Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kitalah yang Menciptakan Koruptor

1 Mei 2017   22:46 Diperbarui: 2 Mei 2017   10:32 1879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: megapolitan.kompas.com

Penyebab sengkarut berbagai masalah di negara ini bisa diarahkan ke para koruptor. Kebocoroan anggaran negara yang ditenggarai hingga sepertiga mengakibatkan hancurnya kondisi bangsa. Nilainya, jika memakai APBN 2017, setara dengan Rp. 400 trilyun.

Sudah 70 tahun negara yang kita cintai ini merdeka, tetapi bangsa ini tetap menjadi negara dunia ketiga. Istilah lainnya negara berkembang. Digelari sebagai negara berkembang karena memang belum muncul sebagai negara yang maju di berbagai sektor dan mampu bersaing dengan bangsa lain.

Coba kita simak beberapa buktinya. Jika negara Filipina bisa mengekspor pekerja migran dengan kualitas tinggi, maka Indonesia hanya bisa memberangkatkan tenaga kerja untuk kelas buruh, sering disebut blue collar workers. Meskipun sekali-kali mahasiswa Indonesia menjuarai beberapa ajang perlombaan, tetapi secara internasional universitas kita masih jauh dari peringkat universitas-universitas ternama di luar negeri. Sebut saja beberapa yang terkenal seperti Harvard University di Amerika Serikat, University of Cambridge di Inggris dan masih banyak lagi. 

Di bidang lain negara ini juga masih kalah. Lihatlah, negara ini hidup dari hasil penjualan mineral mentah. Tembaga yang ditambang dari perut bumi Papua langsung dijual ke pasar luar negeri. Mentah-mentah, tidak terlebih dahulu diolah menjadi barang dengan nilai tambah bahkan syukur-syukur menjadi barang jadi atau finished good. Minyak mentah harus dikeluarkan langsung, dan pada saat negara ini butuh bensin, Indonesia harus membeli dari Singapura. Benar, dari Singapura. Aneh, bukan? Singapura tidak punya tambang minyak, tetapi bisa menjual bensin. Industri pengolahan di negara kita dimatikan, gegara perilaku koruptif ini. Kapasitas mengolah bahan mentah tidak pernah dibangun.

Selanjutnya, hasil-hasil pembangunan tidak berkualitas. Barang-barang yang diproduksi di Indonesia pun enggan dipakai anak negeri. Musababnya, kualitas yang rendah, karena sistem yang tidak baik. Mengapa sistemnya tidak baik, karena ekosistem yang baik tidak terbentuk disebabkan mentalitas korupsi tadi.

Artinya begini, karena ingin mendapatkan rente,seorang pejabat melakukan kolusi dengan pengusaha. Pengusaha merasa pejabatnya tidak melakukan apa pun, tetapi mendapatkan ‘keuntungan’ dengan cara curang. Akhirnya, sang pengusaha tidak ingin berproduksi dengan hasil yang bagus, sebab biaya operasionalnya tidak lagi mendukung. Harga barang menjadi mahal, karena ada titipan harga dari si pejabat itu.

Alhasil, produksi berhenti. Karena produksi berhenti, pejabat mengeluarkan peraturan untuk mengekspor barang yang sama dari luar negeri. Kembali, si pejabat menitipkan ‘sekian rupiah’ untuk setiap kilogramnya. Importir itu yang seringnya kenalan si pejabat dapat bekerja bermodalkan peraturan yang menguntungkan. Hasilnya barang melimpah, tetapi semua barang impor. Produksi dalam negeri layu.

Bisa kita saksikan, karena pelaku koruptif ini barang-barang jadi yang ada di Indonesia sebagian besar barang impor. Sementara barang dalam negeri tidak laku dan barang-barang mentahnya langsung dijual ke luar negeri.

Ini terjadi di hampir semua sektor pemerintahan. Setidaknya berdasarkan laporan KPK tahun 2016. Jadi tidak heran kemudian ada jembatan yang ambruk sebelum masa pakainya habis. Biaya pemeliharaan yang dikorupsi berujung pada kualitas jalan yang rusak terus-menerus. Bangunan sekolah sangat rentan roboh. Ancaman liftjatuh bebas gentayangan.

Bermula dari Sikap Gak Enak Hati

Mungkin anda pernah meminta bantuan seseorang untuk melakukan sesuatu, misalnya mengirimkan barang lewat jasa pengiriman. Ucapan terimakasih sebenarnya sudah cukup, karena pekerjaannya tidak terlalu sulit. Tetapi, seringnya kita merasa tidak cukup hanya mengucapkan terimakasih. Pastinya, kita akan memberi uang sebagai tambahan ucapan terimakasih tadi. Rasanya ada yang kurang jika tidak memberikan sedikit ‘upah’ untuk bantuan kecilnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun