Kementrian Sosial akhir-akhir ini menjadi sorotan banyak pihak sampai saat ini. Pasalnya kisruh bantuan pemerintah pusat terkesan berlama-lama sejak Bapak Presiden telah mengiktiarkan bahkan telah mengeksekusi rencana bantuan pemerintah kepada seluruh masyarakat Indonesia ke beberapa daerah.
Dan satu permasalahan yang sangat mendasar bagi kita sampai saat ini adalah persoalan carut marutnya data-data yang dimiliki. Dan persoalan tersebut bukan hanya terletak di pusat saja, daerah-pun juga mengalami semacam sindrom yang sama. Selalu kelabakan jika berbicara tentang data dan data yang dimiliki oleh mereka.
Tentu dengan data yang valid yang seharusnya bisa dimiliki oleh pemerintah, bisa membawa kita ke sistem percepatan untuk mengeksekusi berbagai hal. Termasuk dalam mengekesuki keadan krisis yang dialami oleh bangsa kita yang diakibatkan oleh pandemik korona.
Lambatnya penyaluran bantuan sosial kemasyarakatan akhir-akhir ini menjadi sebuah tanda dan persoalan besar bagi kita sampai saat ini. Pasalnya pemerintah punya akses tentang teknologi untuk mengelola data-data yang sebegitu besarnya, tapi ada apa dengan berlambat-lambatnya kita di dalam menyalurkan bantuan yang ada?
Kita punya Badan Pusat Statistik yang setiap tahun selalu mengupdate tentang data-data yang ada di bangsa ini. Mulai dari tanah, masyarakatnya, pekerjaan masyarakatnya, bahkan hingga total orang miskin di bangsa ini. Kita juga punya juga ahli-ahli statistik, hingga ahli komputer dan segala macam teknologi komputer yang dimiliki oleh bangsa kita.Â
Sekalipun data tentang kemasyarakatan kita berkembang dengan sangat cepat, bukankah itu bisa diprediksi lewat yang namanya teknologi Big Data untuk bisa memprediksi berbagai hal yang akan muncul?
Setiap orang di bangsa ini tentu punya data NIK (Nomor Induk Kewarganegaraan) ditambah dengan data KK (Kartu Keluarga) yang ada. Jika sekalipun ada masyarakat tidak punya identitas tersebut satupun yang dibuktikan lewat KTP mereka masing-masing, bukankah sistem birokrasi pemerintahan di tanah air kita sudah begitu kompleknya dari pusat hingga ke daerah, bahkan sampai tingkat RT/RW pun sudah punya masing-masing kepalanya?
Artinya jika seandainya mereka senantiasa memperhatikan siapa warganya, baik yang datang maupun  yang akan pergi, bukankah mereka akan senantiasa punya data yang valid siapa-siapa saja warga masyarakat yang dipimpinnya?
Tentu dalam situasi saat ini, tak patut atau tak elok untuk menyalahkan siapapun juga. Artinya situasi-situasi genting saat ini, bisa menjadi pelajaran mahal bagi kita. Bahwa data yang saling terintegrasi, baik diantara kementerian, diantara pemerintah pusat maupun daerah, maupun antara pemerintah provinsi dan kabupaten-kabupaten yang dibawahnya, sangat dibutuhkan kevalidannya. Sehingga persoalan ini tidak terus berulang dan berulang senantiasa.
Ditambah lagi, kerja-kerja kita seharusnya bisa dipermudah dengan yang namanya teknologi buatan yang sudah kita miliki. Tinggal membuat laporan validasi dari tingkat RT/RW tentu akan semakin mempercepat pergerakan data ini bisa dimiliki real time dari pusat hingga ke daerah. Sama data yang dimiliki pusat dengan daerah.Â
Jika kita bisa memanfaatkan teknologi ini dengan cepat, tentu akan mempermudah kerja-kerja kita secara bersama-sama. Memang butuh waktu, tapi jika kita serius, masahal kisruh data di tahun 2020 yang sedang terjadi saat ini, berharap tidak terjadi lagi 5 tahun atau 10 tahun ke depannya.