Persoalan di bangsa ini bisa dibilang cukup pelik, karena memang sudah lama salahnya. Dan itu tidak bisa tidak bahwa ada peran pemerintahnya yang dulu yang boleh dibilang keliru di dalam mengelola bangsa ini.
Tanpa mencoba dengan analisis yang tinggi, ataupun dengan dasar teori yang tinggi, untuk permasalahan kroniknya korupsi di Indonesia, adapun solusi yang ditawarkan oleh Prabowo-Sandi sangatlah kurang efektif.
Dimana seperti yang dilansir oleh news.detik.com (17/1/2019), dalam debat kemarin, Prabowo menegaskan untuk memberantas korupsi adapun solusi yang ditawarkan oleh beliau adalah dengan menaikkan gaji seluruh para ASN (Aparatus Sipil Negara). Dan untuk pembiayaannya beliau mengatakan akan menaikkan ratio tax saat ini yang hanya berkisar 10 persen atau kurang.
Tapi pertanyaannya, seberapa tinggi gaji yang harus diterima oleh para ASN, sehingga dia tidak akan melakukan korupsi lagi? Apakah ada patokan gaji sehingga para ASN tersebut tidak akan melirik-lirik lagi kepada perbuatan korupsi.
Sedangkan jika kita melihat pejabat yang sudah besar gajinya sekalipun, bahkan sudah punya tunjangan operasional yang tinggi. Tak usah jauh-jauh melihat, bagaiamana Bapak Setya Novanto, mantan Ketua DPR RI kita, apa kurang tinggi gajinya yang diterimanya? Apa kurang besar dan kurang variatif tunjangan-tunjangan yang ia terima, bahkan ketika sekali kunjungan saja, beliau masih bisa mengantongi uang hingga Rp.1 miliar per kunjungan.
Jadi jika solusi yang demikian yang ditawarkan oleh Prabowo, apakah tidak akan membawa bangsa ini semakin lebih terpuruk lagi di dalam masalah yang satu ini. Masalah yang cukup membawa bangsa ini ke dalam kehancuran, yaitu penyakit kronisnya korupsi, jika penangangannya tidak tepat, bukankah akan semakin menyuburkan penyakit itu sendiri?
Jokowi-pun sangat tegas menolak konsep yang ditawarkan oleh Prabowo dalam debat kemarin. Yakni masalah menaikkan gaji, bukankah sudah ada tunjangan kinerja untuk bisa memenuhi jika seandainya pun gaji yang ditawarkan oleh pemerintah tersebut kurang?
Bahkan dalam debat kemarin, akhirnya Prabowo-pun seolah melakukan blunder hanya karena mencoba membandingkan antara luas Malaysia yang lebih kecil daripada Jawa Tengah, dengan menggabungkan persoalan gaji di akhir argumen beliau. Â
Dan mempertanyakan bahwa gaji seorang gubernur lebih kecil dari pada pemimpin di Malaysia. Bagaimana bisa seorang Gubernur gajinya hanya Rp.8 juta? Kemudian dia mengelola provinsi umpamanya Jawa Tengah yang lebih besar dari Malaysia dengan APBD yang begitu besar.Padahal faktanya, Malaysia jauh lebih luas jika dibandingkan dengan provinsi Jawa Tengah.
Kemudian tentang kesejahteraan seorang dokter di Indonesia. Bahkan beliau berani menyebutkan bahwa gaji seorang tukang parkir lebih tinggi daripada gaji seorang dokter.
Maka, setelah kita mendengar beberapa kali tentang 'mindset gaji' yang kerap diungkapkan oleh Prabowo, apakah memang benar bahwa persoalan gaji bisa menyelesaikan masalah-masalah pelik di Indonesia ini, terutama tentang penyakit korupsi?