Mohon tunggu...
Dino  Rimantho
Dino Rimantho Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati lingkungan

Penikmat kopi yang simple dan ingin berbagi pengetahuan di bidang lingkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Limbah Masker: Sebuah Sisi Hitam Covid-19 yang Terabaikan

24 Desember 2020   07:07 Diperbarui: 24 Desember 2020   07:10 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel coronavirus (COVID-19) telah menarik perhatian seluruh dunia sejak bulan Desember 2019. Hampir dipastikan semua negara di dunia melakukan upaya-upaya untuk mereduksi penyebaran dari virus tersebut seperti cuci tangan, social distancing, karantina dan penggunaan masker. Masker dengan mudah ditemukan di pasaran mulai yang dibuat sendiri atau produksi industri, baik yang berbahan kain, kapas maupun tekstil lainnya.  

Selain itu, banyak juga model-model dari masker yang ditawarkan, ada yang bergambar dan adapula yang polos. Lebih lanjut, penggunaan masker juga mengalami peningkatan karena sebagian masyarakat ada yang menggunakan sekali pakai dan sebagian lainnya mencuci kembali masker tersebut sebagai alasan ekonomi. 

Peningkatan penggunaan masker tersebut berujung pada peningkatan jumlah limbah masker. Suatu studi di China melaporkan bahwa limbah masker sebanyak 12.740 ton yang terkumpul dalam kurun 60 hari sejak merebaknya pandemik Covid. Sementara itu, pada edisi November 2020 sebuah media melaporkan bahwa menurut Dinas Kebersihan DKI Jakarta mengungkapkan jumlah limbah masker di DKI Jakarta yang terkumpul di tempat sampah rumah tangga sebanyak 859 kilo dalam kurun waktu sembilan bulan.

Jika dilihat dari jumlah limbah masker yang dikumpulkan dari tempat sampah rumah tangga sepertinya angka sebesar itu terlihat masih sangat kecil jika dibandingkan dengan populasi penduduk di DKI Jakarta yang berjumlah sekitar 9 Juta penduduk. Jika diasumsikan orang menggunakan masker sehari sekali di DKI Jakarta sebanyak 4 juta penduduk, kemudian dengan berat dari masker adalah 0.5 gram maka dapat diketahui berat masker yang dihasilkan oleh seluruh penduduk Jakarta adalah 2000 kilogram per hari. 

Nah yang menjadi pertanyaan, jika yang berhasil terdeteksi oleh Dinas Kebersihan sejumlah 859 kilogram, maka kemana sisa limbah masker yang lainnya? Kemungkinan besar, masyarakat membuang masker yang sudah tidak digunakan kembali dengan tidak bijaksana. Padahal limbah masker yang telah tidak digunakan dan dibuang oleh masyarakat masih memiliki potensi sebagai agen penyebar virus COVID-19. Persyaratan kesehatan masyarakat perlu dipenuhi, termasuk menggunakan APD untuk melindungi dari COVID-19.

Pembuangan limbah masker dengan tidak bijaksana berpotensi menimbulkan masalah dan ancaman serius pada lingkungan maupun penyebaran virus tersebut. Mari kita perhatikan saudara-saudara kita yang bekerja di bagian pengambilan sampah, apakah mereka menggunakan peralatan keselamatan dengan baik? 

Masih banyak ditemukan para petugas sampah yang mengangkut sampah dari rumah tangga tidak menggunakan sarung tangan dan tidak menggunakan masker padahal mereka mengumpulkan sampah dari rumah tangga yang isinya macam-macam dan kemungkinan adanya limbah masker terdapat dalam sampah yang mereka kumpulkan.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Kampf et al., menunjukkan bahwa COVID-19 ditemukan tetap aktif pada permukaan keras yang tidak bergerak seperti logam, kaca dan plastik selama Sembilan hari. Salah satu masalah yang berpotensi terjadi adalah penularan virus melalui limbah masker yang telah terkontaminasi.  Akibatnya, jumlah kasus yang dikonfirmasi mengalami peningkatan secara signifikan dan jumlah limbah masker juga akan mengalami peningkatan pula secara signifikan.

Melihat potensi tersebut, sudah seharusnya seluruh elemen bersama-sama melakukan protokol operasional pengelolaan limbah padat juga memperhatikan lebih serius limbah masker melalui beberapa aktivitas seperti pencegahan, penyesuaian dan pengaturan khusus yang diaplikasikan dalam kaitannya mengurangi potensi risiko infeksi karena proses pengelolaan limbah yang tidak tepat.

Limbah masker terutama yang sekali pakai tidak hanya dihasilkan dari rumah tangga, tetapi juga dapat berasal dari transportasi umum, tempat kerja, toko, kampus, supermarket, lokasi wisata dan lain-lain.  Limbah masker seharusnya disediakan tempat penampungan khusus di sumber-sumber yang dianggap dapat menghasilkan limbah masker. Dengan menggunakan tempat sampah khusus, maka proses berikutnya juga akan berbeda dengan penanganan limbah dari masyarakat. 

Misalnya, di tempat kerja dapat menyediakan secara mandiri tempat sampah khusus dengan warna khusus yang didesain hanya untuk menampung limbah masker. Kemudian bekerjasama dinas kebersihan yang menangani limbah masker secara khusus pula, mulai dari pengumpulan, pemindahan dan pembakaran di incinerator. Setelah proses pengumpulan dan pemindahan limbah masker, maka tempat sampah khusus tersebut dibersihkan dengan desinfektan guna mengurangi risiko penyebarannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun