Mohon tunggu...
windu
windu Mohon Tunggu... Administrasi - pro populi discimus

Bondowosoans

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyelisik Parameter Pendidikan di Indonesia

11 Mei 2021   03:00 Diperbarui: 11 Mei 2021   02:59 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejak awal sejarah, manusia memompa dirinya agar dapat lebih mengetahui tentang diri mereka pribadi ataupun alamnya. Atas dasar rasa ingin tahu yang tinggi ini, manusia juga memiliki rasa tidak puas dengan apa yang sekarang sedang ia lakukan atau kerjakan. Terlebih kita berbicara soal pengetahuan manusia, ia selalu melakukan perkembangan disetiap waktunya. Perkembangan itu didasarkan atas berbagai temuan-temuan baru yang berkaitan dengan semakin bertambahnya komponen sistem pendidikan yang ada. Seperti seorang pengajar yang memiliki teori baru, kemajuan alat teknologi yang merupakan sebuah perkembangan dalam ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu, pendidikan merupakan sebuah tuntutan bagi masyarakat demi menentukan masa depan suatu negara. Jika dalam suatu negara tidak memiliki visi yang jelas dalam mengarungi rimba pendidikan, sebagai taruhannya ialah kesejahteraan serta cita-cita negara tersebut. Negara harus memiliki visi yang dapat diterjemahkan ke dalam sebuah sistem pendidikan yang memiliki sasaran yang jelas dan tanggap terhadap problem-problem bangsa agar pendidikan tersebut dianggap mampu menjawab tantangan zaman.

Pendidikan dalam bahasa Yunani disebut Padegogik yang memiliki arti ilmu menuntun anak. Bangsa Romawi melihat pendidikan merupakan suatu educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, suatu tindakan merealisasikan potensi anak yang dilahirkan didunia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata didik (mendidik) yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan memiliki pengertian sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, serta cara mendidik.

Munculnya Universitas-universitas merupakan jawaban dari seberapa besar keinginan manusia dalam hal ingin mengembangkan diri. Dimulai dari abad 11 (sebelas) dengan Universitas Bologna yang merepresentasikan universitas modern dan diikuti oleh universitas yang lain semisal Paris, Oxford, dll. Dan pada dasarnya, yang diajarkan oleh universitas tersebut pada saat itu trivium (tata bahasa, dialektika, dan logika) dan quadrivium (matematika, ilmu ukur, musik, astronomi)

Di Indonesia sendiri, pendidikan dibagi beberapa zaman. Setiap zaman memiliki visi tersendiri sesuai geo-politik pada saat itu. Pra-kemerdekaan memunculkan konsep pendidikan yang kolonialistik, yaitu pendidikan yang hanya mencetak pekerja yang dapat dipekerjakan oleh para penjajah bukan untuk memanusiakan manusia sebagaimana konsep ideal dalam pendidikan tersebut. Pasca-kemerdekaan, berangkat dari pendidikan pra-kemerdekaan yang banyak melahirkan keresahan seperti para kaum intelektual yang berpendidikan di Eropa ternyata tidak akrab dengan masyarakat Indonesia. Bung Karno membawa konsep "nation and character building" dengan memberikan ruang bebas terhadap pendidikan. Pemerintahan yang berasaskan Sosialisme menjadi rujukan dasar bagaimana pendidikan akan dibentuk dan dijalankan demi pembngunan dan kemajuan bangsa Indonesia dimasa datang.

Orde baru, memiliki konsep "membangun manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia" dengan memfokuskan pada kuantitas dari pada kualitas, seperti menciptakan lulusan terdidik sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kualitas pengajaran dan hasil didikan. Produk dari pendidikan diarahkan untuk mejadi pekerja. Sehingga, berimplikasi pada hilangnya eksisitensi manusia yang hidup dengan akal pikirannya sendiri. Hal tersebut diperparah dengan pemerintahan yang militeristik. Disentralisasi pendidikan dalam era reformasi merupakan perubahan dari sentralisasi gaya yang dipraktikan oleh orde baru belum menemukan konsistensinya. Disisi lain, para petinggi produk orde baru masih memiliki pengaruh dalam menghasilkan regulasi dalam hal pendidikan. Hemat penulis, pendidikan masa reformasi belum jelas mengarah kemana, seperti buku kosong yang ditulis judulnya namun belum tau mau diisi apa.

Wajah Pendidikan Kini

Selaras dengan diskursus kita di atas, era reformasi sendiri memiliki dua kekuatan yang saling berbenturan. Kekuatan orde baru yang syarat akan militeristik dengan kekuatan reformir yang menginginkan disentralisasi. Tak khayal, setiap pemimpin merupakan representatif dari masing-masing dua kekuatan tersebut. Yang berimplikasi pada kurikulum pendidikan yang selalu berubah-ubah bukan karena ingin menjawab tuntutan zaman, melainkan egosentris-politis dari masing-masing pemimpin.

Ego menyebabkan wajah pendidikan Indonesia yang masih belum pulih dari kemapanan orba, entah ini merupakan jawaban dari tantangan zaman atau benar-benar belum bisa keluar dari jurang dalam itu. Dapat kita awali dengan lebih fokus pada lulusan terdidik sebanyak-banyaknya dan diarahkan untuk menjadi pekerja. Ini tak ubahnya lembaga pendidikan merupakan sebuah pabrik pencetak manusia yang siap meladeni kebutuhan-kebutuhan kapital global. Para mahasiswa calon pekerja dididik, disiplinkan, direkayasa, distandarisasi dan diformat agar bisa sesuai dengan pasar serta produktif dalam menjalankan roda perekonomian.

UU No 12 tahun 2012 Tentang Perguruan Tinggi, menambah beban sosiologis bagaimana pendidikan di Indonesia mengikuti arus globalisasi. Pasal 50 ayat 1 dalam UU tersebut berisi "kerjasama internasional Pendidikan Tinggi merupakan proses interaksi dalam pengintegrasian dimensi internasional ke dalam kegiatan akademik untuk berperan dalam pergaulan internasional tanpa kehilangan nilai-nilai keindonesiaan". Sebuah apresiasi dapat kita sematkan kepada pemerintah kita yang bisa menjawab tuntutan zaman, namun hal ini bukan tanpa koreksi. Apa iya dengan menjawab tantangan zaman bisa menjamin pendidikan yang memanusiakan manusia? Menghasilkan lulusan terdidik yang berkualitas?

Mencetak manusia-manusia yang siap meladeni kebutuhan pasar global, merupakan kecenderungan pada eksploitasi terhadap manusia. Sebab manusia dipaksa keluar dari esensi manusia itu sendiri yang memiliki ciri khas dengan standarisasi demi memenuhi kebutuhan pasar. Sehingga manusia-manusia tadi tak ubahnya hanya sebuah angka atau hanya simbol-simbol pemenuhan produksi perusahaan belaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun