Kata orang hidup di Jakarta pasti nyaman. Pasti mapan. Semenjak Covid melanda Indonesia, hidup Pak B berubah. Â Usia 35an, dirumahkan karena covid. Sedangkan kantor swasta mana yang mau menerima pegawai usia 35an dengan para sarjana yang lulus banyak sekali tiap tahunnya.
Keluarga bertahan dengan sisa tabungan yang ada. Istri sedang hamil anak pertama. Butuh biaya lahiran. Puluhan lamaran pak B sebar kemana saja sesuai peminatan bidangnya. Namun nihil. Hingga akhir tahun mungkin sudah ratusan CV Lamaran disebar via email. Namun yang sampai wawancara hanya 1 atau 2. Itupun ditengah gempuran saingan orang dalam.Â
Tes masuk hanya sebagai formalitas. Mereka di titip dengan petinggi kantor, untuk masuk menjadi pegawai. Lalu untuk apa pegawai yang lain menghabiskan waktu ikut test segala namun berakhir sia-sia? Tidak di pandang sama sekali karena memang sudah ada kandidat pegawai rekomendasi orang dalam tadi?
Di tengah persaingan yang sangat ketat, ternyata nepotisme masih mengintai di tahun 2022 kala itu. Suatu ketika seorang Dosen dari tempat kuliah Pak B yang dulu menghubungi. Di katakan ada lowongan kerja di sebuah lembaga. Karena Pak B masih menganggur dan tidak ingin membiarkan istri mencari nafkah sendiri di tambah istri sedang mengandung maka dengan senang hati mau mencoba untuk tes di lembaga itu. Sesi wawancara, dan Pak B berusaha sepenuh hati menyelesaikan wawancara dengan baik. Pak B dinyatakan lulus. Ia mulai bekerja lagi. Beberapa minggu bertugas ternyata harus bekerja shift. Pak B mendapat tugas untuk kerja malam.Â
Shift malam bekerja malam pulang pagi. Setiap hari membuat Pak B kelelahan, siklus tidurnya berubah, tidak bertemu dengan istrinya. Karena pagi hari istrinya sudah pergi kerja. Sedangkan saat istrinya pulang sore, Pak B sudah bersiap akan kerja shift malam lagi. Beberapa bulan menjalani pekerjaan di bidang penyiaran membuat Pak B tidak nyaman. Bukan karena pekerjaannya namun karena waktu bekerjanya malam hari membuat dirinya tak nyaman.
Lalu pak B memilih resign dari tempat kerja di lembaga itu. Walaupun belum ada backup kerjaan lainnya.Â
Lagi, Pak B kembali berjuang mencari kerja. Pak B sudah memiliki anak. Gaji terakhir lambat laun tak mencukupi kebutuhan, ada anak yang baru saja lahir. Pak B kembali menyebar lamaran kerjaan kembali ke puluhan instansi yang membuka lowongan kerja. Namun hanya sampai pendaftaran, dan wawancara. Selebihnya tidak ada pengumuman lagi. Kali ini Pak B ingin mencoba cara lain dengan menghubungi semua link yang ia punya. Pak B memiliki riwayat dahulunya adalah seseorang yang pernah mengabdi di pedalaman, dibifang pendidikan. Disini ia bertemu teman lama yang sama-sama dulunya pernah dalam program pengabdian. Mengajak Pak B untuk bergabung di tempat kerjanya. Pak B menjadi tim acara salah satu kandidat Capres, semasa periode kampanye. Memiliki tim yang solid, memiliki kegiatan dan tentunya kini Pak B memiliki gaji yang cukup. Walau memang gaji selalu harus dipotong untuk biaya pinjaman yang beberapa lalu terpakai untuk menutupi kebutuhan hidup. Pak B yakin bisa menyelesaikannya. Pak B merasa senang menjalani pekerjaan baru nya. walau pernah berada di titik sangat padat pekerjaan, harus keluar kota untuk menemani tim kampanye. Pak B berusaha bekerja sebaik mungkin, dan membuka jejaring seluas mungkin. Setelah musim pemilu berlalu, ternyata kandidat yang didampingi pak B tidak lolos. Ya, belum menang menjadi presiden. Maka, lagi.. Pak B kembali di rumahkan. Hanya bertahan sampai 8 bulan berada di pekerjaan yang dirasa nyaman bersama Capres tadi.Â
Perpisahan dengan team berlangsung hangat dan berbahagia. Walau senyum yang terakhir, lalu menyudahi kebersamaan bekerja. Pak B dan keluarga mendapati kenyataan lagi: harus berjuang mencari pekerjaan kembali. Rasanya melelahkan harus berkali-kali keluar masuk suatu pekerjaan. Namun realita ini yang didapatkan, maka tiada alasan lain selagi terus berjuang. Â Berjuang untuk kelangsungan keluarga dan anak yang sedang tumbuh. Tentu Pak B tidak ingin membiarkan istrinya bekerja sendirian. Ia ingin pula mencari nafkah yang layak untuk keluarga tercinta. Pak B dan istrinya tutup mulut dengan kondisi ekonomi keluarga mereka, tidak menceritakan kesulitannya pada siapa pun. Sehingga orang-orang di Kampung Halaman taunya Pak B dan keluarga hidup enak dan layak di Jakarta. Padahal tak semuanya berjalan mulus. Tak selalu berjalan baik. Perjuangan akan terus diusahakan oleh Pak B dan istri untuk kelangsungan keluarganya. Yang pasti dengan cara halal dan menghindari pesugihan tentunya.Â
Jatuh bangun dirasakan pak B. Memang sulit mendapatkan pekerjaan yang baik dan nyaman. Kerap berhenti di tengah jalan. Namun Pak B tidak menyerah untuk berupaya mendapatkan kerjaan yang baik lagi