Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kartini Modern Itu Sewot karena Anak-anak Bungsunya

21 April 2017   17:48 Diperbarui: 22 April 2017   04:00 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: bisnis.news.viva.co.id

Sebagai ilustrasi, misalkan anda menginginkan sebuah televisi layar lebar dengan harga Rp. 5 juta. Karena tidak mampu membayar secara tunai, ada dua pilihan untuk mendapatkannya. Menabung hingga tercapai 5 juta, katakanlah satu tahun. Kemungkinannya bisa beli tunai, tetapi ada juga kemungkinan tidak. Sebabnya harganya bisa jadi naik.

Daripada menunggu selama 1 tahun, yang kemungkinan banyak faktor untuk tidak bisa menabung, maka dibeli secara kredit. Anda membayar bunga. Maka akhirnya anda akan membayar misalnya Rp. 5,6 juta. Harga lebih mahal tetapi anda langsung dapat menikmatinya.

Jadi anda membayar biaya bunga, tetapi anda bisa menikmati televisi langsung pada saat anda menyepakati perjanjian hutang. Anda tidak kehilangan kesempatan menonton televisi selama satu tahun itu, tetapi beban bertambah. Sebuah trade off yang wajar.

Dalam konteks negara juga demikian. Pemerintahan Jokowi ingin mengejar ketertinggalan dari negara lain. Biaya logistik yang tinggi yang bermuara pada harga barang yang juga tinggi mengakibatkan komoditas bangsa tidak kompetitif.

Untuk semua itu, diperlukan pembangunan infrastruktur di semua sektor prioritas. Sektor prioritas termasuk transportasi, telekomunikasi, energi, dan pendidikan. Dalam catatan Sri Mulyani, Indonesia membutuhkan pendanaan hingga Rp. 4.796 trilyun untuk pembiayaan infrastuktur selama 5 tahun.

Kebutuhan 2015-2019 ini tidak sepenuhnya dapat dipenuhi oleh ruang fiskal negara. Kemampuan pemerintah untuk membangun infrastruktur hanya Rp. 380 trilyun per tahun. Dalam 5 tahun, ruang fiskal untuk infrastruktur hanya Rp. 1.900 trilyun. Masih ada selisih sekitar Rp. 2.896 trilyun yang harus diupayakan. Maka, demi tidak kehilangan kesempatan untuk membangun lebih cepat yang bertujuan untuk mengatasi persoalan bangsa, maka utangan terpaksa dilakukan.

Hutang terbesar berasal dari pinjaman dalam negeri. Sementara pinjaman luar negeri bersifat bilateral, multilateral dan dari bank-bank komersial mencapai Rp. 728 trilyun. Indonesia tidak bisa menunggu hingga puluhan tahun untuk mengumpulkan uang sehingga terpenuhi kebutuhan pembiayaan.

Presiden sudah menyampaikan jika pembangunan infrastruktur ditunda lagi, biayanya akan jauh lebih besar. Jadi hutang menjadi pilihan logis ketika negara ini tidak mampu menyediakan ruang fiskal dan tidak ingin kehilangan kesempatan untuk membangun demi daya saing dan kemajuan bangsa.

Awas, Hati-Hati dan Jangan Sampai Bocor

Punya hutang tentunya memiliki risiko tersendiri. Sama seperti memiliki kartu kredit, yang juga merupakan bentuk hutang. Manfaatnya akan terasa jika dikelola dengan baik. Kehati-hatian, disiplin dan juga kontrol atas pengeluaran menjadi kata kunci untuk mendapatkan manfaatnya. Kesadaran akan kemampuan tentunya jadi kunci utama.

Hutang Indonesia pun harus diperlakukan secara prudent. Hutang yang bertumpuk harus dibayar dan disesuaikan dengan kemampuan negara mengembalikan. Standarnya, jumlah hutang tidak lebih dari 60% dari produk domestik bruto (PDB). Ini sesuai dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Rasio hutang PDB Indonesia saat ini masih dibawah 30%. Negara-negara kaya malah rasio hutangnya lebih dari 100% PDBnya. Sebut saja Jepang dan Amerika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun