Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan sudah Magister S2 dari Kota Yogya, kini berharap lanjut sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memprioritaskan Anak dalam Keluarga

18 September 2017   02:58 Diperbarui: 18 September 2017   03:35 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : elephantjournal.com

Beberapa hari ini anakku yang nomor dua menderita demam tinggi, ada banyak kepanikan kami sebagai orang tuanya. Karena gigi ketiga-nya sedang tumbuh dan nongol dari gusinya. Berpikir dia tidak akan demam, sebab melihat pertumbuhan gigi pertama di bawah dan gigi ke dua di atasnya tidak mengalami sakit apa-apa. Dan kami menganggap bahwa gigi ke tiga pasti tidak akan mengalami apa-apa. Tapi perkiraan kami meleset, ternyata dia harus meraung-raung mulai di Kamis sore, malam, hingga pagi.  Begitu sampai di esok harinya. Sekarang Minggu sore sudah agak mendingan radang pertumbuhan giginya tidak mengalami demam dan sudah sembuh.

Prioritas pekerjaan kita tentunya akan terganggu, dan pastinya anaklah yang menjadi prioritas kita pertama. Sebab percuma segala pekerjaan rumah beres tapi akhirnya melihat penderitaan anak semakin menjadi tanpa adanya penanganan khusus dan perhatian dari kita orang tuanya. Membatalkan segala agenda pribadi yang mungkin sudah kita susun sedemikian rupa, agar supaya bisa memberikan perhatian khusus kepada si anak tersebut.

Mungkin siapapun diantara kita belum pernah belajar atau sekolah untuk menjadi orang tua, tapi akhirnya kita belajar sendiri setelah mendapatkan predikat sebagai orang tua, sebagai seorang ayah dan tentunya sebagai seorang suami atau istri. Mencari dan belajar secara otodidak dari buku-buku yang kita dapatkan atau searching dari internet terus kita upayakan agar bisa menjadi orang tua yang tentunya handal dalam mengelola dan merawat keluarga kita.

Pernah muncul semacam survey online di media sosial, antara pilihan yang utama yang akan kita pilih. Apakah lebih memilih keluarga atau pekerjaan. Dan melihat hasil surveynya ternyata dominannya orang untuk memilih keluarga dari pada bisnis atau pekerjaan mereka. Artinya bukan aku saja yang lebih memilih untuk fokus kepada keluarga tapi banyak orang lain juga yang sama seperti diriku ini.

Setahun yang lalu, ada orang tua yang akhirnya melepas kepergian anaknya yang sudah duduk di kelas 1 SMU. Karena mengalami pertarungan ala gladiator di sekolahnya. Terpaksa dia harus mengikut arus permintaan temannya untuk mengikuti perkelahian antar sekolah di Jakarta di sebuah taman. Lima lawan lima dari setiap sekolah, dan ternyata akhirnya anak dari seorang ibu yang malang, harus melepas anaknya untuk selamanya.

Ada duka yang mendalam yang sangat dirasakan oleh sang Ibu dan terus meminta keadilan kepada pemerintah, supaya kasusnya bisa diusut tuntas. Perjuangannya terus disuarakan melalui media-media sosial yang ada, hingga sampai viral dan akhirnya baru-baru ini pihak kepolisian kembali membuka kasusnya dan sudah menemui titik terang.

Yang pastinya sang pelaku adalah anak yang seumuran dia tentunya. Dan kemungkinan hukumannya yang mungkin ditanggung adalah hukuman untuk anak yang dibawah umur bukan hukuman seperti orang-orang yang sudah dewasa. Sebab ada undang-undang yang mengatur segala pidana yang dilakukan oleh anak-anak yang dibawah umur. Paling ringan hukumannya adalah akan mendapatkan semacam penyuluhan peringatan dari dinas sosial yang ada.

Ketika kehilangan terjadi atau perginya anak yang kita kasihi, pasti sangat merasakan kedukaan yang mendalam. Sebab akan teringat masa-masa dia bertumbuh sejak kelahirannya ke dunia ini, hingga menjelang dewasa. Mengingat dan terus mengenang apa yang dia lakukan, apa yang dia sukai, dan seluruh tentang dia pasti akan selalu menempel dipikiran kita untuk selamanya. Makanya sang ibu tidak rela untuk membiarkan ketidakadilan terjadi kepada anaknya dan terus berjuang hingga tercapai apa yang dia maksudkan.

Kepergian atau kehilangan seorang anak secara tidak wajar pastinya akan terus mendapatkan perhatian kita, dan bukan hanya kita, lingkungan masyarakat kitapun akan melakukan hal yang sama. Seperti yang juga baru-baru ini terjadi kepada bayi Debora, yang tidak mendapatkan penangangan secara serius oleh sebuah rumah sakit di Jakarta, akibat terkendala biaya administrasi yang tidak sanggup dipenuhi sang orang tua. Ketika disuarakan dan diviralkan beritanya, akhirnya mendapatkan respon yang serius dari pemerintah, dan dalam hal ini pihak rumah sakit tentunya.

Setiap orang tua pasti selalu berusaha memberi yang terbaik bagi setiap anak yang sudah dianugerahkan kepadanya. Tapi melihat fakta dan kenyataan yang ada juga, masih banyak orang-orang yang menyia-nyiakan anak yang dikandung oleh mereka. Yang mungkin akibat dari pergaulan yang salah, sehingga tidak mengharapkan si anak yang ternyata sedang bertumbuh di rahimnya. Menggugurkannya dan tidak memberikan kesempatan hidup kepadanya.

Medan menjadi salah satu kota, tempat pembunuhan dari anak-anak yang tidak bersalah tersebut. Data di tahun 2016 yang disiarkan oleh TVRI lokal medan, bulan Juni 2017 lalu.  Tragis melihat dan mendengar berita itu. Hampir setiap hari menemukan anak-anak dibuang di tempat sampah, diselokan, dikebun masyarakat, dan bahkan di sungai-sungai. Mungkin bukan hanya kota Medan, kota-kota yang lainpun pasti pernah menemukan kasus-kasus yang seperti ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun