Mohon tunggu...
Riska Yunita
Riska Yunita Mohon Tunggu... Bankir - Karyawan Swasta

Be your own kind of beautiful

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kapan Nikah?

26 September 2020   08:22 Diperbarui: 26 September 2020   08:26 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: https://www.pinterest.com

"Kamu kapan nikah?"

Tiga kata ini menjadi 'sapaan' rutin yang akan diterima oleh kami, para wanita yang telah menginjak usia 25 tahun ke atas. Bahkan jika dilihat dari semakin banyaknya pasangan yang menikah di usia muda, tidak perlu menunggu sampai di ulang tahun ke-25 pun, kami sudah mendapatkan pertanyaan yang demikian.

Sebuah pertanyaan yang hadir dari segala sudut lingkungan. Entah keluarga, tempat kerja,lingkungan pertemanan dan tentu saja lingkungan tempat tinggal. 

Bagi saya pribadi, menikah adalah sebuah langkah sakral dalam kehidupan. Bukan hanya tentang menemukan pasangan kemudian hidup bersama dalam satu atap. Ada banyak hal krusial yang harus dipertimbangkan secara dewasa, bijak dan matang.

Wanita lain mungkin berpikir bahwa menikah adalah tentang kesiapan diri menjadi pendamping dari seseorang yang bersamanya mereka membagi kisah dan tanggung jawab hidup secara bersama.

Ada pula yang masih harus terjebak dalam situasi yang membuatnya sulit menentukan pilihan atas sebuah langkah seperti pernikahan. Atau ada sebagian yang belum menjemput waktu yang ditentukan Tuhan untuk bertemu pasangan seumur hidupnya.

Setiap wanita yang belum menikah pasti punya alasannya sendiri. Entah alasan yang berakar dari idealismenya tentang sebuah pernikahan atau hal-hal yang berkaitan dengan kuasa Tuhan.

Namun yang menjadi masalah dari semua ini adalah bagaimana lingkungan sekitar yang cenderung tidak bisa 'menghargai' latar belakang dari seorang wanita tentang pilihannya perihal pernikahan. Lingkungan seakan hanya peduli pada status menikah itu sendiri tanpa menghargai pencapaian atau fase kehidupan lain dari seseorang.

Suatu waktu saya pernah melihat sebuah kisah dari teman, yang dia bagikan di media sosialnya. Teman saya adalah seorang wanita yang belum menikah. Dia adalah mahasiswi S2 dari sekolah ilmu bahasa. Singkat cerita, dalam sebuah pertemuan dengan keluarga besarnya, dia didesak oleh pertanyaan tentang kapan menikah. Kemudian keluarga mulai membandingkannya dengan saudara seperpupuan yang usianya baru 21 tahun namun sudah menikah dan menjadi ibu rumah tangga.

Dia membagikan kekecewaannya atas perlakuan dari lingkungan keluarganya. Ada beberapa penggalan kalimat dari kisahnya yang membuat saya merasa prihatin dengan cara pandang orang kebanyakan.

"Saya belum menikah karena saya masih melanjutkan pendidikan. Bahkan saya membiayai pendidikan saya dengan beasiswa yang saya dapatkan. Namun saya tak pernah mendapat apresiasi, hanya karena saya belun menikah."

Kisah yang dibagikan teman saya mungkin hanya gambaran kecil dari bagaimana lingkungan memperlakukan kami, para wanita yang belum menikah. Dibeberapa kisah ada kalanya tahapnya bukan hanya dituntut untuk segera menikah namun sampai direndahkan hanya karena kami adalah wanita.

Untuk apa wanita mengemban pendidikan tinggi-tinggi, untuk apa wanita berjuang dalam karir, toh akhirnya kodratnya akan menjadi pendamping suami dan seorang ibu yang mengurusi rumah tangga.

Di jaman yang sudah berkembang seperti sekarang ini, miris rasanya melihat masih ada yang berpikiran demikian. Yang menyamaratakan jalan hidup seorang wanita. Bukankah setiap orang memiliki perjalanan dan hak atas kehidupannya sendiri? 

Jika kalian bertanya kepada kami para wanita yang belum menikah, jawaban dari kami mungkin sebagian besar akan sama.

"Siapa juga yang tak ingin menikah, kami juga mau."

Hal itu yang sebenarnya ingin kami sampaikan. Namun cara pandang masyarakat kita yang tidak peduli tentang alasan dibalik semua itu menjadikan tekanan sendiri bagi kami. Seakan belum menikah adalah sebuah predikat buruk yang akan membuat malu keluarga.

Saya tidak menentang pernikahan di usia muda atau mereka yang memilih menikah dibanding berkarir. Sekali lagi semua itu pilihan dan jalan hidup masing-masing orang. Yang saya sangat sayangkan adalah bagaimana cara pandang masyarakat kita tentang langkah pernikahan itu sendiri.

Sekali lagi, setiap wanita di dunia ini saya rasa pasti ingin menikah dan memiliki kehidupan keluarganya sendiri. Namun jalan untuk sampai di langkah itu tentulah tidak akan sama setiap orangnya. Ada yang lancar lurus ke depan saat bertemu jodohnya, ada yang harus berkelana jauh sampai menjemput pasangan seumur hidupnya, ada yang masih harus berjuang untuk kehidupan keluarganya sebelum ia membangun kehidupan keluarga untuk dirinya sendiri, atau ada yang dituntut karena keadaan. Semua punya jalannya masing-masing.

Jika kita bisa menghargai  alasan dari seseorang yang ingin menikah, lalu mengapa kita tidak bisa juga menghargai latar belakang atas mereka yang belum menikah?

Kami mengerti akan ada tahap dimana menikah menjadi pertanyaan yang akan sering kami terima, dan hal itu bukan hal yang bisa dihindari. Namun saya harap, kita bisa lebih menghargai perjalanan hidup dari orang lain tanpa memberikan ukuran atau perbandingan. 

"Silakan bertanya jika ingin tahu, namun diamlah jika untuk menghargai dirasa belum mampu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun