Mohon tunggu...
Ni Putu Rina Lestari
Ni Putu Rina Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hai namaku Ni Putu Rina Lestari biasa dipanggil Rina. aku merupakan mahasiswa dari Universitas Pendidikan Ganesha. Hobi membaca dan menonton film.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hari Pagerwesi di Bali: Makna, Sejarah, dan Tradisi dalam Kehidupan Spiritual Masyarakat Hindu

10 September 2025   21:00 Diperbarui: 10 September 2025   18:21 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bali dikenal dunia bukan hanya karena keindahan alamnya yang menakjubkan, tetapi juga karena kekayaan budayanya yang berpadu erat dengan kehidupan spiritual masyarakat Hindu Bali. Pulau ini sering disebut sebagai Pulau Seribu Pura, sebab hampir setiap sudut desa, rumah, hingga tempat suci memiliki pura yang menjadi pusat aktivitas keagamaan. Di antara banyaknya upacara dan hari raya suci yang dirayakan umat Hindu Bali, terdapat satu hari penting yang bernama Hari Pagerwesi.

Hari Pagerwesi tidak selalu sepopuler Galungan, Kuningan, atau Nyepi di mata wisatawan, namun memiliki makna yang sangat dalam bagi umat Hindu di Bali. Upacara ini mengajarkan manusia tentang pentingnya membentengi diri dari pengaruh negatif, memperkuat iman, serta menjaga keselarasan hidup. Pagerwesi diambil dari kata pager yang artinya pagar, dan wesi yang artinya besi. Secara simbolik, hari ini dimaknai sebagai waktu untuk membangun "pagar besi" dalam diri, yakni perlindungan rohani dari segala hal buruk.

Hari Pagerwesi berakar dari ajaran agama Hindu yang berkembang di Bali sejak abad ke-8 Masehi. Dalam lontar-lontar kuno Bali, disebutkan bahwa Hari Pagerwesi berkaitan dengan pemujaan terhadap Dewa Siwa dalam manifestasinya sebagai Guru, yakni Sang Hyang Pramesti Guru. Dewa Siwa dalam wujud ini dipercaya sebagai sumber ilmu pengetahuan, cahaya kebijaksanaan, dan penuntun hidup manusia agar tidak terjerumus dalam kegelapan rohani.

Secara kalender Bali, Pagerwesi jatuh setiap Buda (Rabu) Kliwon Wuku Sinta, yaitu empat hari setelah Hari Saraswati. Bila Saraswati adalah hari pemujaan terhadap Dewi Pengetahuan, maka Pagerwesi adalah hari untuk memperkuat keyakinan dan menggunakan ilmu pengetahuan tersebut secara bijak. Dengan demikian, Pagerwesi dapat dipandang sebagai lanjutan spiritual dari perayaan Saraswati.

Dalam sejarah Bali kuno, masyarakat memandang Hari Pagerwesi sebagai momentum suci untuk memperkokoh benteng moral dan spiritual. Pada zaman kerajaan, para raja biasanya mengadakan persembahan besar di pura kerajaan untuk memohon kekuatan batin dalam melindungi rakyatnya. Seiring berjalannya waktu, tradisi ini berkembang dan diakui secara luas oleh masyarakat Bali, sehingga menjadi bagian tak terpisahkan dari siklus hari raya Hindu.

Makna utama Hari Pagerwesi adalah pembentengan diri. Sama seperti pagar besi yang melindungi rumah dari ancaman luar, umat Hindu Bali percaya bahwa manusia juga harus membuat pagar batin untuk melindungi diri dari serangan sifat buruk seperti keserakahan, kebencian, kemalasan, atau kebodohan.

Pagar spiritual berarti memperkuat iman agar tidak goyah. Dengan iman yang kokoh, seseorang dapat menghadapi berbagai ujian hidup. Pada Hari Pagerwesi, umat Hindu diingatkan bahwa musuh terbesar manusia bukanlah orang lain, melainkan dirinya sendiri. Pikiran negatif, nafsu, dan kebodohan bisa menjadi ancaman jika tidak dikendalikan.

Hari Pagerwesi juga menjadi momen pemujaan kepada Sang Hyang Pramesti Guru sebagai simbol kebijaksanaan. Umat berdoa agar selalu diberi bimbingan untuk menggunakan ilmu pengetahuan dengan benar, bukan untuk menjerumuskan diri atau merugikan orang lain.

Besi dipilih sebagai simbol karena sifatnya yang kuat dan tahan lama. Dalam konteks spiritual, manusia diharapkan memiliki kekuatan mental seperti besi---tegar menghadapi cobaan, tidak mudah rapuh, dan selalu kokoh dalam keyakinan.

Makna Pagerwesi tidak hanya terbatas pada upacara ritual, tetapi juga tercermin dalam praktik hidup. Misalnya, orang Bali berusaha menjaga hubungan harmonis dengan sesama, memperkokoh nilai-nilai keluarga, serta tetap teguh dalam menghadapi godaan materialisme di tengah arus modernisasi.

Perayaan Pagerwesi di Bali biasanya dilakukan di rumah, pura keluarga, pura desa, hingga pura besar yang menjadi pusat kegiatan keagamaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun