Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sesungguhnya Para Pembenci itu Orang-orang Kuat dan Tangguh

1 Mei 2016   00:31 Diperbarui: 1 Mei 2016   01:47 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak luput dari para pembenci ini adalah para tokoh masyarakat yang berseberangan dengan Ahok. Bisa kita lihat sepak terjang dari Taufik dan Lulung yang akhir-akhir ini mendadak kalem dan berbicara lebih lembut pasca tertangkapnya Sanusi dalam kasus suap reklamasi. Lulung bahkan berandai-andai, jika dia ketua KPK, dia pasti telah menetapkan Ahok sebagai tersangka dan menjadikannya pesakitan.

Maka ketika Menteri Dalam Negeri mengatakan kalau beliau tidak masalah dengan gaya Ahok, karena masing-masing pemimpin punya gaya yang khas, dipastikan para pembenci ini akan blingsatan menahan perasaan yang teraduk-aduk tidak menentu.

Tennesee Williams (1959), seorang penulis buku dan dramawan terkenal dari Amerika Serikat mengatakan bahwa kebencian adalah perasaan yang hanya ada ketika pemahaman tidak ada. Hal ini bisa terjadi, karena para pembenci itu tidak bisa memahami lagi karena emosi kebenciannya yang sangat kuat telah menghilangkan rasionalitasnya. Awan gelap seperti telah menutup rasionalitasnya untuk dapat melihat sisi baik dari orang yang dibencinya. Dalam kasus Ahok, maka semuanya akan dilihat dengan cara yang sangat berbeda.

Tentunya masih ingat ucapan Hidayat Nur Wahid, mantan ketua MPR dari PKS, yang mengatakan bahwa kerja-kerja yang dilakukan Ahok menggunakan APBD untuk memberikan pelayanan publik yang terbaik bagi masyarakat miskin dianggap sebagai pencitraan dan kampanye terselubung. Ahok bekerja dengan baik saja dianggap negatif dan dituduh seperti itu. Bukankah seharunya APBD digunakan untuk pelayanan publik terbaik? Betapa kebencian itu telah menutupi rasionalitasnya.

Pada skala yang lebih tinggi, Jokowi yang melakukan pembangunan besar-besaran yang tidak jawa sentris dengan menghadirkan infrastruktur logistik melalui darat-dengan rel kereta dan jalan tol, dan tol laut di seluruh Indonesia, malah dituduh menghamburkan APBN serta tidak memperhatikan rakyat miskin. Gagal paham ini benar-benar parah. Infrastruktur dasar harus dibangun untuk meningkatkan perekonomian yang pada gilirannya memperbaiki hajat hidup masyarakat miskin. Mungkin bagi pembenci ini, memperhatikan masyarakat miskin adalah dengan memberikan BLT tiap bulan.

Semua perilaku para pembenci itu sangat mendalam dan emosional. Segala tenaga dan waktu dan pikiran diarahkan untuk menjatuhkan pihak yang dibencinya. Bisa dibayangkan, betapa banyak waktu, energi, emosi yang dilibatkan. Tekanan darah bisa tiba-tiba naik dan berteriak-teriak seperti orang gila di media.

Bisa dipahami, jika Nelson Mandela mengambil tindakan yang berbeda dengan keinginan rakyatnya ketika dia dibebaskan dari penjara pada tahun 1990 dan menjadi pemimpin Afrika Selatan pada 1994-1999. Mandela tidak mengajak rakyatnya untuk membenci kaum Apharteid yang telah menyengsarakan rakyat miskin dan non-kulit putih sekian lama. Dia mengatakan, “Lebih baik kita menggunakan energi dan sumberdaya membalas dendam untuk pembangunan bangsa ini.” Alih-alih membenci, Mandela memaafkan, tetapi tidak melupakan. Dia tidak memikul beban, dan jadilah dia bapak bangsa yang dicintai rakyatnya hingga akhir hayatnya.

Dengan segala kenyataannya bahwa membenci adalah sesuatu yang sangat personal, emosi yang kuat sekali, dan bertahan lama, sangat bisa dipastikan besarnya penderitaan dan sengsara para pembenci ini. Mereka menahan kebenciaan itu sekian lama dan berupaya mempertahankannya dengan kesabaran luar biasa. Karena kebencian itu menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan yang luar biasa, sesungguhnya para pembenci itu adalah orang-orang yang kuat dan tangguh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun