Sebenarnya hal yang menarik harus kita kaji lagi adalah cara pandang kita dalam memahami bagaimana impian seorang milenial memiliki rumah yang tidak lagi sederhana. Jika generasi sebelumnya mendambakan rumah permanen sebagai lambang keberhasilan, generasi milenial melihat rumah sebagai ruang yang harus bisa berubah bersama perjalanan hidup mereka.
Kita bayangkan saja situasi dan kondisi yang kita rasakan sekarang ini. Di tengah tekanan ekonomi, budaya nomaden baru, sebenarnya memikirkan gagasan redefinisi makna rumah bagi generasi milenial menjadi sesuatu yang krusial.
Di tengah realitas ekonomi yang semakin menantang, harga properti yang melonjak tinggi, dan gaya hidup generasi milenial yang terus berevolusi, muncul kebutuhan akan bentuk hunian yang lebih adaptif dan realistis. Rumah tak lagi sekadar simbol status atau pencapaian finansial, melainkan juga ruang fungsional yang harus bisa mengikuti dinamika hidup pemiliknya.
Dalam konteks inilah, konsep rumah tumbuh menemukan relevansinya. Munculnya kebutuhan akan solusi tempat tinggal semestinya tidak boleh kaku, tapi mampu mengikuti ritme hidup yang cair.
Konsep rumah tumbuh menjadi relevan kita tawarkan---sebagai sebuah pendekatan arsitektur dan perencanaan hunian yang adaptif terhadap waktu, kebutuhan, dan kemampuan finansial penghuninya, dalam konteks ini tentu saja untuk generasi milenial yang sedang menghadapi tantangan berat untuk bisa memiliki rumah. Lebih dari sekadar bangunan, rumah tumbuh mengajarkan generasi muda bahwa rumah adalah proses.
Bagi milenial yang mencari rumah bukan sebagai status, tapi sebagai tempat bertumbuh---secara pribadi, sosial, dan emosional---konsep ini bukan hanya relevan, tapi sangat dibutuhkan.
Rumah tumbuh sebenarnya bukanlah gagasan baru, tetapi dalam sikon dimana generasi milenial dihadapkan pada tantangan pelik memiliki rumah, konsep itu bisa memberi harapan baru. Lebih dari itu, konsep ini memberi ruang bagi perubahan. Seiring perjalanan hidup---menikah, memiliki anak, bekerja remote, atau bahkan membuka usaha dari rumah---hunian bisa diperluas atau disesuaikan. Dalam hal ini, rumah bukan produk jadi, melainkan proses hidup.
Konsep rumah tumbuh intinya adalah membangun rumah secara bertahap---dimulai dari ruang inti yang esensial, lalu berkembang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan penghuninya dari waktu ke waktu. Ini bukan hanya strategi teknis atau ekonomis, tapi juga filosofi hidup yang sejalan dengan nilai-nilai generasi masa kini: fleksibilitas, keberlanjutan, dan kesadaran terhadap proses, bukan hasil instan.
Membandingkan dengan generasi sebelumnya tentulah jelas beda. Gen X memiliki peluang karena sikon masih mendukung. Dalam artian, dengan pendapatan yang mereka dapatkan, masih dapat mengimbangi impiannya untuk memiliki rumah karena harga-harga kebutuhan dan rumah linier dengan pendapatan mereka.
Generasi milenial---yang kini berusia antara 25 hingga 40 tahun---menghadapi tantangan ekonomi yang belum pernah dihadapi generasi sebelumnya. Sementara orang tua mereka bisa menabung untuk rumah dalam waktu 5-10 tahun, milenial hari ini dihadapkan pada harga rumah yang melonjak tiga hingga lima kali lipat dari rata-rata pendapatan tahunan mereka. Inflasi menjadi-jadi dan tidak kenal waktu, sangat fluktuatif dan tidak dapat diprediksi. Belum lagi beban biaya hidup, utang pendidikan, dan ketidakstabilan pekerjaan akibat sistem ekonomi gig dan disrupsi teknologi.
Perbedaan lainnya adalah bagaimana cara pandang dua generasi dalam melihat rumah sebagai sebuah kebutuhan. Jika generasi sebelumnya mendambakan rumah permanen sebagai lambang keberhasilan, generasi milenial melihat rumah sebagai ruang yang harus bisa berubah bersama perjalanan hidup mereka. Rumah tumbuh menawarkan jalan tengah antara mimpi memiliki rumah dan realitas keterbatasan.
Jika memang rumah tumbuh dapat dijadikan alternatif solusi, generasi milenial tak perlu menunggu sampai mampu membeli rumah besar untuk memulai. Mereka bisa mulai dari yang kecil, fungsional, lalu menambahkan kamar, ruang kerja, atau area sosial seiring dengan perubahan hidup---pasangan, anak, atau kerja remote.