Gubernur Riau, H. Abdul Wahid, M.Si., pada awal masa pemerintahannya telah mengeksplorasi kelemahan dan kekurangan Pemerintahan Provinsi Riau - selain menjelaskan juga tentang kelebihan dan keunggulan - mungkin dengan tujuan, agar masyarakat mengerti Pemerintahannya bersama S.F. Haryanto memulai dari angka berapa. Pengungkapan kelemahan awal masa kepemimpinannya disorot sebagai bentuk "curhat" yang menurut sebagian kecil pihak merupakan langkah tidak bijak. Apakah seorang Gubernur Riau layak untuk mengungkapkan kondisi real yang terjadi sebelum roda pemerintahannya berjalan jauh kedepan? Kali ini kami akan coba menuliskan, tentang keterbukaan Gubernur Riau terhadap kondisi keuangan daerah beberapa saat setelah dia dilantik.
Dalam sepengetahuan kami, pertama kali Gubernur Riau Abdul Wahid secara resmi dan terbuka mengungkap kondisi defisit anggaran terjadi pada saat Forum Konsultasi Publik RPJMD 2025--2029 dan RKPD 2026, yang digelar pada Rabu, 13 Maret 2025. Dalam forum tersebut ia menyatakan mengalami "pusing tujuh keliling" menghadapi tunda bayar dan defisit anggaran, yang jumlahnya mencapai Rp3,5 triliun (terdiri dari defisit Rp1,3triliun dan tunda bayar sekitar Rp2,2triliun). Dalam berita Kompas edisi 17 Maret 2025 disebutkan, Ketua DPW PKB Riau itu mengaku pusing tujuh kelililng untuk mencari dana guna mengatasi hal tersebut.Â
Sebenarnya, dalam strategi kepemimpinan dan pola komunikasi organisasi, apa yang dilakukan oleh Gubernur Riau, Abdul Wahid, merupakan sebuah langkah wujud kejujuran soal kondisi nyata organisasi menunjukkan integritas dan transparansi. Hal ini dibangun agar tim, bawahan, dan publik cenderung lebih percaya kepada pemimpin yang jujur, bukan yang hanya menunjukkan pencitraan. Kata-kata Wahid sejurus dengan informasi faktual yang disampaikan ke publik oleh anggota DPRD Provinsi Riau, setelah Direktur Jendral Pemeriksaan Keuangan Negara II BPK RI Nelson Ambarita menyerahkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau tahun anggaran 2024. Pemprov Riau menerima opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2024. Dari laman berita Antara edisi 3 Juni 2025 disebutkan, BPK mengungkapkan temuan hutang belanja masing-masing sebesar Rp40,81 miliar dan Rp1,76 triliun yang membebani dan mengganggu program tahun anggaran berikutnya. BPK juga mendapati ketekoran kas pada Sekretariat DPRD Riau mengakibatkan kerugian sebesar Rp3,33 miliar.
 Jika khalayak ramai menyadari, tindakan pengungkapan defisit anggaran yang dilakukan oleh Gubernur Riau sebenarnya dapat dianggap sebagai lampu pengingat bahwa hal paling penting saat ini adalah mengembalikan keadaan seperti semula. Dengan kata lain, menunjukkan tantangan dan kekurangan di awal masa Pemerintahan, selain mengungkap sisi kebocoran anggaran pemerintahan masa lalu, dapat pula memotivasi tim untuk bekerja lebih keras dan sadar akan pentingnya perubahan. Dan ketika Gubri menunjukkan bahwa dia belum punya semua jawaban dan mengakui keterbatasan organisasi Pemerintahan yang dipimpinnya, tindakan tersebut tentunya diharapkan dapat mengundang partisipasi dan ide dari bawahan dan pemangku kepentingan lainnya.
Strategi keterbukaan Gubernur Riau ke publik, diikuti dengan solusi guna menyelesaikan masalah. Selain mengajak Walikota dan Bupati se-provinsi Riau untuk menjalin komunikasi ke Pemerintah pusat, dalam merespon temuan BPK, dirinya langsung membentuk tim khusus untuk menindaklanjuti 153 temuan, termasuk SIKPA dan perjalanan dinas, dengan target selesai dalam 60 hari., diikuti dengan tindakan evaluasi jika OPD yang tidak melanjutkan temuan, akan dirombak.Â
Dalam dtrategi Sun Tzu, apa yang dilakukan oleh Abdul Wahid dapat dikatakan merupakan bentuk implementasi diantara 36 strategi Sun Tzu yang terkenal di zaman Tiga Kerajaan. Strategi ini disebut dengan "Memperdaya Langit untuk Melewati Samudera." Strategi ini digunakan di tempat terbuka untuk memperlemah kelompok-kelompok yang selama ini "merongrong" anggaran daerah. Dengan menjadikan kondisi ril defisit sebagai tajuk utama propaganda, tikus-tikus yang awalnya bersembunyi dan menyelinap di dalam, keluar dan mengobarkan api perlawanan, karena dirinya sadar akan kekurangan bahan makanan secara berlahan atau dalam waktu singkat. Misalnya, untuk membongkar persoalan korupsi pada OPD, dapat dilakukan dengan mereformasi aplikasi e-SPJ sebagai unsur "Langit", secara unsur "laut", digunakan  untuk melacak pola ganda SPJ dan pengeluaran tidak wajar, dan Ketika bukti cukup, diumumkan "temuan audit kelebihan bayar" dengan alibi peningkatan efisiensi, tanpa menyebut "korupsi" dulu langsung ke proses pemulihan & penyidikan.  Dapat dikatakan, strategi ini bukan frontal, tetapi sangat efektif, karena tidak menakuti para pelaku terlalu dini, dapat menciptakan ilusi keamanan, hingga cukup bukti terkumpul, serta melindungi reformator dari serangan balik.Â
Selain pola komunikasi dan strategi yang sudah jitu dilakukan oleh Gubernur Riau, Â pembentukan tim reformasi anggaran & audit ulang prioritas belanja seperti yang dituliskan diatas, dapat dilakukan sesegera mungkin, diikuti kemudian dengan menyusun dan menerbitkan Perda/Perkada seputar efisiensi, lalu menjalankan skema renegosiasi tunggakan. Â Agar kepercayaan publik terjaga, ada baiknya rilis dashboard transparansi fiskal publik online.
Maju terus Gubernur Riau.Â
Biarkan mereka menganggap transparansi di awal pemerintahan sebagai suatu hal yang tidak penting dan cengeng. Biarkan mereka resah dan gelisah melihat satu demi satu kebobrokan dibuka.
"Seranglah hanya saat mereka merasa paling nyaman. Datanglah dari arah yang mereka kira tidak penting." Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI