Mohon tunggu...
Rinawati Acan Nurali
Rinawati Acan Nurali Mohon Tunggu... Editor - Suka jalan, siap mendengarkan, suka. Suka-suka.

Sebagai warga yang baik, selalu ingin berbagi setidaknya lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Asma dan Sabtu

29 Januari 2022   20:49 Diperbarui: 29 Januari 2022   20:57 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari masih gelap. Ia terbangun disaat tenggorokkannya gatal dan dadanya terasa berat. 

dingin udara tak lagi ia rasakan. Sesaknya semakin bertambah. Ia bangkit, membetulkan tempat tidurnya dengan meninggikan susunan bantalnya. ia mulai mengatur pernafasannya. Meski begitu dadanya masih sakit, dan lehernya seakan tercekik. bergegas ia bangkit berdiri, meski lemas, badan sempoyongan karena tak mendapatkan oksigen dengan baik. darahnya mulai cepat mengalir, membuat denyut jantung berdetak kencang. Kepalanya terasa oleng. ia duduk kembali. mencoba memulai lagi. Nafasnya terengah-engah. Ia membiarkan imajinasinya, bermain dengan nikmat sembari berdoa "saya kuat pasti bisa hadapi ini. Tuhan tolong jaga saya".

Air hangat yang ada dalam termos ingin diraih dan diteguknya. namun sayang, sesak didada tak membiarkan dia bergerak dengan leluasa sesuka hati. Ia masih terus bersandar ditembok yang bercat cream kesukaannya. kamar 3x3 itu terasa sumpek meski sendiri. rasanya ingin teriak meminta bantuan padasiapa saja yang mendengar teriakannya. Tetapi, Asma tak ingin cepat-cepat melepaskan diri darinya. Imajinya terus bermain, segala ketakutan datang merayu. Menghadirkan ingatan-ingatan kejadian yang sama persis dengan yang saat ini sedang dialaminya. 

Ditengah malam, gelap buta. Ia mulai terasa seperti sedang sekarat. Matanya mulai panas, hidungnya sedari tadi terus mengeluarkan endir cair yang tak menyenangkan. Ia menangis ditengah malam, dengan dada yang masih terikat kencang. Deru nafasyang tak beraturan. Ia mulai membayangkan dirinya yang sekarat dan tak ada sesiapa untuk diminta tolong. Ia hanya mengingat akan kematian, sedang diluar tikus-tikus berlarian, mencabik, merobek-robek kertas sampah. Mereka tak peduli pada penghuni kamar yang sedang merintih nyeri kesakitan. Tak kuasa lagi ia menahan sesaknya, ia mencoba membalikkan keadaan. I mulai mengatur nafas yang tak seirama, mengambil ancangan-ancang untuk menarik nafas dengan sekuat tenaga. Meski ia tahu, cekikan dilehernya seperti bertambah kuat pula. 5 detik saja, ia tak bisa untuk menahan. Dicoba kembali, menenangkan imajinasinya yang liar. Perasaannya yang tak karuan. dan hatinya yang ketakutan. 

'Ahk sial besok, sabtu kenapa harus datang disaat yang tidak tepat'. Ia bergumam sendiri dalam kepalanya. Mencoba manarik pikirannya dari hal-hal yang membuatnya cemas berebihan. Kenapa harus datang disaat saya tidak siap. Bobrok sekali.  Sembari mengatur nafasnya pelan-pelan. Ia kembai menegakkan punggungnya, mencoba untuk bermeditasi dengan sesak yang mulai melonggar. Ia hirup udara yang ada diruang 3x3 itu dengan sekuat tenaga, alu dihembuskan secara perlahan. Kepalanya sedikit pening, namun ia coba tetap tegar. Tangannya mulai menjangkau termos air, dengan segera ia menuang airnya dan menegukknya secara perlahan-lahan. Berharap  organ tubunnya kembali hangat seperti sedia kala. Walau dia tahu, Malam itu, malam yang panjang untuknya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun