Mohon tunggu...
Rifan Bilaldi
Rifan Bilaldi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Indraprasta PGRI. Pendidikan adalah gerbang harapan dan bahasa adalah kunci pendidikan. Kita harus menjunjung tinggi pendidikan, pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia

Yuk! Tingkatkan kualitas pendidikan dan mengenal serta belajar bahasa Indonesia untuk menambah pengetahuan dan wawasan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Dikejar-kejar Kata

7 April 2021   11:36 Diperbarui: 7 April 2021   11:48 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: olah pribadi dari megazine.job-like.com

Sudah sebulan lamanya saya berkecamuk dalam kesibukan, bergelut dalam banyaknya urusan yang melilit waktu luang saya untuk menuangkan gagasan pikiran dalam menulis artikel. Selama satu bulan penuh tidak menulis, menumpuk banyak ide di pikiran. Tidak saya singkirkan begitu saja ide-ide saya. Saya simpan baik-baik dan saya patri dalam ingatan.

Selama satu bulan penuh ini saya berkecamuk dengan tuntutan mencapai gelar kesarjanaan. Ya, Skripsi. Tentu bukanlah hal yang mudah dalam menulis skripsi. Oleh karena itu, menulis artikel, saya hentikan dahulu dan saya ganti untuk menulis ilmiah sampai tuntas.

Gelora ingin menulis artikel sangat menggebu-gebu, banyak kata yang terlintas di pikiran saya. Rasanya ingin sekali mengeluarkan semua kata-kata itu dalam bentuk artikel. Maka, saya sempatkan waktu luang untuk menulis artikel ini.

Banyak kata yang tertampung, kata-kata yang terlintas, kata-kata yang saya temukan di jalan-jalan, rasanya saya seperti dikejar-kerja kata. Ya, dikejar-kejar kata. Kata-kata itu seperti mengejar saya untuk dibahas, untuk ditulis. Selama beberapa waktu tidak menulis, banyak sekali saya temukan kata-kata yang tidak berkaidah bahasa Indonesia atau tidak tepat.

Banyak kata-kata unik, kata-kata slang, kata-kata tidak baku, dan kata lainnya yang bertolak belakang dengan kaidah bahasa Indonesia. Contohnya, 'mam pisang', 'baso bakar mantep', 'ayam bakar Cibubur'. Unik semua bukan? Itulah bentuk kekreativitasan masyarakat Indonesia dalam mengolah kata untuk marketing. Hal ini disebut bahasa marketing.

Melihat ketiga contoh di atas, saya berasa dikejar-kejar kata. Kata yang menuntut untuk disempurnakan. Kata yang sering kita lihat di pinggir jalan, di hadapan kita, terlihat biasa saja. Namun, untuk seorang pemerhati dan peneliti bahasa, kata sepele tersebut bisa jadi masalah, bahkan bisa dijadikan bahan penelitian.

Seperti pada kata 'mam', 'baso', 'mantep'. Kata 'mam' berasal dari bahasa Sunda halus yaitu 'emam' yang berarti makan. Pengonstruksian kata 'mam' untuk difrasakan dengan kata pisang sehingga menjadi 'mam pisah', telah mengubah bentuk asli dari kaidah bahasa Sunda yaitu 'emam' dengan menghilangkan fonem /e/ pada awal katanya.

Selanjutnya, pada kata 'baso' menyalahi aturan kaidah bahasa Indonesia dengan melesapkan fonem /k/ di tengah kata sehingga membentuk kata tidak baku, yang dalam bentuk kata dasar aslinya adalah 'bakso'. Begitu juga dengan kata 'mantep', kata ini mengalami perubahan vokel dari /a/ ke /e/ sehingga menjadi tidak baku, yang kata dasar aslinya adalah 'mantap'.

Kata berikutnya yaitu 'ayam bakar Cibubur', membacanya seperti tercengang. Kok bisa? Berapa bangunan yang dihanguskan? Eits, bukan ayam melakukan pembakaran wilayah Cibubur. Terus apa? Tetapi ayam bakar dari Cibubur. Oke, itulah pentingnya sebuah tanda baca dalam sebuah teks agar tidak keliru.

Jarang sekali saya temukan sebuah iklan seperti tersebut menggunaan tanda baca, terutama tanda koma (,), lebih seringnya ditemukan tanda seru (!). Inilah yang perlu diperhatikan kepada para pembuat iklan untuk memperhatikan tanda bacanya. Penggunaan tanda baca tidak hanya pada menulis cerpen, artikel, dan karya ilmiah saja, tetapi juga perlu dalam menulis iklan, agar tidak terjadi kesalahan kontekstual. 'ayam bakar, cibubur' kalau seperti ini enak dibacanya.

Banyak lagi kata unik lainnya yang kita bisa temukan di pinggir jalan atau diluaran manapun. Contoh lagi, ada sebuah spanduk yang bertuliskan, 'jangan lihat ke samping, nanti ketagihan', 'apabila kalian menemukan uang 10 rb, tolong kembalikan, nanti gratis mie ayam satu porsi'. Kedua kalimat bertuliskan tersebut terpampang di depan warung makan tegal dan di depan tempat mi ayam. Secara refleks, kita menoleh. Dalam ilmu pragmatik, inilah kegunaan implikatur, yaitu menyampaikan sebuah pesan secara implisit.

Baiklah, dengan menuangkan kata-kata ini ke dalam tulisan, saya tidak akan merasa dikejar-kejar kata lagi.

Semoga bermanfaat.

Terima kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun