Tentu saja, mengelola dapur MBG bukan perkara mudah. Tidak semua POMG punya kapasitas yang sama. Di sekolah-sekolah perkotaan dengan orang tua berpendidikan tinggi, POMG mungkin mampu mengelola dapur dengan baik. Tetapi di sekolah desa, ada risiko pengurus POMG hanya segelintir orang, sehingga beban kerja timpang.
Selain itu, keterlibatan orang tua dalam pengadaan bahan bisa membuka potensi konflik kepentingan. Siapa yang dipilih sebagai pemasok? Apakah ada orang tua yang ingin menguasai rantai pasok untuk keuntungan pribadi? Tanpa aturan tegas, POMG bisa berubah menjadi arena tarik-menarik kepentingan.
Karena itu, model POMG harus dirancang sebagai hybrid system; pemerintah tetap menetapkan standar gizi, memberi daftar harga acuan, dan mengawasi belanja, sementara POMG mengelola operasional harian dengan transparansi penuh. Dengan cara ini, kelebihan kontrol sosial dari POMG bisa digabung dengan disiplin birokrasi pemerintah.
Pertanyaan yang tersisa adalah: beranikah pemerintah mempercayakan MBG kepada orang tua murid dan guru? Apakah kita siap meninggalkan pola outsourcing yang nyaman tetapi penuh masalah?
Sejarah pembangunan Indonesia selalu menekankan gotong royong sebagai kekuatan bangsa. MBG berbasis POMG adalah wujud nyata dari gotong royong itu: orang tua memasak untuk anak-anak mereka, guru ikut mengawasi, dan negara menyediakan dana serta standar. Dengan cara ini, MBG bukan sekadar program bantuan sosial, melainkan gerakan sosial untuk mencetak generasi sehat dan cerdas.
Jika terus bertahan pada pola yayasan, MBG akan tetap rapuh: mudah digerogoti mark-up, rawan keracunan, dan minim efek sosial. Tetapi jika kita berani menggeser paradigma ke Swakelola Tipe IV berbasis POMG, maka MBG bisa menjadi revolusi pendidikan gizi di Indonesia. Inilah saatnya negara memberi kepercayaan kepada orang tua, karena tidak ada yang lebih peduli pada makanan anak selain mereka sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI