"Apakah kau pernah bertanya kepada hati kecilmu?"
"Bertanya apa?"
"Bertanya apakah hati kecilmu cinta kepadaku. Kekurangan dalam diriku selama ini adalah tak memiliki kekasih. Apakah kau  mau menjadi kekasihku?" Parkijo membuang napas lega. Terkadang cinta itu harus dikatakan.
Siska dan Misno
Di antara tiga sejoli, nasib Siska yang paling sial. Kalau disamakan dengan provider, coverage area Siska paling jauh. Karena kenal dengan Misno, dia akhirnya terbantu. Saat pagi masih meremang, Misno sudah siap sedia di halaman rumah Mpok Nari. Ke mana pun tujuan Luna, Misno dan si Kumbang (sepeda), akan mengantarkan.
Pertama kali membonceng di sepeda Misno, Luna berpegangan di bangkunya. Lama-lama di bangku Misno. Semakin lama di pinggang lelaki yang merasa seperti berjalan di awang-awang. Terkadang Misno merasa tujuan mereka terlalu pendek.Â
Sekali-dua Siska yang membawa sepeda. Misno berpegangan di bangkunya. Lama-lama dibangku Siska. Semakin lama tangan lelaki itu melingkar di pinggang ramping perempuan itu.
Misno merasakan betapa lembut aroma rambut Siska. Aroma perempuan itu pun sangat menggoda. Ketika makan, Misno selalu terbayang wajah Siska. Saat malam dia tak dapat lena, karena selalu ada wajah perempuan itu. Hingga di suatu senja, dia nekad menyeberang ke ibukota kecamatan. Dia membeli kalung imitasi yang matanya gemerlapan. Selepas isya, dia pun mengetuk kamar Siska. Mereka bertemu di dekat rimbun bambu.
"Sis, bagaimana kalau ada seorang lelaki mengatakan cintanya kepadamu?" Misno tersenyum malu-malu.
"Ya, pasti aku senang!"
"Kalau lelaki itu sekarang ada di depanmu?"