Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Kopi Sachet Jelmaan dari Episentrum Kopi Ulee Kareng

6 Oktober 2025   13:20 Diperbarui: 8 Oktober 2025   12:43 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dua sajian kopi sachet ulee kareng kopi itam dan sanger. (Sumber via kompas.com)

Ngopi di Aceh, rasanya seperti tradisi yang tidak boleh dilewatkan. Jika tamu mampir ke Aceh, pasti di sempatkan singgah, sekedar menikmati kopi pancong, kopi saring kental yang disaji dengan gelas kecil--boleh tanpa gula. Atau Kopi sanger--yang konon artinya "sama-sama ngerti". Entah dari mana datangnya. Tapi kini menjadi salah satu menu kopi spesial di Aceh. 

Makanya tidak salah jika julukan Banda Aceh, Kota 1000 Kedai Kopi. Kanan, kiri, muka dan belakang warung kopi berjajar padat, tak pernah ada yang sepi.

Teman saya punya jadwal ngopi sudah seperti minum obat, tiga kali sehari--pagi, siang dan malam. Malah ada yang sampai lima kali sehari. Ketemu tamu, diajak teman, ngajak teman, semuanya bermuara di warung kopi. Banyak orang yang menjadikan warung kopi sebagai tempat rapat, nugas, kongkow dan bisnis, bukan cuma sekedar ngobrol debat kusir.

Bahkan di Aceh ada pameo, "di warung kopi semua masalah bisa selesai". Kebayang dari mana solusinya?. Ya, karena banyak masalah diurus dan dibahas di warung kopi. Para petinggi di Aceh saja selama masa konflik dulu sering ketemuan serius ngomong soal politik di warung kopi. Seperti halnya kopi, semua masalah bisa cair. Meskipun pahit, tetap ada sedikit manisnya.

Barista warung Kopi Solong tengah mempersiapkan kopi. Warung kopi legendaris di Banda Aceh ini sudah berdiri sejak 1974.(KOMPAS.com/FIKRIA HIDAYAT) 
Barista warung Kopi Solong tengah mempersiapkan kopi. Warung kopi legendaris di Banda Aceh ini sudah berdiri sejak 1974.(KOMPAS.com/FIKRIA HIDAYAT) 

Semesta Kopi yang Menular

Mungkin karena semestanya memang kopi, maka orang yang bukan maniak pun bisa ketularan. 

Setelah semingguan sibuk dengan aktifitas mengajar, seringkali di akhir pekan saya sempatkan refreshing di kafe, warkop atau di pinggir pantai. Saat rehatnya, digunakan bersantai sambil menikmati penganan tradisional, dan tentu saja segelas kopi. Saya bukan pemilih harus kopi jenis Robusta, Arabica, atau Kopi Luwak, yang penting kopi--dan harus sachet!.

Pernah dengar apa kata para pecandu kopi yang bilang, “kopi itu digiling, bukan digunting”?. Sebagai bukan maniak dalam urusan per-kopian, saya tahu pernyataan itu dimaksudkan, bahwa menikmati kopi semestinya di kedai kopi, bukan di rumah, atau menunya pastilah berupa kopi giling asli yang langsung disaring, bukan kopi sachet!.

Meskipun sama-sama digiling, tapi kopi sachet diyakini oleh para penikmat kopi sejati sebagai fake coffee alias bukan sebenar-benarnya kopi. Maka sebuah iklan kopi sachet harus memaksakan tambahan narasi, “ada kopi aslinya gaes!”.

Kopi--persisnya entah sejak kapan, telah menjadi “teman setia”, tanpa memandang asal usul, apalagi perbedaan haluan partai politik. Meskipun ukurannya cuma jenis “kopi feminis”, saya menyebut begitu untuk membedakan dengan sebutan orang tentang kopi pahit, tanpa gula yang mungkin tepat disebut sebagai “kopi maskulin”.

Sementara kopi feminis, mungkin bisa coffee latte, capuchino, mochacino, atau kopi manis dingin alias “kopi mandi”. Setidaknya, begitu yang saya pahami sebagai orang awam, tapi merasa sok tahu.

Kenapa harus membahas kopi sachet alias kopi gunting?. Ini ada kaitan dengan sikon pandemi Covid19 yang pernah merajalela di tahun 2020-an. Istilah social distancing, physical distancing, work from home, stay at home, bahkan sekolah pun harus daring alias dalam jaringan alias online alias Belajar Dari Rumah (BDR).

Kondisi ini ternyata berimbas pada tradisi saya dalam menikmati kopi. Sehingga muncul istilah kopi drive thru, kopi take away karena larangan membuka kedai kopi dan larangan berkerumun untuk menghindari penularan pandemi covid19. Dulu menjadi kebiasaan saya menyebut kopi di warkop itu "kopi luring" sedangkan kopi sachet itu "kopi daring".

Sebenarnya istilah "kopi daring" dan "Kopi luring" saya sendiri yang buat. Menurut saya akan semakin menarik jika kosakata dunia per-kopian ditambahkan istilah baru “kopi daring” dan “Kopi luring”. Mengapa?, ini cuma sekedar untuk membedakan mana kopi yang spesial dan mana yang biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun