Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Ajaklah anakmu bicara: hikmah tersembunyi Kurban

6 November 2011   13:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:00 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Satu teladan dari peristiwa Kurban yang terkadang terlupakan - terutama bagi saya - adalah bagaimana Nabi Ibrahim berkomunikasi dengan anaknya. Dari riwayat Al Qur'an, secara jelas beliau mengajak puteranya berbicara, yaitu tatkala beliau meminta pendapat Nabi Ismail tentang wahyu Allah untuk mengurbankan dirinya.


"Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!". Bukankah itu mencerminkan kepercayaan orang tua kepada anaknya, terutama meminta pendapat sesuatu yang menyangkut diri anaknya?


'Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". Bukankah itu respons yang bagus dari seorang anak yang merasa dihargai dengan dimintai pendapatnya?


Teladan dari peristiwa Kurban yang saya dengar saat khutbah tadi pagi, menyadarkan saya kepada cerita lainnya. Pernah saya mendengar sebuah cerita tentang seorang mahasiswa S2 yang dibenci teman satu kelompoknya. Alasannya mungkin sepele, yaitu dia mendapatkan nilai menjulang sendiri, sementara pada saat kerja kelompok, dia hanya diam, pasif dan manut, tanpa peran serta dan urun pendapat. Selidik demi selidik, ternyata dia memiliki catatan masa lalu sebagai orang yang pasif, di mana segala hal nya lebih banyak ditentukan orang tua. Bahkan sebagai anak ke delapan dari delapan bersaudara,  dia sering dianggap anak bawang, sehingga pendapatnya nyaris tidak pernah diminta dan tidak pernah didengar. Dari latar belakang seperti itu, bisa dipahami jika dia tidak berperan serta aktif dalam aktivitas kelompok.


Dan dalam beberapa kesempatan, saya memahami bahwa mungkin hal seperti ini juga lah yang menyebabkan kebiasaan anak muda kita yang sulit menyuarakan  pendapat, inisiatif dan inspirasi pribadinya masing-masing. Bahkan boleh jadi, itu jualah yang menyebabkan situasi yang langsung membeku ketika sebuah forum diskusi memasuki sesi tanya jawab karena tidak ada yang berani bertanya, padahal beberapa wajah bingung saling berpandangan seperti berkata: 'Kamu yang nanya dong?'.


Kawan.


Sudahkah kita ikuti teladan Nabi Ibrahim dan mengambil hikmah Kurban di atas? Sudahkah kita mengajak bicara anak kita, dan meminta pendapatnya atas sesuatu hal, baik yang menyangkut dirinya ataupun hal lain? Atau masihkah kita bertingkah sebagai raja otoriter yang sama sekali menutup telinga dan tidak peduli tentang hal ini?


Sebagai orang tua, kita memang bertanggung jawab akan baik-buruknya anak kita. Namun tanggung jawab itu tidak lantas menutup kemungkinan dialog, kan. Dan mengajak anak bicara pun tidak berarti lantas kita harus mengikuti segala keinginannya. Mengajak anak bicara selain mempererat ikatan psikologis anak-orang tua, juga akan meningkatkan kepribadian emosi dan intelejensi sang anak. Mengajak anak bicara berarti mengajak anak BERKEMBANG.


Cag, 6 November 2011


Kontemplasi Idul Qurban

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun