"92.5 RRI Produa FM" Kalimat diucapkan dengan cepat. "Halo Paramuda! Bertemu lagi dengan saya DJ Rinta. "Dan saya DJ A."
"Kita jumpa lagi di Sore Ceria! Bikin Sore Kamu Makin Berwarna!" diucapkan sambil tersenyum, lalu tangan menaikan tombol geser pada alat di meja tanda meninggikan volume background lagu.
Hari itu hari pertamaku menjadi penyiar SMA. Suatu kehormatan yang membanggakan bisa menjadi salah satu anak muda besutan RRI Produa Lampung. Kala itu SMA kelas 2.Â
Kantor RRI berada di Pahoman, Bandarlampung. Dekat sekali dengan Rumah 'Nun'.. Nenekku. Ibu dari Mama ku.. menuju kantor RRI dekat sekali. Tinggal jalan sebentar, keluar pintu belakang rumah Nun. Lalu melewati rel kereta api... Pelan-pelan menyeberang dengan jembatan kecil kayu.. lalu sampai di jalan aspal dan jalan kaki saja ke depan.. Kemudian menyeberang jalan raya. Lanjut jalan di pinggir trotoar sebentar lagi lalu masuk gerbang RRI. Atau kalau naik angkot sebentar juga bisa. Ongkosnya 2000 Rupiah saja..
Saat itu tahun 2009 atau 2010. Kata pembuka siaran di atas masih aku ingat hingga kini. Saking hapalnya. Kala itu aku pribadi merasa bangga sekali bisa on air perdana. Tak pernah terbayang olehku bisa siaran di ruangan kedap suara milik radio RRI.Â
RRI Produa FM punya program namanya SoreCeria atau Sorcer. Mereka menggaet para anak SMA untuk menjadi tim penyiar untuk jangka waktu tertentu, sambil diajarkan ilmu tentang broadcasting dan dunia penyiaran.Â
Dari banyaknya peserta aku termasuk yang lolos. Beberapa kali ikut pembelajaran jadi penyiar Radio. Bersemangat mempelajari hal baru, dan beberapa kali siaran tentu jadi pengalaman berharga bagiku.
Di mana seorang penyiar harus profesional, selelah apapun tubuhnya, ada masalah pribadi atau tidak, jika sedang siaran lepaskan semuanya. Dan tersenyumlah sambil menyapa pendengar dengan bersemangat.Â
Karena pendengar tidak mau tahu, inginnya program berjalan dan mereka bisa mendengar penyiarnya dari siaran Radio. Dan ingin merasa terhibur mendengar suara penyiar dan alunan lagu yang disajikan.Â
Saat itu Radio masih besar eksistensinya.. maka saat SMA diterima mejadi penyiar Soreceria orangtua jadi turut bangga. Apalagi saat siaran perdana.. mama ku sampai ajak semua saudara untuk denger suaraku.. Aah gimana ga makin grogi di buatnya!
"Mak, nanti dengerin Wulan ya.. jam 4 sore di Radio. Dengerin Produa ya 92.5 FM. Ganti dulu. Jangan dengerin Kecana FM dulu.." ujar Mama ku menelpon Nun 4 jam sebelum aku siaran dengan bersemangat. Begitu pula tante-tante yang lain diberitahu semua oleh Mama.
Padahal jujur saat itu aku tidak Pede (percaya diri) dengan suaraku. Karena aku merasa suaraku terlalu ngebass untuk suara perempuan. Takut saat siaran seperti suara lelaki.Â
**
Kembali saat siaran.. kala iklan atau lagu sedang diputar ada materi yang disiapkan untuk dibacakan.. beberapa kali penyiar senior juga memberi kami arahan. Tentu kami tak dilepas begitu saja. Melainkan tetap diajarkan dan di pantau para penyiar senior.Â
Saat lagu selesai, kami mulai bicara lagi. Membicarakan hal atau info-info terkini. Harus terdengar pintar padahal kami sedang membaca materi kami. Ya materi memang dibaca, namun pelafalannya tidak boleh terdengar seperti membaca. Harus ya seperti bicara atau ngobrol biasa, tapi ada ilmu dan informasi yang di sertakan.Â
Satu hal ilmu yang aku ingat.. ada hal yang sedang dibahas.. namun aku menjawab "Ya itu deh..." (maknanya ya yang itu lah) sebenarnya karena lupa dengan pembahasan sebelumnya. Itu aku di tegur keras oleh penyiar senior. Ternyata penyiar tidak boleh terdengar tidak tahu, atau tidak peduli dengan suatu materi.
Jika ada yang bertanya, bagaimana caranya kok bisa ikutan seleksi jadi penyiar SMA? tentu karena ada salah satu sahabatku sejak SMP, Tiara namanya yang sudah menjadi penyiar RRI Produa FM dari dulu, bahkan sejak ia menjejak SMA kelas 1. Tiara memiliki suara yang renyah dan enak sekali di dengar. Maka saat ada info bukaan untuk seleksi penyiar Sorcer Tiara lebih dulu menginfokan pada kami yang notabene lebih dekat dengannya. Saat itu aku dan Monic yang ikut seleksi dan kami berdua lolos.Â
Pengalaman jadi penyiar SMA kala itu jadi hal yang tak terlupakan bagiku. Buktinya hingga saat ini aku masih mengingatnya. Dan malah menuliskannya di Kompasiana sebagai jejak pengalamanku. Wah begini-begini.. walau tampaknya sering wara-wiri periksa pasien, pernah juga on air jadi penyiar loh! Hehe.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI