Mohon tunggu...
Rilwan Chondro
Rilwan Chondro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemimpin perusahaan kecil

Dokter hewan, mantan jurnalis The Jakarta Post, pengusaha, ayah dari 2 anak

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pandemi, Zaman ke Zaman

14 Juli 2020   15:04 Diperbarui: 14 Juli 2020   15:44 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pada Juni 2009, WHO mengumumkan pandemi yg disebabkan oleh virus H1N1 atau disebut juga flu babi.


Kasus ini pertama kali ditemukan di Amerika Serikat, namun kemudian diketahui ternyata berasal dari Meksiko. Flu babi ini didapat dari virus H1N1 yg meloncat dari babi ke manusia kemudian ditularkan dari manusia ke manusia.


Menurut WHO jumlah kematian akibat flu babi dari bulan Maret hingga Juli 2009 mencapai sekitar 281 ribu, dg kisaran salah dan benar antara 100 ribu hingga 500 ribu.
WHO juga memperkirakan ada sekitar 700 juta hingga 1.4 milyar penduduk dunia yg terinfeksi, namun kebanyakan tanpa gejala atau gejala ringan hingga berat menyerupai flu musiman, yg juga dinyatakan sebagai pandemi di tahun 1918.
Saat itu beberapa peneliti menyatakan bahwa WHO membesar-besarkan kasus flu babi dan cenderung menakut-nakuti dunia dg jumlah kasus yg besar. Meski dinyatakan pandemi, tidak ada rapid test dan test swab yg dilakukan. Hanya beberapa ribu kasus yg dicurigai yg diperiksa.


Pada bulan September, sebuah penelitian lebih lanjut membenarkan yg dinyatakan sebagai kritik oleh beberapa peneliti. Terbukti bahwa flu babi tidak lebih parah dari flu musiman yg ada sepanjang tahun di seluruh dunia.


Flu musiman seperti dinyatakan oleh WHO memakan korban jiwa hingga 650 ribu per tahun. Ini tentu saja jumlah dari negara-negara tertentu saja yang melaporkannya dan memiliki peralatan laboratorium untuk diagnosa pasti.


Saat flu babi terdeteksi yg menjadi kepala negara Amerika Serikat adalah Barrack Obama yg terkenal punya kebijakan asuransi kesehatan yg memihak rakyat dg penghasilan rendah dan menengah. Bukannya membuat alat test diagnosa yg sebetulnya cukup dilakukan dg anamnesa gejala dan xray serta patologi klinik, Barrack Obama menyiapkan rumah sakit untuk kelebihan kapasitas dan lebih mengutamakan pengobatan untuk semua kalangan.


Saat pandemi 2009 tidak ada gonjang ganjing seperti pandemi saat ini.

WHO menyatakan bahwa virus Corona berbeda dalam hal tingkat penyebaran dan kematian dari pada flu musiman, namun dalam kenyataannya bila melihat panduan yg dikeluarkan oleh WHO (yg terus berubah) semua penanganan dan pencegahan sama persis dengan kasus flu musiman.


Bila dilihat di website resmi WHO, mereka yang beresiko untuk terkena kasus flu musiman yang parah adalah mereka yg punya penyakit bawaan, wanita hamil, anak-anak dengan gizi buruk, dan para petugas medis. Terdengar sama bukan dengan kasus Covid19. Panduan ini juga sejalan dengan yg dinyatakan oleh badan kesehatan Amerika Serikat, CDC.


Temuan baru yg menyatakan virus Corona lebih mudah menyebar di ruang tertutup sebenarnya juga tertulis di panduan CDC dan tentu saja WHO untuk flu musiman dan flu babi karena memang penularannya sama yakni melalui droplet.


Pada tahun 2018, WHO mengeluarkan pengumuman untuk melakukan penelitian yg lebih menyeluruh dan dalam untuk kasus influenza secara umum, terkait dg "selebrasi" pandemi tahun 1918. Dana demi dana dikucurkan untuk mempelajari lebih dalam mengenai influenza. Untuk rincian bisa dibaca di website WHO.


Kesimpulan dari WHO menyatakan vaksinasi adalah satu satunya jalan paling efektif untuk mencegah flu musiman, sejalan dengan pernyataan badan kesehatan PBB ini untuk virus Corona, bahwa satu satunya jalan untuk dunia bebas dari pandemi 2019 adalah vaksinasi. Namun seperti yg telah diteliti oleh CDC, vaksin untuk flu musiman memiliki keefektifan sekitar 40 sampai 60 persen. Berbeda dg keefektifan vaksin seperti BCG, DPT yg memiliki keefektifan tinggi. Ini disebabkan oleh karena semua strain virus RNA mudah untuk bermutasi sehingga keefektifan vaksin sangat tergantung dari strain virus yg menginfeksi penderita apakah sama atau tidak.


Kemungkinan besar semua hingar bingar pandemi 2019 akan berakhir apabila sudah ada vaksin yg tervalidasi. Apakah benar vaksin ini bisa melindungi paling tidak 80 persen, masa depan akan membuktikannya. Namun seperti yg dinyatakan oleh CDC keefektifan vaksin untuk virus yg mudah bermutasi hanya sekitar 40 sampai 60 persen.


Sebelum adanya pandemi 2019, sebenarnya sudah banyak orang yg sadar akan pentingnya mencuci tangan, memakai masker di ruang publik. Satu hikmah positif dari pandemi ini adalah makin banyak orang yg bakal sadar akan pentingnya kebersihan dalam menjaga tubuh tetap sehat dari penyakit-penyakit infeksius.


Namun untuk terus menutup diri karena takut akan penyakit adalah hal yg tidak tepat. CDC menyatakan bahwa penyakit dg virus yg mudah bermutasi hanya bisa menginfeksi dg gejala parah pada mereka yg secara gizi buruk dan punya penyakit bawaan. Jadi intinya, kekebalan tubuh kita adalah anugerah dari Sang Khalik agar kita bisa tetap menikmati dan merawat semua ciptaanNya sebagai makhluk dg akal dan kemampuan beradaptasi yg tinggi.


Kasihan para pedagang kecil saat sekolah ditutup. Kasihan para orang tua yg punya 3 anak dan masih harus sekolah online. Kasihan mereka yg sudah dirumahkan karena banyak pengusaha takut atau tak lagi ada pelanggan. Kasihan para tukang becak. Kasihan mereka kaum yg terlupakan disaat semua dilanda ketakutan karena berita berulang yg tak beda dari iklan atau propaganda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun