Mohon tunggu...
Rimayanti Z
Rimayanti Z Mohon Tunggu... widyaiswara - Praktisi Pendidikan

Pengajar walau bukan guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kota Seribu Parkir

27 Juli 2020   12:32 Diperbarui: 27 Juli 2020   12:26 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jadi kalau mau mencari sarapan usahakan pada penjual yang menjual lontong, nasi uduk, bubur kampiun, soto, dan gorengan sekaligus. Dengan cara ini biaya parkir yang menyesakkan ini bisa ditekan.

Hari ini saya mesti belanja kebutuhan harian. Dalam hati saya sudah bertekad, harus ke minimarket. Agar tidak terlalu banyak uang parkir yang keluar. Akhirnya pulang kantor saya berhenti disalah satu minimarket lokal. Begitu berhenti seorang pria  muncul mengomandoi mobil untuk parkir.  Saya langsung mengkal melihatnya. Tapi lumayanlah. 

Setidaknya dikomandoi. Setelah membeli sabun, sampo, pembersih lantai, dan sebagainya saya berjalan keluar minimarket. Dua kantong belanja daur ulang berada di tentengan saya. Petugas parkir yang lumayan tua itu tersenyum ramah kepada saya. Hati saya ternyata luluh juga melihat senyumannya. Saya balas tersenyum.

"belok kiri atau kanan, Bu?" tanyanya sambil menunjuk arah dengan jempolnya.

"Kanan, Pak," jawab saya. Dia bergegas menuntun saya untuk berbelok kekanan. Menyetop kendaraan lain agar mobil saya bisa berbelok dengan leluasa. Selembar lima ribuan saya siapkan. Entah mengapa kali ini saya malah ingin memberi uang parkir lebih kepada Pak Tua ini. Begitu mobil berbelok penuh  dia melambai dan menjauh dari kendaraan saya.

"Pak!" saya berteriak memanggil sambil melambaikan uang ditangan. Pak tua itu melambaikan tanganya membentuk isyarat tidak. Saya bingung. Saya panggil kembali dan mengisyaratkan agar dia mendekat. 

Kali ini beliau memenuhi isyarat saya. Tapi tetap tidak mau menerima uang yang saya berikan. Dengan alasan karena beliau sudah mendapatkan gaji dari pihak mini market. 

Saya benar-benar terperangah. Ini benar-benar diluar perkiraan saya. Kejadian sore itu saya ceritakan kepada suami. Suami saya tersenyum mendengar cerita saya.

"Ternyata masih ada tempat umum yang tidak memungut biaya parkir disini, kan?"

"Jadi, masih tetap ingin menjuluki kota ini dengan nama kota seribu parkir?" Tanya suami dengan senyum menggoda. Saya cuma bisa senyum kecut dengan bibir manyun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun