Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ai Yuningsih, Perempuan Tangguh Pemeta Laut

18 Agustus 2016   08:02 Diperbarui: 18 Agustus 2016   21:51 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim Pemeta Laut | Foto: Ai Yuningsih

Rumahnya bisa dikatakan berada di atas. Mungkin tidak tepat dikatakan berada di gunung, karena masih berada di lingkup kota Bandung. Hanya, posisinya saja berada di perbukitan. Namun, meski berada di ketinggian, kecintaannya tidak lepas dari laut, bahari. 

Bu Ai Yuningsih, pemilik rumah itu, mungkin bukan siapa-siapa. Namanya tidak bergaung, mungkin. Hanya kalangan dekat saja yang tahu kiprah perempuan yang saya panggil Teh Ai. Beliau adalah seorang perempuan lulusan Fisika Unpad yang berkiprah di dunia yang notabene dikuasai laki-laki: pemetaan laut. Geologi Kelautan. Tidak punya jabatan struktural tapi lebih memilih jabatan fungsional, tepatnya sebagai  Penyelidik Bumi Madya di Badan Litbang KESDM.

Tangguh

Itu mungkin kata yang tepat disematkan pada ibu tiga orang anak perempuan ini. Beliau bisa dikatakan termasuk segelintir perempuan yang berkiprah di pemetaan laut saat ini. Bagaimana tidak? Lebih dari dua puluh tahun masa kerjanya dibaktikan untuk melaksanakan tugas melakukan pemetaan laut. 

Pekerjaan yang sengaja dipilihnya, meski mungkin sebenarnya sebagai seorang ibu cocoknya bekerja di belakang meja. Pekerjaan itu mengharuskan beliau bekerja di lapangan, a.k.a laut, berada di kapal besar dengan masa yang panjang dengan hitungan minggu sampai 30 harian. Sebuah pekerjaan mengukur kedalaman, mengidentifikasi mineral sampai dengan energi alternatif apa selain migas yang bisa dihasilkan sumber laut kita, seperti arus, ombak, gelombang, pasang surut. Bahkan, untuk pemetaan migas dan pemetaan landas kontinen, perbatasan antar negara, itu bisa sampai 30-60 hari di kapal. Itu berarti beliau kuat dalam sisi fisik – termasuk terbiasa dengan mabok laut :) – dan juga dari segi mental – termasuk masalah kangen keluarga dan kebosanan.

Ditemui sehari sebelum Lebaran kemarin, berikut wawancara santai dengan beliau tentang hal-hal menarik di luar pekerjaan intinya.

Memang aman Teh sebagai perempuan kerja di laut seperti ini? Kalau ke laut, perempuannya biasanya berapa orang?

Lebih sering sendirian, paling ada satu mahasiswi kelautan yang ikut. Kalo penelitian arus, saya beberapa kali menjadi team leader, dan pada beberapa kesempatan perempuannya sendiri. Alhamdulillah aman tuh. Kalo saya sih lebih seperti gimana ya, saling percaya saja. Saling percaya, jadinya anggota tim yang pria justru lebih care. Ya mungkin sedikit emansipasi. Biasa aja, jadi kita disamakan tapi tetap sebagai perempuan. Tapi bagi saya, saya juga tidak mau diistimewakan, dianggap mengganggu, istilahnya manja. Demikian pula kalau mendarat ke daerah-daerah yang bisa dikatakan terpencil. Karena sudah menjadi satu tim, saya Alhamdulillah aman.

Suatu Hari di Awal Senja... Aku duduk sendiri... Memandang jauh ke sana heart emoticon, Labuhan Bajo | Foto: Ai Yuningsih
Suatu Hari di Awal Senja... Aku duduk sendiri... Memandang jauh ke sana heart emoticon, Labuhan Bajo | Foto: Ai Yuningsih

Apa yang menarik dari pekerjaan seperti ini, di luar teknis pekerjaan yang sepertinya sudah jadi passion Teh Ai?

Ada kesempatan kita mengunjungi daerah-daerah Nusantara dengan segala karakteristiknya. Saya selalu bawa kamera saya, memotret sunset dan sunrise di laut-laut yang dikunjungi. Bagus-bagus. Indonesia itu pemandangannya masya Allah, keren. Apalagi pemandangannya diambil dari posisi yang tidak banyak orang bisa lakukan. Ada keinginan sih membukukan foto-foto itu atau menulis cerita-cerita yang menyertainya. Ya, mudah-mudahan suatu saat bisa mewujudkannya.

Senja di Nusa Penida | Foto: Ai Yuningsih
Senja di Nusa Penida | Foto: Ai Yuningsih

Daerah mana yang paling bagus di Indonesia menurut Teh Ai?

Sebenarnya hampir semua menarik. Apalagi daerah-daerah yang penduduknya sudah sadar dengan lingkungan dan pariwisata seperti Nusa Penida, Bali, Natuna. Tapi ada juga beberapa daerah yang katanya sudah mendunia dan terkenal dengan pemandangan bawah lautnya yang indah. Tapi kalo lihat lebih dekat di dekat daratnya, biota yang hidup tipikal untuk air yg sudah tercemar. Kalau sudah liat banyak bulu babi, maka airnya itu sudah tercemar. Pulau itu kecil, pemandangannya bagus,  pantainya berpasir putih. Tapi sepanjang pantainya banyak sampah. Sepertinya perlu ada pendidikan kebersihan untuk mengubah kebiasaan penduduk buang sampah saat pasang. Katanya nanti dibawa ke laut, padahal nanti kalo pasang kan balik lagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun