Mohon tunggu...
Rima Gravianty Baskoro
Rima Gravianty Baskoro Mohon Tunggu... Trusted Listed Lawyer in Foreign Embassies || Policy Analyst and Researcher || Master of Public Policy - Monash University || Bachelor of Law - Diponegoro University ||

Associate of Chartered Institute of Arbitrators. || Vice Chairman of PERADI Young Lawyers Committee. || Officer of International Affairs Division of PERADI National Board Commission. || Co-founder of Toma Maritime Center.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Adopsi Anak WNI oleh WNA di Indonesia

18 Februari 2025   11:50 Diperbarui: 18 Februari 2025   11:50 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perkawinan umumnya dilakukan oleh pasangan suami istri (pasutri) salah satunya untuk memperoleh keturunan. Namun banyak dari pasangan yang telah menikah bertahun-tahun yang belum juga dikaruniai keturunan atau baru mendapatkan 1 (satu) orang anak, padahal secara ekonomi, sosial, moril dan materiil pasutri ini telah siap untuk merawat dan membesarkan anak-anak. Tak sedikit dari pasutri di Indonesia yang akhirnya memutuskan untuk mengangkat anak asuh dengan harapan bisa menjadi pancingan sehingga mereka bisa dapat segera diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk mendapatkan keturunan.

Pengangkatan anak di Indonesia secara khusus diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 54 tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak ("PP No. 54/2007"), dimana didalamnya mengatur ketentuan tentang pengangkatan anak WNI oleh WNI dan pengangkatan anak WNI oleh WNA. Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat. Pengangkatan anak WNI diprioritaskan oleh orang tua asuh yang juga WNI dan agama yang dianut oleh anak asuh harus sama dengan orang tua asuh.  Anak yang diperbolehkan untuk diangkat sebagai anak asuh adalah anak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: belum berusia 18 (delapan belas) tahun (anak di bawah usia 6 [enam] tahun menjadi prioritas); merupakan anak terlantar atau ditelantarkan; berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan memerlukan perlindungan khusus.

Bagi orang tua asuh WNI yang hendak mengangkat anak WNI, selain ketentuan yang telah dikemukakan di atas, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu: sehat jasmani dan rohani; minimal berusia 30 (tiga puluh) tahun dan maksimal 55 (lima puluh lima) tahun; berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan; berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun; tidak merupakan pasangan sejenis; dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial; memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak; adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat; telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan memperoleh izin Menteri Sosial dan/atau kepala instansi sosial.  

Sedangkan untuk calon orang tua angkat WNA yang akan mengangkat anak WNI, selain persyaratan-persyaratan di atas, juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tambahan sebagai berikut: telah bertempat tinggal di Indonesia secara sah selama 2 (dua) tahun; mendapat persetujuan tertulis dari pemerintah negara pemohon; membuat pernyataan tertulis melaporkan perkembangan anak kepada untuk Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat; memperoleh izin tertulis dari pemerintah negara asal pemohon melalui kedutaan atau perwakilan negara pemohon yang ada di Indonesia; memperoleh izin tertulis dari Menteri Sosial; dan melalui lembaga pengasuhan anak (contoh: panti asuhan).

Adapun persyaratan sebagai calon orang tua asuh yang sedemikian banyak, diikuti pula dengan pengawasan yang ketat. Hal ini semata-mata untuk menjamin bahwa pengangkatan anak betul-betul murni untuk kebaikan anak dan anak bisa mendapatkan kasih sayang serta didikan yang tidak bertentangan dengan hukum, norma, maupun agama. Kredibilitas calon orang tua asuh akan menentukan tumbuh kembang anak asuh. Jangan sampai perbuatan hukum pengangkatan anak ini diselewengkan oleh oknum-oknum tertentu menjadi tindak pidana human trafficking pelecehan seksual atau bahkan diselewengkan hingga menjadi komplotan pelaku tindak pidana dengan memanfaatkan tenaga si anak asuh.

Prosedur pengangkatan anak di Indonesia sesuai PP No. 54/2007 dan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 mengenai Pengangkatan Anak ("SEMA RI No. 6 Tahun 1983") adalah sebagai berikut:
Mengajukan Permohonan Pengangkatan Anak kepada Instansi Sosial Kabupaten / Kota dengan melengkapi sekitar 9 (sembilan) jenis dokumen yang disyaratkan. Permohonan tersebut agar ditulis tangan sendiri oleh Pemohon di atas kertas bermaterai cukup, ditandatangani sendiri oleh pasutri sebagai Pemohon; dan mencantumkan nama anak dan asal-usul anak yang akan diangkat;
Dalam hal calon anak angkat tersebut sudah berada dalam asuhan keluarga calon orang tua angkat dan tidak berada dalam asuhan organisasi sosial, maka calon orang tua angkat harus dapat membuktikan kelengkapan surat-surat mengenai penyerahan anak dan orang tua/wali keluarganya yang sah kepada calon orang tua angkat yang disahkan oleh instansi sosial tingkat Kabupaten/Kota setempat, termasuk surat keterangan kepolisian dalam hal latar belakang dan data anak yang diragukan (domisili anak berasal);
Menjalani Proses Penelitian Kelayakan; Sidang Tim Pertimbangan Izin Pengangkatan Anak (PIPA) Daerah; Surat Keputusan Kepala Dinas Sosial/Instansi Sosial Propinsi/Kab/Kota bahwa calon orang tua angkat dapat diajukan ke Pengadilan Negeri untuk mendapatkan ketetapan sebagai orang tua angkat; Mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri di wilayah tempat anak angkat. Siapkan minimal 2 (dua) orang saksi untuk mendukung dalil-dalil dalam permohonan pasutri sehingga pengadilan yakin bahwa pasutri secara sosial, ekonomis, moril dan materiil mampu menjamin kesejahteraan anak angkat.
 
Demikianlah penjelasan singkat mengenai persyaratan dan prosedur adopsi anak WNI oleh WNI maupun WNA sebagaimana diatur dalam ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Yang harus selalu diingat adalah bahwa pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengangkatan anak juga tidak  memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. Dengan kata lain, anak asuh berhak mengetahui asal-usul dan keluarga aslinya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun