di Yogya dan kurang lebih 15 tahun telah ber KTP dan menjadi warga Yogya.Â
Kenyataannya situasi apapun di dunia ini boleh mengundang opini siapapun. Soal  Presiden Trump di Amerika sana, boleh mengundang opini warga Indonesia dari Sumatera, Jawa, sampai NTT. Tidak percaya ? Silakan baca artikel-artikel di Kompasiana.
Singkat kata saya ingin mengatakan. Berpikir dan terus berpikir itu boleh-boleh saja. Memberi pemikiran dan ide-ide itu baik adanya. Memang benar bahwa ide-ide itu harus dilanjutkan dengan aksi nyata sehingga terwujud. Tetapi menyumbangkan ide itu tidak salah.Â
Banyak profesi dengan aktivitas yang dominan dilakukan dengan berpikir. Contoh saja perancang busana, peneliti, penulis, atau paling asyik kita bicara soal pengamat sepakbola. Dia nggak main bola kan? Dia cukup mengamati saja kemudian memberi ide-ide. Hadirnya pengamat sepakbola membuat perandingan yang kita tonton jadi "berwarna" Masukan mereka memberi keasyikan tersendiri, sembari kita yang awam juga belajar strategi dalam sepakbola.
Berpikir adalah aktivitas manusia yang telah berlangsung lama tentunya. Perlu diingat bahwa kemampuan berpikir itulah yang membedakan kita dengan makhluk ciptaan lain. Berpikir juga menjadikan manusia sungguh-sungguh manusia yakni karena berakal dan tentunya berbudi.Â
Menarik untuk ditelaah bahwa otak sebagai alat dan sumber pemikiran manusia berkembang dari zaman purba sampai saat ini. Meski penelitian yang pernah dilakukan  oleh Universitas Cambridge menemukan bahwa otak manusia purba berukuran sedikit lebih besar dari otak manusia moderen, tetapi disimpulkan bahwa penggunaannya dalam berpikir pada manusia moderen jauh lebih kompleks.Â
Manusia mengalami perkembangan dari kehidupan nomaden yang sekedar bertahan hidup, beserta budaya dengan peralatannya yang kasar menjadi manusia yang mampu mengembangkan kreativitas, dan budaya yang lebih beragam serta hubungan antar manusia yang lebih harmonis beserta  peralatannya  yang semakin halus dan moderen.Â
Hal itu dapat terjadi karena manusia mengembangkan dan menggunakan kemampuan berpikirnya.Â
Mengutip  tulisan Prof. Dr. Apollo yakni,"Patung 'The Thinker' adalah simbol individu yang peduli akan kebenaran dan berusaha menemukannya dengan menggunakan pemikiran kritis". Itulah salah satu makna keberadaan manusia yakni menemukan kebenaran dengan berpikir.Â