Mohon tunggu...
Rini Hidayah
Rini Hidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa prodi geografi

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pola Adaptasi Perumahan Panca Bencana Longsor UNDIP Semarang

31 Desember 2021   17:00 Diperbarui: 31 Desember 2021   17:43 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

POLA ADAPTASI PERUMAHAN PANCA BENCANA LONGSOR
STUDI KASUS : PERUMAHAN UNDIP SEMARANG
Universitas Lambug Mangkurat
Rini Hidayah,Dr.Nasruddin
MahasiswaProgramStudiGeografi,FISIF-ULM DosenProgramStudiGeografi,FISIP-ULM
ProgramStudiGeografi,FISIP,UniversitasLambungMangkurat
Jl.Brigjen.HasanBasri,Pangeran,Kec.BanjarmasinUtara
KotaBanjarmasin,KalimantanSelatan70123
E-mail : 2110416320031@mhs.ulm.ac.id
 
ABSTRAK
Urgensi adaptasi masyarakat terhadap bencana longsor sebagai salah satu upaya
keberlangsungan hidup. Permasalahan pesatnya perkembangan Kawasan perkotaan
mengakibatkan meningkatnya kebutuhan ruang perkotaan, terutama sektor perumahan dan
permukiman. Perumahan dan permukiman adalah salah satu dari kebutuhan dasar manusia yang
harus terpenuhi. Pengadaan perumahan membutuhkan lahan yang sesuai, namun lahan yang
sesuai untuk perumahan di kota Semarang sangat terbatas. Hal ini menyebabkan kawasan yang
tidak sesuai untuk perumahan (kawasan rawan bencana tanah longsor) terbangun sebagai
perumahan. Perumahan UNDIP Dewisartika tadinya bukan merupakan daerah rawan bencana
longsor, akan tetapi kondisi lingkungan yang buruk menyebabkan perumahan ini terkena
bencana longsor. Terjadinya fenomena tersebut, memunculkan respon masyarakat untuk
beradaptasi menyesuaikan diri untuk bertahan hidup di lingkungannya. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bentuk adaptasi yang di lakukan masyarakat. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif deskriptif, dengan teknik purposive sampling (mengambil penarikan sampel
yang sesuai). Analisis yang dilakukan berupa identifikasi area bencana pada perumahan, serta
bentuk pola ruang yang timbul akibat adaptasi masyarakat. Hasil penelitian menunjukan bahwa
perumahan UNDIP merupakan daerah yang berpotensi terjadi bencana, upaya yang dilakukan
masyarakat berupa pemberian jalur air pada lereng dan pembangunan talud di sebelah lereng,
serta terdapat kemiripan pada pola ruang yang terbentuk dari adaptasi yang dilakukan
masyarakat

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kota merupakan suatu kawasan
permukiman yang didalamnya terdapat
berbagai kegiatan sosial dan ekonomi,
dimana terdapat fasilitas-fasilitas
pendukung untuk menunjang kegiatan
masyarakat yang ada di dalam wilayah
tersebut. Kota dapat dilihat dari kepadatan
penduduk, status hukum, batas administrasi
dan kepentingannya. Perkembangan kota
yang terdapat di Indonesia merupakan kota-
kota berkembang yang dipengaruhi oleh
faktor ekonomi dan mobilitas penduduk
yang berkegiatan di dalam suatu kawasan
kota tersebut. Perkembangan suatu kota
pada umumnya berbeda-beda hal ini
dikarenakan factor - faktor yang
mempengaruhi perkembangan tersebut pada
setiap wilayah kota berbeda. Faktor-faktor
tersebut antara lain : kondisi geografis,
topografi wilayah, jumlah penduduk,
kondisi sosial ekonomi penduduk dan peran
pemerintah. Dalam perkembangannya suatu
kota memiliki karakteristik bentuk,
karakteristik bentuk itu biasa disebut
dengan morfologi kota. Morfologi kota
dapat terbentuk karena adanya interaksi
baik secara spasial atau sosial ekonomi
masyarakat didalamnya. Morfologi kota
yang terbentuk berupa wujud fisik kota
tersebut, wujud fisik kota itu terbentuk
utamanya karena kondisi fisik wilayah dan
juga kegiatan sosial ekonomi masyarakat.
Interaksi desa dan kota sangat penting.
dilihat dari beralihnya mata pencaharian
masyarakat desa dari agraris ke nonagraris,
munculnya pengelaju karena didukung oleh
sarana transportasi yang memadai,
perdagangan hasil pertanian, industri, dan
kemajuan bidang pendidikan. Oleh karena
itu, interaksi kota dan desa sangat
menentukan pola persebaran masyarakat
desa dan kota. Hubungan desa dan kota
dapat ditinjau sebagai berikut: ditinjau dari
kepentingan masyarakat kota, interaksi desa
dan kota untuk pemenuhan kebutuhan
bahan pangan dan bahan dasar industri.
Ditinjau dari masyarakat desa, interaksi
desakota mendorong masyarakat desa untuk
mencari pekerjaan di kota dan memenuhi
kebutuhan fasilitas pelayanan masyarakat,
seperti pusat perbelanjaan, sehingga
masyarakat desa dan kota saling
membutuhkan. Perkembangan kota di
Indonesia ini dapat digeneralisasikan
menjadi tingkatan atau tahap pembangunan
kota, antara lain Kota Indonesia Awal, Kota
Indische, Kota Kolonial, dan Kota Modern
(J.M. Nas, 1986). Kota Indonesia Awal ini
adalah kota--kota yang masih mempunyai
struktur yang jelas mengenai aturan--aturan
kosmologis dan pola sosio kultural yang
direfleksikannya, kota ini terdapat pada
masa kerajaan, seperti Sriwijaya, Kutai,
Majapahit, Demak, ataupun Mataram Islam.
Indonesia pada awalnya mempunyai 2 tipe,
yaitu kota pedalaman dengan karakter
tradisional dan religius dengan basis
aktivitas pertanian dan kota pantai yang
berbasis pada aktivitas perdagangan.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan kegiatan pikir
yang dilakukan secara terencana, untuk
mendapatkan jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan tertentu, dalam kerangka
mencari cara untuk memecahkan suatu
masalah. Kegiatan penelitian merupakan
suatu proses, yang mencakup serangkaian
langkah-langkah, yang dijalankan secara
sistematis (saling mendukung). Langkah-
langkah yang dimaksud secara umum
meliputi hal-hal sebagai berikut
(Suryabr\ata, 1987) :
1. Pengenalan (identifikasi) dan
perumusan masalah penelitian.
2. Penelaahan kepustakaan.
3. Penyusunan kerangka teori dan
hipotesis.
4. Pengenalan dan pemberian definisi
operasional variable - variabel
penelitian.
5. Penetapan data untuk penyusunan
variabel penelitian.
6. Penentuan populasi dan sampel
7. Pengumpulan data dan pengembangan
instrumen penelitian.
8. Pengelolaan data dan analisis
penelitian.

9. Interpretasi hasil analisis dan
pembahasan
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Abraham Maslow menjelaskan
bahwa terdapat beberapa tingkatan untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Salah
satunya adalah hierarki kebutuhan manusia
terhadap pemenuhan hunian yang terdiri
dari: survival needs, safety and security
needs, affliation needs, estem needs,
cognitive dan aesthetic needs (Fullilove &
Fullilove 3rd, 2000). Berdasarkan Undang-
undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan danPemukiman. Perumahan
adalah kelompok rumah yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang dilengkapi dengan
sarana dan prasarana lingkungan sebagai
hasil upaya pemenuhan rumah yang layak
huni. Permukiman adalah penataan
kawasan yang dibuat oleh manusia yang
bertujuan untuk bertahan hidup.
Permukiman juga dapat diartikan sebagai
suatu kawasan perumahan yang ditata
secara fungsional sebagai satuan sosial,
ekonomi, dan fisik tata ruang, dilengkapi
dengan prasarana lingkungan, sarana
umum, dan fasilitas sosial. Permukiman
dan perumahan akan berjalan dengan baik
jika memiliki beberapa unsur, yaitu nature
(alam), man (manusia), society (kehidupan
sosial), shell (ruang), dan networks
(hubungan) (Doxiadis, 1972).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
dalam pemilihan lokasi perumahan adalah
kenyamanan, keamanan, daya tarik lokasi
perumahan terhadap aksesibilitas dan
lingkungan (Luhst, 1997). Aksesibilitas
atau kemudahan pencapaian ke tempat
ketja, pusat perbelanjaan, kesehatan,
sekolah, rekreasi, ibadah dan lokasi lainnya
yang memerlukan petjalanan. Selain
aksesibilitas, keadaan lingkungan fisik
(kebersihan air, udara, kenyamanan dan
keadaan lingkungansosial perumahan)
merupakan faktor yang juga
dipertimbangkan dalam pemilihan
perumahan.
1. Bencana Longsor
Penyebab utama terjadinya bencana
adalah terjalinnya interaksi antara
kerentanan (vulnerability) dan bahaya
(hazard) (Imanda, 2013). Bencana
longsor merupakan bencana yang yang
merupakan suatu atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam
berupa tanah longsor.
Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No.22 tentang Pedoman Penataan
Ruang Kawasan Rawan Bencana longsor,
menjelaskan bahwa kawasan rawan
bencana longsor adalah kawasan lindung
atau kawasan budi daya yang meliputi
zona-zona yang dapat berpotensi longsor.
Penetapan kawasan rawan bencana
longsor dan zona berpotensi longsor
didasarkan pada hasil pengkajian terhadap
daerah yang diindikasikan berpotensi atau
diperkirakan akan terjadi longsor. Dalam
menetapkan tingkat kerawanan dan
tingkat risikonya di samping kajian fisik
alami yang lebih detail, juga dilakukan
kajian berdasarkan aspek aktifitas
manusianya.
Mekanisme terjadinya tanah
longsor bermula dari air hujan yang telah
meresap ke dalam tanah lempung yang
ada di lereng. Derasnya hujan
mengakibatkan semakin meningkatnya
debit dan volume air yang tertahan,
sehingga air dalam lereng ini semakin
menekan butiran - butiran tanah dan
mendorong tanah lempung pasiran yang
tadinya dalam keadaan statis menjadi
bergerak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
tejadinya tanah longsor adalah kemiringan
lereng, curah hujan, geologi, dan
penggunaan lahan (Paripurno et al., n.d.).
Namun, tidak semua lereng memiliki
potensi untuk terjadi longsor (Karnawati,
2005). Tanah yang berbakat longsor
bersifat gembur, sehingga hujan deras
sangat efektif untuk berpotensi
melongsorkan tanah. Namun bila tanah
bersifat tidak gembur maka hujan akan
menjadi air limpasan (run-off).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun