Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kala Modernisasi Menyapa Manyang Cut

15 Mei 2017   22:27 Diperbarui: 16 Mei 2017   09:23 1045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mesin pemotong padi Kubota DC 70 dapat memanen lahan 1 naleh dalam 2 jam. Panen padi di Desa Manyang Cut di Pidie Jaya. Foto: Rinsan Tobing

Dengan proses yang sangat cepat ini, maka pemerintah Pidie Jaya mencanangkan panen 5 kali dalam 2 tahun. Proses ini tentunya akan mempercepat proses penciptaan swasembada pangan di Pidie dengan siklus tanam yang lebih banyak. Tampaknya modernisasi ini menjanjikan.

Kemudahan dan Dampak Negatifnya

Penggunaan mesin ini relatif masih baru di Pidie Jaya, sekitar tahun 2015. Penggunaan cara modern ini memang menjanjikan dengan efisiensi waktu dan biaya yang relatif. Tetapi proses ini juga membawa masalah bagi para buruh tani.

Petani tentunya memilih cara modern ini. Jika ini digunakan memang akan terjadi penggangguran buruh tani yang biasanya diberdayakan jika menggunakan cara-cara tradisional. Penggunaan traktor pemanen ini juga hanya efektif di lahan-lahan yang luas. Jika digunakan untuk lahan-lahan yang sempit tentunya disamping tidak bisa bermanuver, tentunya harga sewanya akan lebih mahal dibanding kapasitas lahan itu sendiri.

Sementara itu, kecenderungan yang terjadi dari tahun ke tahun yakni terjadinya pengurangan luas lahan. Menurut Badan Pusat Statistik, rata-rata lahan yang dimiliki per rumah tangga di Aceh pada tahun 2013 hanya 2.066 meter persegi. Lahan ini berkurang dari 10 tahun yang lalu yang berkisar 4.000 meter persegi. Lahan yang dimiliki ini adalah akumulasi. Bisa jadi lahan ini tersebar di beberapa lokasi dengan ukuran yang lebih kecil. Jika lahan-lahan ukurannya hanya 500 meter persegi, asumsikanlah demikian, mesin ini tidak akan bermanfaat banyak.

Di samping itu, lahan-lahan di pedalaman juga tidak akan bisa dipanen dengan mesin ini. Akses masuk tidak cukup dan juga lahan yang tidak rata. Di Aceh terdapat juga lahan-lahan sangat kecil dan berundak seperti ditemukan di Kecamatan Mane, Pidie Jaya. Untuk lahan seperti ini praktis yang masih bisa digunakan adalah cara-cara tradisional. Bisa dipastikan traktor ini tidak akan bisa digunakan untuk pertanian lahan sempit dan berundak seperti di Bali.

Dengan demikian, satu sisi modernisasi ini memang menjanjikan. Tetapi, dengan jumlah penurunan luas lahan yang diakibatkan oleh terjadinya konversi lahan menjadi daerah industri, menjadi tidak efektif.

Untuk para pemilik lahan luas maka moderninasi ini akan menjanjikan produktivitas yang tinggi dan menjanjikan keuntungan. Tetapi, pertani-petani dengan lahan sempit tetap tidak bisa memanfaatkan moderninasi berupa mesin pemanen ini. Jika konversi lahan tetap tidak dihentikan, modernisasi itu akan mati dengan sendirinya.

Akhir-akhir ini Jokowi menggencarkan program reformasi agraria dengan membagikan lahan ke masyarakat, tetapi lewat koperasi. Satu sisi ini juga sangat baik untuk meningkatkan sektor pertanian, tetapi jika tetap dimiliki oleh ‘korporasi’ berbentuk koperasi, maka masyarakat akan tetap menjadi buruh karena tidak ada lahan yang bisa diolah dengan produktivitas tinggi yang menjanjikan kesejahteraan.

Modernisasi ini menjadi sebuah pertunjukan yang hanya akan berlangsung sebentar karena lahan-lahan luas yang menjadi ‘kerdil’ karena konversi. Juga pertambahan jumlah anggota keluarga dimana lahan-lahan sawah itu harus dibagi-bagi. Ujungnya lahan mengecil dan tidak memenuhi skala ekonomisnya.  

Modernisasi di Mayang Cut sebuah desa di Pidie Jaya itu memang hasilnya menggetarkan jiwa dilihat dari efisiensi waktu dan biaya. Tampaknya, moderninasi panen dengan mesin itu akan segera sirna jika lahan-lahan itu dibiarkan mengerdil. Modernisasi memang selalu tentang skala. Skala yang besar. Seperti ladang-ladang gandum di Amerika sana yang ujungnya tidak tampak karena sangat luas dan pemiliknya hanya satu keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun