Tak sedikit orang tanpa  sebab tiba-tiba menangis di tengah malam hari ketika bermunajat di malam-malam ramadan. Meskipun hal itu bisa saja terjadi ketika kita shalat malam seperti tahajud, namun waktu-waktu tertentu di bulan ramadan bisa membuat kita tiba-tiba mengingat sesuatu tentang diri kita sendiri, termasuk hal-hal yang selama ini kita anggap sesuatu yang "aib" dan buruk dalam diri kita.
Di balik suasana religius yang menyelimuti bulan suci ramadan, ada satu proses yang sering terjadi secara diam-diam namun jarang kita kaji dan renungkan dengan mendalam, yaitu munculnya sisi gelap diri atau shadow self. Sesuatu yang berkaitan dengan mentalitas kita.
Ramadan terasa berbeda karena aktivitas duniawi berkurang dan kita memiliki waktu lebih banyak untuk merenung berkontemplasi. Kita mulai berhadapan dengan diri sendiri secara lebih jujur. Tidak ada lagi kesibukan yang bisa dijadikan pelarian, tidak ada lagi distraksi yang bisa mengalihkan perhatian kita dari pikiran dan emosi terdalam.
Namun banyak orang merasakan munculnya rasa gelisah, kemarahan yang tertahan, ketakutan yang selama ini kita abaikan, atau luka batin yang kembali terasa. Ini bukan kebetulan. Ramadan adalah waktu di mana seseorang berhadapan langsung dengan dirinya sendiri---karena godaan eksternal (setan) berkurang.
Dalam kesempatan yang langka seperti inilah menjadi kesempatan kita untuk melakukan shadow work---proses menyelami sisi gelap diri agar kita benar-benar berkembang secara otentik.
Shadow Self, Sisi Diri yang Sering Diabaikan
Dalam psikologi, shadow self adalah bagian dari diri kita yang tersembunyi di bawah kesadaran---bagian yang berisi ketakutan, trauma, kemarahan terpendam, atau sifat-sifat yang kita tolak dan sembunyikan. Carl Jung, seorang psikolog terkenal, menyebut shadow self sebagai sisi yang kita takuti atau malu untuk akui sebagai bagian dari diri kita sendiri.
Sehingga saat Ramadan tiba, banyak orang mengalami inner turbulence---perasaan tidak nyaman yang muncul tanpa sebab yang jelas. Tiba-tiba kita merasa mudah tersinggung, cemas tanpa alasan, atau merasakan kesedihan yang sebelumnya tidak kita sadari. Ini terjadi karena dalam keheningan Ramadan, shadow self mulai muncul ke permukaan.
Biasanya, dalam keseharian, kita bisa "kabur" dari bayangan diri ini dengan bekerja, menonton hiburan, atau tenggelam dalam pergaulan. Tapi Ramadan, dengan semua kesunyian dan refleksinya, memaksa kita untuk duduk bersama diri sendiri.
Selama Ramadan, kita diberi kesempatan untuk masuk lebih dalam ke dalam diri sendiri, sehingga beberapa hal yang menarik sering terjadi dan bisa jadi kita juga mengalaminya.
Ada orang yang tiba-tiba merasa marah tanpa sebab yang jelas. Tiba-tiba merasakan kesedihan mendalam, merasa telah melakukan begitu banyak kesalahan, padahals ebelumnya tidak pernah kita sadari atau memang kita abaikan.
Ada yang merasa sangat lelah secara emosional, meskipun aktivitas fisik mereka berkurang. Ternyata inilah pertanda bahwa ada sesuatu dalam diri yang selama ini kita abaikan, dan Ramadan memberikan ruang bagi emosi tersebut untuk muncul.
Bahkan banyak orang yang mulai menyadari hubunganya dengan Tuhan ketika ramadan tiba. Lalu mempertanyakan, "Apakah saya beribadah karena ingin dekat dengan Allah, atau karena takut dosa dan takut dengan neraka?"
"Apakah saya berbagi dengan orang lain karena tulus, atau karena ingin terlihat baik di mata mereka?" Dengan beragam hikmah ramadan yang terasa hingga ke relung hati terdalam, kita seolah dipaksa untuk mengonfrontasi niat terdalam kita, dan ini bisa menjadi pengalaman yang tidak nyaman.
Terutama ketika kita menyadari kesalahan atau perbuatan kita yang selama ini kita anggap tidak tulus atau diakukan berdasarkan pamrih atau niat tidak ikhlas, meskipun tanpa kita sadari.