Mohon tunggu...
Rinda Gusvita
Rinda Gusvita Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Institut Teknologi Sumatera

MSc on Agro-industry Technology. Saya philantropist yang senang membaca, jalan-jalan, berjuang untuk eco-friendly lifestyle, memetik pelajaran dari mana pun kemudian membagi-bagikannya. Bisa kontak saya di rindavita@gmail.com atau keep in touch lewat akun media sosial dan www.rindagusvita.com. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bahagia Bersama Meski Jarak Memisahkan Kita

28 Desember 2020   15:21 Diperbarui: 28 Desember 2020   15:29 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Terima kasih, kamu punya uang dari mana bisa beliin Ibu ini?"

"Terima kasih, tasnya Mamah suka banget!"

Hatiku berbunga-bunga demi membaca pesan dari Ibu dan Mamah mertua Saya. Rasanya ikut merasakah kebahagiaan mereka meski jarak kami berjauhan. Mungkin kebahagiaan mereka bukan perkara nilai dari hadiah yang Saya berikan. Lebih dari itu, mereka bahagia karena merasa berharga dan dicintai meski jarak memisahkan. Bukan, Saya bukan mengirimi mereka susu bayi ataupun berbelanja di sebuah marketplace. Simak sejarahnya paket cintanya di bawah, ya.

Sengaja Saya mengumpulkan uang dan sedikit bekerja lebih keras hingga akhir tahun agar bisa memberikan sesuatu untuk mereka. Dipikir-pikir jarang sekali Saya dan Suami bisa memberi kepada orang tua, apalagi kepada orang lain. 

Lagi pula kami patut bersyukur karena meski didera pandemi, kami masih bisa bertahan. Bahkan sebenarnya bukan sekedar bertahan meski usaha Suami saya lekang dimakan keadaan, tapi justru rezeki kami dibuat seperti berlipat-lipat oleh Tuhan.

Jika direnungi lagi, pandemi memberikan banyak sekali pelajaran. Awalnya kami pun sempat marah, stres dan kalang kabut. Namun ternyata bukan sikap seperti itu yang diinginkan Tuhan, kami harus lebih bijak. Kami lupa bahwa kami jarang sekali menghitung berkat, kami hanya menghitung nestapa demi nestapa yang mendera.

Syukurlah, kami masih diberikan waktu untuk belajar, kemudian bersyukur, hingga akhirnya bisa berbuat lebih banyak. Kami juga ditunjukkan betapa berbagi, memberi dan menyantuni tidak perlu menunggu kami berada dalam kondisi yang berlebihan. Justru kami sadar bahwa sebenarnya Tuhan sedang menitipkan sedikit bagian rezeki orang lain melalui kami.

Tersungkur dari bisnis membuat Suami Saya pun memutar otak. Hingga akhirnya kami berniat membantu para pedagang kecil yang masih harus pergi kepasar demi berjualan untuk tetap dapat makan. Kami membuka layanan belanja sayuran online. Didukung lokasi rumah yang dekat dari pasar, memudahkan kami dalam melihat situasi. Kami mendatangi pedagang kecil dan kelompok-kelompok rentan, membeli dagangan mereka agar mereka cepat pulang. Cepat pulang artinya mereka tidak terpapar risiko penyakit di pasar dan jalanan. Cepat pulang artinya mereka mendapatkan rezeki untuk sekedar makan. Cepat pulang artinya mereka bisa beristirahan untuk menjaga kondisi badan.

Suami Saya kepasar tiap pagi, kemudian mengantar pesanan sayuran menggunakan sepeda motor. Terkadang, jika pesanan sedang banyak, atau Saya sedang banyak pekerjaan urgent, kami berbagi rezeki dengan pengemudi ojeg online. Mereka yang mengantarkan pesanan sayuran kepada pelanggan.

Setelah itu Saya masih harus bekerja dari kantor, sementara Suami dengan ikhlas harus menjaga anak karena daycare ditutup. Hingga hampir setahun pandemi, rutinitas ini sudah seperti autopilot kami jalani. Ketika Saya harus pergi, maka Suami Saya akan tetap di rumah menjaga anak, juga sebaliknya.

Pandemi bukan perkara siapa beruntung dan siapa yang buntung. Pandemi bagi kami adalah waktu-waktu yang tepat untuk memberi, menyantuni dan ikhlas terus menjalani hari-demi hari. Ibaratnya, nyawa kita saat ini sedang disortasi. Siapapun punya risiko yang sama. Siapapun punya peluang yang sama. Lantas apa lagi yang masih dapat kita sombongkan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun