Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penjual Surga

24 Januari 2019   11:24 Diperbarui: 24 Januari 2019   11:39 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ref. Foto : pixabay

Terkabarlah ada seorang lelaki muncul di kota ini. Awalnya tak seorang pun yang perduli. Lumrah sesiapa pun yang datang di kota ini untuk urusan bermacam. Lumrah pula mereka pergi demi beragam tujuan. Tapi kemunculan lelaki itu, lain dari yang lain. Ghalibnya pendatang akan mencari rumah pemondokan. Lelaki itu malahan mencari masjid dan tinggal sana.

"Apa boleh orang tinggal di masjid? Masjid kan hanya untuk tempat beribadah!" Begitulah komentar penduduk yang merasa risih atas kemunculan lelaki itu.

"Ada yang membolehkan, ada juga yang tidak. Lagi pula ada istilah itikaf, toh!"

"Tapi dia pendatang dan ramadhan sudah berlalu. Berani-beraninya dia tinggal di masjid. Si pulan sebagai nazir masjid saja tak tinggal di situ."

Lelaki itu menjadi bahan perbincangan orang-orang. Padahal dulu, siapalah yang perduli kepada pendatang? Apalagi kemudian terbetik berita bahwa dia penjual surga. Mereka yang sebelumnya risih, tiba-tiba merasa senang.

"Penjual surga?" Sukat turun dari sepeda. Dia memarkirkan sepeda di dinding rumah makan.

"Iya!" jawab Liban. Dia menatap Sukat serius. "Tapi aku tak tahu bagaimana dia menjual surga itu. Apa dimasukkan ke kotak, lalu memberikan kepada pembeli. Memangnya surga bisa diperjualbelikan?"

"Bisa jadi!" Sukat buru-buru kembali menaiki sepeda.

"Mau ke mana?"

"Membeli surga!"

Terkabar pula bahwa lelaki itu muncul dari negeri surga. Dia turun dari langit pada malam lailatul qodar. Orang-orang kemudian merasa yakin. Pada malam keduapuluh tujuh ramadhan kemarin, hujan turun lebat. Angin berpusing seolang gasing. Orang-orang yang sibuk beritikaf di masjid, hambur seperti laron disapu angin. Mereka memilih bergelung di rumah. Saat itulah kemungkinan lailatul qadar turun bersamaan dengan lelaki itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun