Mohon tunggu...
Riski
Riski Mohon Tunggu... Berusaha belajar untuk menjadi pelajar yang mengerti arti belajar

Ada apa dengan berpikir?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memahami Etika Deontologis: Kewajiban Moral di Atas Segalanya

1 Juni 2025   18:50 Diperbarui: 2 Juni 2025   10:08 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Etika merupakan cabang filsafat yang mendalami konsep benar dan salah dalam perilaku manusia. Dalam ranah etika, terdapat berbagai aliran pemikiran yang menawarkan perspektif berbeda mengenai dasar penilaian moral suatu tindakan. Salah satu aliran yang paling fundamental dan berpengaruh adalah etika deontologis. Istilah "deontologi" sendiri berakar dari bahasa Yunani kuno, yaitu kata deon yang bermakna "kewajiban" atau "apa yang seharusnya dilakukan" (duty), dan logos yang berarti "ilmu" atau "teori". Dengan demikian, secara harfiah, deontologi dapat diartikan sebagai "ilmu tentang kewajiban".

Berbeda dengan aliran etika konsekuensialis (seperti utilitarianisme) yang menilai moralitas tindakan berdasarkan akibat atau hasil yang ditimbulkannya, etika deontologis mengambil pendekatan yang berbeda secara mendasar. Aliran ini menegaskan bahwa nilai moral suatu perbuatan terletak pada sifat intrinsik perbuatan itu sendiri, terlepas dari konsekuensi baik atau buruk yang mungkin menyertainya. Fokus utama etika deontologis adalah pada kesesuaian suatu tindakan dengan seperangkat kewajiban, prinsip moral, hukum, atau aturan yang dianggap mengikat. Suatu tindakan dianggap benar secara moral jika ia selaras dengan kewajiban tersebut, dan dianggap salah jika melanggarnya, tanpa perlu menimbang-nimbang hasil akhirnya. Misalnya, kewajiban untuk berkata jujur dianggap sebagai tindakan yang benar secara moral dalam kerangka deontologis, bahkan jika kejujuran tersebut dapat menimbulkan akibat yang tidak menyenangkan.

Landasan dan Karakteristik Etika Deontologis

Dalam kerangka etika deontologis, dasar penilaian moral tidak terletak pada hasil akhir suatu tindakan, melainkan pada sifat inheren tindakan itu sendiri. Beberapa tindakan dianggap benar atau wajib dilakukan bukan karena konsekuensinya yang menguntungkan, melainkan karena tindakan tersebut secara intrinsik sesuai dengan kewajiban moral. Contoh klasik dari kewajiban semacam ini meliputi:

1. Memenuhi Janji: Menepati janji dianggap sebagai kewajiban moral yang fundamental dalam banyak sistem deontologis. Tindakan ini benar bukan karena membawa kebahagiaan atau manfaat tertentu, tetapi karena janji itu sendiri menciptakan sebuah ikatan moral yang harus dihormati.

2. Bersifat Adil: Keadilan merupakan pilar penting dalam etika deontologis. Bertindak adil, seperti memberikan perlakuan yang sama kepada individu dalam situasi yang serupa atau mendistribusikan sumber daya secara merata, dianggap benar karena prinsip keadilan itu sendiri, bukan semata-mata karena hasil akhirnya.

3. Mengikuti Perintah Otoritas Sah: Dalam beberapa varian deontologi, kewajiban moral dapat bersumber dari perintah otoritas yang sah, seperti Tuhan (dalam etika teologis) atau negara (dalam konteks hukum). Ketaatan terhadap perintah ini dianggap benar karena sumber perintah tersebut memiliki legitimasi moral atau hukum.

Karakteristik utama yang membedakan etika deontologis dari aliran etika lainnya dapat dirangkum sebagai berikut:

a. Fokus pada Sifat Tindakan, Bukan Hasil: Penilaian moral berpusat pada apakah suatu tindakan sesuai dengan kewajiban atau prinsip moral yang relevan. Konsekuensi, baik positif maupun negatif, tidak menjadi penentu utama benar atau salahnya tindakan tersebut. Sebuah tindakan bisa saja benar secara moral meskipun hasilnya tidak optimal atau bahkan merugikan dari sudut pandang konsekuensialis.

b. Sifat Absolut atau Mendasar Tindakan Benar: Etika deontologis sering kali menganggap bahwa ada tindakan-tindakan tertentu yang secara inheren benar atau salah, dan kewajiban untuk melakukan (atau tidak melakukan) tindakan tersebut bersifat mutlak atau mendasar, tanpa perlu mempertimbangkan akibatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun