Mohon tunggu...
Rina R. Ridwan
Rina R. Ridwan Mohon Tunggu... Penulis - Ibu yang suka menulis

Pembelajar Di Sekolah Kehidupan Novel: Langgas (Mecca, 2018) Sulur-sulur Gelebah (One Peach Media, 2022) Kereta (Mecca, 2023) IG: rinaridwan_23

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fatherless Country

18 Januari 2023   07:15 Diperbarui: 18 Januari 2023   07:38 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia menjadi negara fatherless ketiga di dunia.  Wow!  Sesuatu yang sangat  memprihatinkan.

Istilah fatherless belum begitu familiar bila dibandingkan dengan istilah broken home atau single mom, meski  fenomenanya cukup besar. Sesuatu yang sebenarnya sudah saya dengar sepuluh tahun lalu saat Bu Elly Risman hadir dan berbicara di sekolah anak saya. Dengan gamblang beliau menjelaskan bagaimana dampak psikologi yang terjadi bila ayah tak ikut berperan serta dalam pengasuhan dan pendidikan anak.

Lalu, apa sih fatherless itu?

"Fatherless" berarti tidak memiliki ayah atau tidak dibesarkan oleh ayah. Bisa juga diartikan sebagai keluarga tanpa ayah atau individu yang tidak memiliki ayah yang hidup.

Fatherless atau father hunger muncul dari hilangnya peran ayah dalam pengasuhan dan tumbuh kembang anak. Bukan hanya soal kehadiran dan keterlibatan secara fisik saja, tetapi juga secara psikologis.

Sebagaimana kita ketahui, sebagian besar kita masih memegang konsep lama dalam berumah tangga. Bahwa ayah bertugas mencari nafkah, dan ibu mengasuh anak. Dan ketika sang anak menjadi kurang adab atau sejenisnya, ibu selalu menjadi pihak yang banyak disalahkan.

Konsep lama yang juga masih terjadi sampai sekarang, ketika pasangan suami istri sama-sama bekerja, maka tugas mengasuh anak mereka dilimpahkan pada kakek neneknya. Hal yang masih dianggap wajar oleh sebagian orang. Padahal jika dipikir, tidaklah elok terus menerus merepotkan kedua orang tua yang sudah membesarkan dan mengasuh mereka.

Lalu, bagaimana dengan anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah? Baik karena ayah meninggal dunia, pun yang meninggalkan karena perceraian, dll?

Beberapa efek  paling umum terjadi adalah:

  • Kemiskinan Emosional: Anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah mungkin merasa kesepian, tidak diakui, atau tidak diterima. Hal ini dapat menyebabkan masalah perasaan seperti depresi atau kecemasan.
  • Masalah Perilaku: Anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah mungkin menunjukkan perilaku yang tidak sesuai, seperti agresif, tidak tertib, atau menarik diri.
  • Masalah Akademik: Anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah mungkin mengalami masalah belajar dan kesulitan dalam sekolah.
  • Masalah Identitas: Anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah mungkin merasa tidak yakin tentang identitas mereka.
  • Masalah hubungan: Anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah mungkin mengalami kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat dengan orang lain, termasuk dengan orang yang berperan sebagai ayah atau orang yang mengambil peran ayah.

Tentu saja efek yang terjadi dapat berbeda-beda pada setiap individu.

Perlu diingat bahwa peran ayah sama pentingnya dengan ibu. Keduanya punya tanggung jawab sama besar dalam membesarkan dan mendidik anak. Hilangnya satu figur, tentu akan berdampak ketimpangan dalam perkembangan psikologis anak.

Kehadiran ayah sangat penting dalam masa tumbuh kembang anak. Karena ayah memiliki peran unik dan penting dalam pembentukan identitas, perkembangan sosial, emosional, dan intelektual anak. 

Beberapa peran penting ayah dalam masa tumbuh kembang anak adalah:

  • Model Gender: Ayah memberikan contoh perilaku dan sikap yang sesuai dengan jenis kelamin anak, yang membantu anak mengembangkan persepsi tentang jenis kelamin mereka dan peran sosial yang sesuai.
  • Tanggung jawab mendasar seorang ayah yang menafkahi dan mencukupi kebutuhan keluarga, secara tidak langsung membuat anak belajar soal tanggung jawab.
  • Pemberi Perlindungan: Ayah memberikan rasa aman dan perlindungan fisik dan emosional bagi anak.
  • Pemberi Dukungan: Ayah memberikan dukungan moral dan bimbingan dalam mengatasi masalah dan mencapai tujuan. Dengan bantuan ayah, anak bisa membedakan antara yang benar dan salah, pun memahami konsekuensi atas segala tindakan mereka.
  • Pemberi Aktivitas fisik :Ayah banyak memberikan aktivitas fisik yang baik untuk anak, seperti olahraga, alam, dll. Ibaratnya, sang ayah adalah teman bermain. Seperti bermain bola, memanjat dan hal lain yang bagus untuk membangun otot dan koordinasi fisik anak.
  • Pemberi Pendidikan: Ayah memberikan pendidikan dasar dan moral, serta mengajarkan nilai-nilai yang penting dalam hidup. Anak bisa belajar soal logika dan maskulinitas, seperti bagaimana membuat keputusan, ketegasan dan kemandirian. Semua sebagai bagian dari mempersiapkan masa depan anak yang pada akhirnya nanti akan berdiri sendiri.
  • Pemberi pengalaman: Ayah memberikan pengalaman baru, membawa anak ke tempat-tempat baru, dan mengenalkan anak pada dunia di luar rumah.

Secara keseluruhan, kehadiran ayah dapat membantu anak untuk mengembangkan rasa percaya diri, kepercayaan diri, dan rasa aman yang dibutuhkan untuk menjadi individu yang sehat dan berkembang.

Hari-hari ini kita banyak disuguhkan berita cukup memprihatinkan tentang bagaimana anak-anak sekarang, yang sudah berani membunuh demi mendapatkan ginjal untuk dijual, pelajar yang kebablasan dan hamil di luar nikah, dan masih banyak lagi. Bisa jadi ketimpangan pengasuhan yang menjadi sebab hal tsb.

Semoga hal ini bisa menjadi peringatan bagi kita semua, terutama pada ayah yang menganggap kesibukan mencari nafkah adalah hal utama hingga abai untuk turut serta dalam pengasuhan dan mendidik anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun