Mohon tunggu...
Rikard Rahmat
Rikard Rahmat Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Satu Lagi Kegaduhan dari Senayan: Syarat Independen Diperberat

15 Maret 2016   15:35 Diperbarui: 15 Maret 2016   15:48 1807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“Komisi II DPR RI ingin memperberat syarat untuk calon independen yang akan maju dalam pemilihan kepala daerah serentak 2017 mendatang. Syarat ini akan diperberat dalam revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota,” demikian bunyi berita kompas.com (15/03/2016).

DPR mau bikin gaduh lagi?

DPR periode 2014–2019 memang patut diberi label “Bikin gaduh aja kerjaannya!”. Betapa tidak? Sejak dilantik 1,5 tahun yang lalu, kesan yang kuat di mata publik adalah hanya bikin gaduh! Bukan kegaduhan karena debat sengit dan berbobot tentang masa depan rakyat, tetapi demi mengamankan kepentingan mereka sendiri.

Kita tentu masih ingat kegaduhan pertama: UU MD3, yang disusun untuk mengakomodasi kepentingan jangka pendek dan pragmatis sebagian elite, bukan rakyat. Lalu berlanjut dengan kegaduhan lain: berusaha menggolkan PILKADA tidak langsung, yang jelas-jelas menciderai hak demokratis rakyat. Tidak kalah heboh adalah upaya berkali-kali PDIP dan Nasdem merevisi UU KPK. Di mata rakyat, upaya revisi itu hanya mengandalkan kerja otot (otot mulut), dalam bentuk koar-koar tanpa isi dan bobot namun, lucunya, diungkapkan dengan penuh percaya diri. Sebagaimana tampak dari poin-poin usulan revisi itu, jelas bukan hasil kerja otak.

Semua kegaduhan itu “diselingi" tingkah wakil rakyat yang menjual harga diri bangsa dengan murah di hadapan Donald Trump, juga menjual murah Freeport berbekalkan pencatutan nama presiden.

Kritik dan kecaman rakyat tidak membuat mereka jera. Padahal hanya satu harapan rakyat: yaitu, agar semua produk rancangan undang-undang mereka masuk akal alias dapat dipertanggungjawabkan di hadapan akal sehat. Sepertinya, harapan itu akan semakin jauh panggang dari api. Sebab, kali ini DPR akan membuat kegaduhan yang baru: melucuti kemungkinan calon independen untuk bertarung di Pilkada dengan memperberat syaratnya.


Kembali Tidak Waras

Rencana ini tidak waras. Pakai analisis common sense saja untuk menjelaskannya. Sebab, bukankah hukum harus berdiri di atas common sense dan rasa keadilan masyarakat? Di mana tidak warasnya?

Sebagaimana telah kita ketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu silam telah mengabulkan permohonan uji materi UU Pilkada, terutama menyangkut syarat menjadi calon independen. MK memutuskan meringankan syarat menjadi calon independen, dari berdasarkan jumlah penduduk menjadi berdasarkan pemilih tetap (dengan kisaran 6,5 sampai 10% dari pemilih tetap).

Pertimbangan MK waras: agar Pilkada lebih demokratis. Demokratis artinya membuka kesempatan yang sama bagi semua warga negara untuk menjadi pemimpin.  Dan itu hak semua warga negara yang harus dijamin di setiap negara demokratis. Dengan demikian, Pilkada menjadi ajang pertarungan orang-orang terbaik baik dari dalam partai maupun dari luar partai. Tidak sekadar mengganti penguasa. Ini kehendak seluruh rakyat Indonesia, bukan?

Ketika DPR kembali lagi ke pokok masalah yang gugatan atasnya sudah dikabulkan MK, apa kata orang waras?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun