Di sebuah desa kecil bernama Sukamaju, hiduplah seorang pemuda bernama Rama. Ia tumbuh di keluarga sederhana ayahnya seorang petani, ibunya penjual kue. Sejak kecil, Rama sudah terbiasa bekerja membantu orang tuanya. Ia tidak pernah mengeluh, justru selalu penasaran bagaimana caranya bisa mengubah nasib keluarganya.
Setelah lulus SMA, Rama tak mampu melanjutkan kuliah karena keterbatasan biaya. Tapi ia tak menyerah. Ia mulai belajar mandiri lewat internet di warnet desa. Topik favoritnya: teknologi dan bisnis digital.
Suatu hari, ia melihat peluang banyak petani di desanya kesulitan menjual hasil panen ke kota. Rama pun mulai membuat aplikasi sederhana untuk menghubungkan petani dengan pembeli di kota besar. Ia memberinya nama TaniKita.
Awalnya tak ada yang percaya. Tapi Rama sabar. Ia door-to-door ke petani, ke pasar, ke warung-warung, menjelaskan manfaat aplikasinya. Lambat laun, kepercayaan mulai tumbuh. Aplikasinya dipakai, dan hasil panen mulai terjual lebih cepat dan harga lebih baik.
Tahun demi tahun berlalu. Rama memperluas jangkauan TaniKita ke berbagai daerah. Ia membentuk tim, mencari investor, hingga akhirnya aplikasinya mendunia. TaniKita jadi platform agritech terbesar di Asia Tenggara.
Di usia 32 tahun, Rama dinobatkan sebagai salah satu miliarder muda yang membangun kekayaan dari bawah. Tapi saat diwawancara, ia hanya tersenyum dan berkata:
> "Saya hanya ingin orang-orang desa tahu bahwa mimpi mereka sah untuk diperjuangkan."
Kini, Rama membangun sekolah teknologi di desanya, agar tak ada lagi anak muda yang takut bermimpi besar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI