Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan lagi Ambil S2 di Kota Yogya dan berharap bisa sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Terlambat, 1.800 Anak Teroris Belum Ditangani Pemerintah

30 Maret 2019   15:31 Diperbarui: 30 Maret 2019   15:41 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini adalah masalah baru bagi pemerintah. Jika pemerintah tidak cekatan menolong anak-anak ini, bisa jadi kejahatan atau tindak kejahatannya bahkan melebihi dari apa yang kini sudah dilakukan oleh orang tua mereka.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melalui Asisten Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPPA Hasan, yaitu Bapak Kautsar Widya Prabowo menyampaikan beberapa hal tentang anak-anak para teroris di Kawasan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (29/3).

Seperti yang dilansir oleh msn.com (30/3/2019), dinyatakan ada 1.800 anak yang merupakan anak dari para pelaku teroris yang sudah ditangkap tapi hingga kini belum mendapatkan penangangan khusus. Mereka menyebut bahwa ribuan anak dari pelaku terorisme tersebut belum terjamah sama sekali oleh pemerintah. Dimana seharusnya mereka bisa mendapatkan akses yang sama seperti anak-anak lain pada umumnya. Kemudian juga mereka  hak untuk mendapatkan bantuan psikologi. Tapi berdasarkan Data BNPT ini ada teroris yang ditahan di lapas ada sebanyak 500 orang.

Diperkirakan ada 1.800 anak-anak mereka sepanjang 2018, yang harus menanggung penolakan dari masyarakat yang mengenal baik orang tua mereka. Tak jarang mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari orang-orang yang ada di sekeliling mereka.

Apalagi mereka sebenarnya adalah korban ideologis dari orang tua mereka sendiri. Dimana seharusnya mereka tak boleh mendapatkan diskriminasi atau penolakan. Sebab dalam beberapa aksi teroris sebelumnya, tak sedikit dari mereka pelaku teroris tersebut justru malah melibatkan seluruh anggota keluarga mereka tuk turut ambil bagian dalam aksi teror yang dilakukan oleh orang tua mereka.

Contohnya saja kejadian waktu lalu yang ada di Sibolga, bagaimana si Ibu justru jauh lebih radikal dibandingkan si ayahnya,karena pemahaman ideologi ekstrim yang telah mereka lakukan. Dan akhirnya malah membuat si anak yang bersama dengan dia, akhirnya turut menjadi korban atas aksi bom bunuh diri yang telah mereka lakukan.

Jadi jika pemerintah abai terhadap 1.800-an orang anak ini, dan mereka tetap tidak tertangani dengan baik, maka jangan harap saat dewasanya nanti tidak akan ambil bagian dalam aksi yang telah dilakukan oleh orang tua mereka. Sebab mereka akan semakin sulit untuk berubah meninggalkan ideologi ekstrim yang diturunkan oleh orang tua mereka kepada mereka.

Oleh karena itu jangan terlambat apalagi abai terhadap pemulihan aspek psikologis, serta melakukan re ideologi kecintaan dan kebanggaan terhadap Indonesia. Supaya mereka bisa kembali mencintai dan bangga menjadi orang Indonesia.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun