Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Ja Limbat

27 Agustus 2019   21:17 Diperbarui: 27 Agustus 2019   21:23 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah kareta diparkir di dekat pohon Mahoni, Mizan dan Wak Midah jalanlah ke pasar Kotanopan, tepatnya ke toko beras Iccah. Iccah sahabat karib Wak Midah. Selain itu, Mizan juga memaksa ke toko perempuan itu. Sekali mendayung, satu dua pulau terlampaui. Tak dapat si Butet, si Iccah pun jadilah. Dapat pula toko beras sebagai bonus, bila berhasil beristrikan dia. Jangan sampai Indra tahu, bakal mati kutu Mizan. Seumur-umur bisa dilarang Indra, kawan kita ini memegang bis ALS. Apalagi sampai menumpang. Kalau mau menangislah Mizan, menumpang motor bon (pen; angkutan kota) ke Medan. Apalagi sampai punya si Tape, matilah! Jalan lima meter, mogoknya sepuluh meter.

Akhirnya mereka tibalah di toko Iccah. Macam biasa sifat emak-emak rempong (bahasa gaul keluar) berbuallah orang itu. Entah apa yang mereka cakapkan. Dasar penjual beras, tak salah pula Iccah memasukkan beras ke mulut karung tepung yang dibawa Wak Midah. Tapi, tak penuh-penuh karung tepung itu.

"Ah, macam mana kau Wak Midah? Karung tepung kau tak penuh-penuh. Barangkali karung tepung yang bocor kau bawa," gerutu Iccah kesal. "Nah, apa kubilang, bocor, kan?" Hampir dua sukat (pen; alat seperi tabung, yang digunakan para penjual beras di Mandailing, berukuran sekitar lima liter) beras berserak di atas tumpukan beras Iccah.

Merah padam muka Wak Midah. "Alah Mak Jang. Aku pikir tadi aku membawa karung tepung, ternyata salah tarik dari lemari pakaian, ini ternyata celana sarusur (pen; celana dalam orang yang biasanya sudah berumur dan terbuat dari karung tepung) Ja Latong. Yah, matilah!"

Mizan tertawa. Dan tertawa terbahak-bahak pula dia bercerita di Lopo Sapangkek. Ja Limbat tak bisa menahan tawa. Yang lebih parah Wak Midah. Lantaran lucu cerita Mizan, dia terpaksa berlari ke Batang (pen; sungai) Gadis. Depan belakang rupanya sudah bocor.

Ja Limbat mengajak Mizan pulang. Biarlah besok lusa, mereka membayar mie rebus dan kopi susu. Kalau tak berutang, tentu bukan orang yang suka main di lopo. Itulah seni bermain di lopo Mandailing. Tapi, tentu saja tak pernah menggulingkan atau membuat lopo bangkrut alias tutup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun