Mohon tunggu...
Blue Ambience
Blue Ambience Mohon Tunggu... Freelancer - Belajar untuk sering menulis

Introvert, INFJ, suka ngedesain, penikmat kopi. Hobi menonton.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Hilang ke Mana Ilmu Kita Waktu Sekolah Dulu?

9 September 2019   23:12 Diperbarui: 12 September 2019   11:00 1177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia memberlakukan program wajib belajar 9 tahun atau setara dengan pendidikan tingkat SD -SMP. Hal tersebut merupakan pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Dasar 1945 Pasal 31, berikut isi pasal tersebut:

  • Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan
  • Setiap warga negara wajib mengikuti Pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
  • Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

Kemudian dipertegas lagi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional  (Sisdiknas) yakni Pasal 6 ayat 1;

Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.

Sumber: Pasal 31 Undang-Undang Dasar dan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Dalam kenyataannya, apakah target meningkatkan keimanan dan ketakwaan sudah benar-benar terlaksana jika kita lihat kembali seperti apa kita sewaktu SMP dulu? 

Hmmm.. rasanya belum deh. Penulis juga paham bahwa yang namanya program bisa terlaksana bisa juga belum atau masih dalam tahap proses. Kenapa hanya sampai SMP? Seperti apa sih lulusan SMP, masih kekanak-kanakan ya kan? 

Jika tujuannya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa seharusnya ya minimal kuliah (terlepas dari masalah mahalnya membiayai kuliah).

foto: tirto.id/Andrey Gromico
foto: tirto.id/Andrey Gromico
Tapi tentu pembuatan undang-undang bukanlah suatu hal yang serta merta dibuat tanpa melihat kondisi masyarakat Indonesia, justru hal tersebut mungkin sudah mempertimbangkan keadaan masyarakat Indonesia dari ujung timur hingga semenanjung barat pulau. 

Dalam konteksnya pada undang-undang pemerintah hanya membiayai sampai SMP, untuk jenjang berikutnya maka masyarakat membiayai sendiri. Tapi apa hasil dari 9 tahun kita wajib belajar? Atau dalam kasus penulis bahkan sampai SMK (ilmu di kuliah inshaa Allah masih diterapkan, jadi ga masuk itungan).

Namun, mengutip dari wikipedia (2019) bahwa program wajib belajar telah ditambah menjadi 12 tahun yang diberlakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani. 

Hal tersebut bisa cukup menjadi angin segar karena sebenarnya program tersebut dicanangkan sejak 2015 silam. Kabar baiknya lagi dikutip dari medcom.id (2019) menjelaskan bahwa Mendikbud sedang kejar percepatan wajib belajar 12 tahun. 

Muhadjir Effendy (Mendikbud) mengatakan bahwa jumlah tenaga kerja Indonesia lulusan SMP terhitung banyak dan karenanya beliau mempercepat program wajib belajar 12 tahun agar  angkatan kerja Indonesia minimal lulusan SMA/SMK.

*

Apakah program pendidikan ini hanyalah program "formalitas" yang wajib diikuti setiap warga negara Indonesia yang dalam menjalaninya ogah-ogahan, males-malesan, dan "nakal". 

Karena yang kutahu lulusannya masih amburadul dari segi akhlak dan ketakwaan, apakah institusi sekolahnya sendiri yang kurang memadai memberikan pelayanan berupa fasilitas terhadap murid-murid.

Apakah kurikulum dari pemerintah memberatkan materi bagi anak yang belum di usianya, atau hanya masalah guru-guru yang kurang berkompeten dalam mengajari siswanya, atau bahkan orang tuanya sendiri di rumah, yang dalam keilmuan parenting-nya masih belum baik.

Semua pembahasan di atas sebenarnya untuk merefleksikan kembali usia kecil kita diisi oleh apa? Ilmu? Mana buktinya? Bisa menghitung? Bisa membaca? Bisa bahasa inggris (sedikit)? Mengetahui norma-norma? Jawabannya benar. 

Sekolah benar-benar mengajari kita hal dasar menjadi manusia, dan menurutku sekolah merupakan standarisasi untuk menjadi manusia (tentunya diikuti oleh sikap siswanya yang baik) kita gak bisa jadi manusia yang mentingin diri sendiri, arogan, tidak disiplin, dan berakhlak buruk dan hal tersebut paling tidak ditanamkan dalam sekolah untuk membuat kita menjadi lebih baik.

sumber: danoah.com
sumber: danoah.com
Namun setelah terjun ke dalam dunia nyata saat usia 20-an, semua teori-teori, semua hafalan tentang sejarah, rumus matematika, tabel periodik, ternyata tidak benar-benar terpakai dalam kehidupan bermasyarakat (kecuali jika kita berkecimpung di dunia pengajar dan semacamnya).

Lalu kita mempertanyakan sebenarnya kenapa kita diajarin itu? penting kita untuk tahu? 

Iya memang benar. Pernah terbersit dalam hati kenapa gak belajar kaya sistem penjurusan di SMK aja ya dari SD, bener-bener belajar untuk keahlian bekerja atau wirausaha, untuk dapet uang. 

Lalu terpikir juga, kalo gitu kita hanya akan berpikir untuk kepentingan sendiri dan hidup dalam ruang lingkup terbatas yang akan membosankan. 

Analoginya kaya kita makan, kenapa sih orang tua waktu kecil maksa kita makan makanan yang kita gak suka kaya misal sayur, ikan, dan nyiapin makanan beda-beda padahal kita sudah punya satu lauk favorit. 

Jawabannya untuk memperkenalkan bahwa dunia ini luas, di luar dari hal yang disukai, ada banyak hal yang bisa dicoba yang siapa tahu bakal suka.

Belajar sejarah penting, untuk membuat kita lebih bersyukur, bersyukur menghargai jasa-jasa para pahlawan yang telah berjuang menjadikan Indonesia sebagai negara merdeka yang terbebas dari penjajahan, mengetahui latar belakang konflik perang dunia terjadi, dan lain-lain yang membuat nalar kita dapat memposisikan pada betapa nikmatnya kita berada pada posisi saat ini. 

Belajar matematika, fisika, kimia penting untuk mengasah logika kita. Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi membuat kita melek teknologi, dan pelajaran bahasa yang mengajari kita berbahasa yang baik. 

Kesimpulannya program pendidikan yang diberikan pemerintah ialah baik adanya namun mungkin sistemnya yang perlu diubah, semoga sistem zonasi membuat sistem membaik, uji kompetensi guru dan sekolah semoga lebih digencarkan agar ilmu-ilmu yang kita terima benar-benar terterap secara khidmat karena disampaikan dengan baik bukannya hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.

Sharing section
Gimana sih menurut kalian mengenai jurusan dalam sekolah yang gak bersinggungan? Misal sekolah di Farmasi tapi lanjut kuliah di bidang desain. Apa tanggapan Anda? 

Penulis sendiri sekolah SMK bidang Teknik Komputer & Jaringan namun melanjutkan kuliah pada bidang desain grafis. Setelah lulus mikir-mikir kenapa dulu milih jurusan TKJ, mungkin karena selalu tertarik sama komputer. 

Di SMK dulu banyak diajarin perihal hardware, software, dan sistem jaringan namun setelah dipikir-pikir ilmunya kok kaya ilang aja gitu.

Tapi setelah diingat-ingat ternyata tidak benar-benar hilang, buktinya paling enggak bisa tahu mengasumsikan kenapa sebuah komputer tidak dapat melakukan booting, dan tau apa aja yang harus dilakukan, tahu nama-nama hardware bahkan ke nama slot-slotnya juga fungsinya, dan bisa dibilang kepake buat diri sendiri. 

Lalu ilmu di saat kuliah, banyak terpakai karena membahas banyak hal bukan hanya desain gambar tapi bahkan ke fotografi, sinematografi, tipografi, teknik cetak, marketing, advertising, dan bahkan teori-teori desain yang masih melekat diotak. 

Namun dari semua itu, setelah masuk pada dunia kerja beberapa orang bilang buat kerja gak harus pada bidang yang dipelajari sewaktu kuliah. 

Agak bingung, tapi menurutku harus sih, beberapa orang bilang bahwa kuliah gak sesuai jurusan artinya belajar hal baru kalo gitu gak harus kuliah desain dong sementara aku bisa dibilang passionate ke desain.

Pekerjaan ialah tentang bersaing, siapa yang lebih berbakat dia yang lebih banyak punya peluang. 

Tapi mungkin hal-hal yang membuat orang berpikir untuk tidak apa-apa bekerja tidak sesuai juruan kuliah adalah orang-orang yang gak berkompeten pada bidang yang digeluti, atau hanya kurangnya slot pekerjaan yang dibutuhkan pada perusahaan sehingga nyari yang ada saja, atau dia sendiri gak passionate pada bidang kuliahnya sendiri (disuruh ortu). 

Dari semua itu gak ada yang salah, bekerja di luar bidang pun pada akhirnya uang yang didapat buat diri sendiri, toh dari kuliah yang katanya gak ber-passionate pun dapet skill lain atau bahkan koneksi bertambah banyak, apalagi ngerjain skripsinya pasti challenging banget improve skill kita dalam menulis karya ilmiah, mencari data, dan solusi permasalah, yang pastinya kuliah gak sia-sia.

sumber: bookmississippibands.com
sumber: bookmississippibands.com
Kesimpulan
Ilmu yang kita pelajari sewaktu sekolah meskipun kelihatannya sudah kita lupakan ternyata gak benar-benar dilupakan, yang ada hanyalah kita melewati waktu dan belajar hal baru yang lebih menyenangkan dan beranggapan bahwa ilmu-ilmu disekolah begitu membosankan. 

Meskipun begitu ilmu dari sekolah tidak semata-mata sia-sia, karena dengannya ada manfaat yang kita rasakan namun tidak disadari.

Bekerja sesuai dengan jurusan ketika sekolah maupun tidak bukanlah tolak ukur dalam menilai kesuksesan seseorang, atau dalam hal ini kita tak usah ikut campur urusan orang lain dalam menentukan pilihan hidupnya sendiri.

Namun jika bercermin pada diri sendiri dalam mengambil keputusan dan kebetulan belum bekerja bisa memikirkan atau merenungkan hal ini. 

Sebaik-baik ilmu bukankah ilmu yang bermanfaat? Maka dari itu penulis merenungkan kemana manfaat dari ilmu tahun-tahun kebelakang ini, bukankah menyedihkan waktu yang dilalui tak membuahkan hasil atau manfaat dimasa sekarang? Ataukah belum atau tak disadari? 

Mungkin iya, karena belajar itu berjenjang sehingga pelajaran-pelajaran yang "cetek" tak kita anggap sebagai belajar padahal hal dasar itu penting. Ataukah selama sekolah kita sibuk pacar-pacaran atau ikut organisasi? 

Dan menyepelekan pelajaran? Semoga diusia sekarang dan berikutnya kita bisa lebih produktif menggunakan waktu.

referensi:

Landasan Hukum Wajib Belajar 9 Tahun
Wajib Belajar (Wikipedia)
Mendikbud Kejar Percepatan Wajib Belajar 12 Tahun

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun