Permasalahan lingkungan dan keterbatasan sumber daya alam telah mendorong lahirnya berbagai inovasi dalam sektor pembangunan, salah satunya melalui teknologi hijau berbasis FABA (Fly Ash dan Bottom Ash). Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi Jawa Tengah mengambil langkah progresif dengan menghadirkan solusi ini dalam kebijakan pembangunan permukiman yang ramah lingkungan, sekaligus membuka ruang kolaborasi dengan mitra strategis seperti PLTU Batang, PLTU Tanjung Jati B, dan PLTU Adipala.
Sebagai pembuat infografis ini, saya ingin menyampaikan bahwa pemanfaatan FABA bukan hanya soal substitusi material konstruksi, melainkan juga bagian dari transformasi paradigma: dari ekonomi linear menjadi ekonomi sirkular. FABA yang dahulu dikategorikan sebagai limbah B3, kini sejalan dengan kebijakan dalam PP No. 22 Tahun 2021, dapat dimanfaatkan secara aman dan legal, sepanjang memenuhi standar teknis. Langkah ini menunjukkan bahwa pembangunan berkelanjutan tidak selalu harus mahal atau kompleks dengan pendekatan tepat, bahkan residu pembakaran batu bara pun dapat menjadi solusi.
Infografis ini dirancang untuk menjelaskan secara visual proses pemanfaatan FABA: mulai dari distribusi oleh mitra industri, pencampuran material di lapangan, hingga penggunaannya dalam konstruksi rumah, jalan lingkungan, maupun fasilitas dasar permukiman lainnya. Visualisasi ini diharapkan dapat menjembatani kesenjangan informasi antara pelaksana kebijakan dan masyarakat, sehingga partisipasi publik dapat tumbuh berdasar pada pemahaman, bukan sekadar imbauan.
Dampak dari inisiatif ini bagi para mitra sangat signifikan. PLTU yang semula menghadapi tantangan dalam pengelolaan limbah, kini dapat mengubahnya menjadi kontribusi langsung terhadap pembangunan berkelanjutan. Selain mendukung pengurangan jejak lingkungan dan beban biaya pengelolaan residu, keikutsertaan dalam program ini juga meningkatkan citra perusahaan sebagai entitas yang peduli pada agenda global seperti SDGs khususnya Tujuan 11 (Kota dan Permukiman Berkelanjutan) dan Tujuan 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab).
Lebih jauh, kolaborasi ini membuka potensi pengembangan industri bahan bangunan alternatif di daerah, menciptakan peluang ekonomi baru, serta mendorong inklusi masyarakat lokal dalam rantai pasok pembangunan perumahan.
Melalui tulisan ini, saya berharap pembaca mendapatkan gambaran bahwa inovasi tidak harus datang dari hal besar. Terkadang, solusi justru tersembunyi di balik hal-hal yang selama ini dianggap sebagai masalah seperti FABA.
Mari terus dorong lahirnya inisiatif serupa. Karena membangun bukan hanya soal mendirikan bangunan, tapi juga soal merajut masa depan yang lebih lestari.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI