Mohon tunggu...
Rifa Adilah
Rifa Adilah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Siswa SMA Ini Menyulap Kotoran Kambing Menjadi Biogas untuk Memasak

7 Januari 2017   23:50 Diperbarui: 8 Januari 2017   19:18 3157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Siswa-siswi dari SMA Negeri 34 Jakarta yang terletak di Pondok Labu, Jakarta Selatan berhasil menjadi juara kedua dalam Toyota Eco Youth yang ke-10. Toyota Eco Youth atau yang biasa disingkat TEY merupakan kompetisi lingkungan hidup tingkat SMA dan sederajat di seluruh Indonesia. Jadi, para peserta dari setiap sekolah mengirimkan proposal proyek yang akan mereka buat ke email TEY. Proposal yang dinilai layak akan diberi kesempatan untuk merealisasikan proyeknya dengan bantuan dana dari Toyota Indonesia. Pada tahun ini, ada 2.543 proposal yang masuk ke email TEY. Namun, hanya 25 proposal yang akan masuk ke babak selanjutanya. 25 proposal tersebut terdiri dari 7 sekolah di Sumatera, 12 sekolah di Pulau Jawa dan Bali, serta masing-masing 2 sekolah dari Kalimantan, Sulawesi dan Papua. 25 finalis tersebut diberikan modal sebesar lima belas juta rupiah oleh Toyota Indonesia untuk mengimplementasikan proyeknya.

Tema TEY yang ke-10 adalah Ecosociopreneur. Tema ini diharapkan mampu menstimulus peserta untuk bersaing dalam menampilkan proyek lingkungan yang didukung oleh kegiatan yang akan menghasilkan dana untuk membiayai kelangsungan operasional proyek secara mandiri. Tentunya agar bisa mencapai manfaat besar dan melebihi ekspektasi masyarakat di lingkungan sekitar. Terdapat dua kategori dalam TEY yaitu science dan social. SMAN 34 mengikuti TEY kategori science dan memang telah mengikuti TEY dari beberapa tahun yang lalu. Dalam TEY yang ke-8 SMAN 34 belum bisa memenangkan proyeknya yaitu IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Proyek ini mengubah limbah cair menjadi air yang dapat digunakan. Sedangkan pada tahun ini SMAN 34 berhasil meraih pencapaian yang mereka harapkan.

Lomba ini mengharuskan kita mengelola masalah yang ada di lingkungan sekitar. Di belakang SMAN 34 terdapat peternakan kambing. Aloysia Elva dan Reihana Zahra mempunyai ide untuk mengubah kotoran kambing menjadi biogas yang dapat digunakan untuk memasak serta memanfaatkan limbah dari biogas tersebut menjadi pupuk yang sangat bagus bagi tanaman. Nama proyek mereka ialah POLAPENA (Instalasi Pengolahan Limbah Organik Penghasil Energi Alternatif).

Dana yang dibutuhkan untuk proyek POLAPENA kurang lebih sebesar lima juta rupiah. Uang tersebut digunakan untuk membeli peralatan instalasi dan kompor. Sekolah juga membuat saung POLAPENA yang terletak di halaman belakang atau di dekat kantin yang merupakan tempat praktik POLAPENA juga. Saung tersebut sekaligus sebagai memoriam Annisa Rahma, seorang alumni SMAN 34 tahun 2016 yang meninggal karena kanker. Annisa tetap semangat belajar walaupun sakit. Jadi dengan dibuatnya saung tersebut, sosok semangat Annisa  akan selalu dikenang. Dana untuk membangun saung ini juga didapatkan dari sponsor. Elva dan kawan-kawan sangat giat  mencari sponsor. Siapa saja boleh duduk di saung, bukan hanya tim POLAPENA saja. Anak-anak yang lain jadi bisa melihat sudah sejauh mana POLAPENA, sehingga banyak yang tertarik untuk bergabung dengan POLAPENA.

Bahan yang dibutuhkan seperti kotoran kambing didapatkan secara gratis dari peternakan kambing di belakang sekolah. Mereka juga ingin mengembangkan biogas untuk mengurangi kotoran di peternakannya. Jadi, timbal balik saja.Tim POLAPENA mengajarkan caranya dan mereka memberikan kotoran kambingnya. Sedangkan bahan lainnya seperti daun yang berguguran didapatkan di sekolah. Untungnya SMAN 34 banyak ditanami berbagai macam pohon. Jadi tidak perlu mencari daun di tempat lain. Elva dan kawan-kawan juga mensosialisasikan bank daun ke setiap kelas. Siswa yang mengumpulkan daun paling banyak akan mendapatkan sertifikat karbon netral taraf nasional. Air yang diperlukan juga diambil dari IPAL. Sebenarnya proyek POLAPENA ini sangat mudah namun memiliki manfaat yang luar biasa.

Jadi proses awalnya ialah dengan memasukkan semua limbah ke dalam tangki atau toren. Yang boleh dimasukkan hanya daun berguguran berwarna hijau dan kuning yang masih basah. Tidak bisa menggunakan daun kering serta tidak bisa menggunakan daun yang masih ada di pohon karena tingkat keasaman daunnya masih tinggi, sehingga bakteri anaerobnya sulit untuk memproduksi gas metana (CH4). Karena prosesnya anaerob (tidak memerlukan udara sama sekali), tangki harus ditutup rapat. Sebelum ditutup rapat, masukkan juga kotoran kambingnya serta jangan lupa diberikan air agar lebih mudah. Perbandingan limbah dengan airnya adalah 1:1. Setelah itu, tunggu selama 15 sampai 20 hari. Kita hanya perlu menunggu dan mengaduk-aduk saja. Setelah itu gasnya akan keluar dari gas holder. Sama seperti kompor LPG yang terdapat selang dibelakangnya untuk menyambungkan ke tabung gas elpigi, toren yang berisi limbah kotoran kambing ini juga terdapat saluran yang bisa disambungkan ke kompor biogas. Tidak bisa menggunakan kompor biasa, harus menggunakan kompor biogas.

Sekali memasukkan kotoran kambing ialah sebanyak 200 kg dan gas yang akan dihasilkan sebanyak 2 kg. Gas tersebut dapat digunakan selama 2 bulan oleh ibu-ibu kantin dan untuk praktik memasak di sekolah. Selain itu, ketika bakteri  sudah tidak bisa menghasilkan gas metana lagi, yang ada di dalam toren tersebut akan menjadi limbah. Ketika diteliti ternyata limbah tersebut dapat  digunakan menjadi pupuk cair atau lindi. Lindi merupakan pupuk cair yang memiliki kandungan mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri serta mengandung unsur organik dengan konsentrasi tinggi yang bisa membuat tanaman menjadi subur. Harga lindi ternyata cukup mahal.

Mereka sudah mempersiapkan lomba ini dari bulan Juni 2016.  Mereka hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk mempersiapkan proposal, tetapi memerlukan waktu setiap hari untuk menggali konsep. POLAPENA 34 memiliki tujuh belas orang tim inti yang terdiri dari anak kelas 10, 11, dan 12 yang terbagi menjadi beberapa divisi seperti humas, dokumentasi, IT, dekorasi, dan perlengkapan. Namun, tim yang terjun ke lapangan hanya sepuluh orang saja. Mereka adalah Elva (ketua), Reihana, Rafii, Nadya, Bella, Faisa, Far’i, Hatfan, Agil, dan Boma. Pada awalnya tim inti hanya terdiri dari beberapa orang saja namun seiring berjalannya waktu, mereka merasa lelah dan berfikir bahwa proyek ini akan tidak optimal hasilnya jika dikerjakan dengan beberapa orang saja oleh karena itu mereka membuthkan butuh team work. Selain itu, mereka juga merekrut duta POLAPENA dari setiap kelas dan mendapat dukungan yang penuh dari Kepala sekolah yaitu Bapak Taga Radja Gah. Beliau sangat gempar mempromosikan POLAPENA hingga ke dinas. Elva pun langsung diminta menjadi pembicara di Dinas Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Guru yang selalu mendampingi POLAPENA dari awal ialah Ibu Pantiyani, guru biologi sekaligus guru prakarya, tetapi ada beberapa guru yang ikut mendukung proyek ini seperti Pak Julimi, Pak Win dan Bu Endang. Bu Endang merupakan guru Kimia. Pada bulan Oktober 2016 beliau berangkat ke Jepang sebagai perwakilan dari Indonesia untuk studi banding tentang program lingkungan. Beliau menjelaskan tentang POLAPENA kepada dosen-dosen Universitas Nagasaki. Mereka sangat kagum dengan Instalasi POLAPENA. Mereka sampai meminta set dokumen Instalasi POLAPENA. Pada bulan Januari 2017 rencananya mereka akan datang ke Jakarta untuk melihat Instalasi POLAPENA.

Jadwal sekolah yang sangat padat membuat Elva dan kawan-kawan benar-benar memanfaatkan group line untuk berkomunikasi  karena menurut mereka jika bertemu langsung hanya membuang-buang waktu karena pasti akan membicarakan hal-hal yang tidak penting sedangkan tugas mereka banyak sekali. Maklum, 34 memang banyak sekali tugasnya. Setiap pertemuan di kelas pasti semua guru memberikan tugas. Jadi, mereka hanya bertemu jika ada event besar, perancangan alat atau pergi ke luar seperti studi banding ke Bandung atau ke FMIPA (Fakultas  Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) Universitas Indonesia karena mereka memang bekerja sama dengan FMIPA UI. Menurut Elva, yang  terpenting penting adalah selalu berkomunikasi dengan baik di group sehingga informasi tetap tersampaikan.

Dari bulan Juni sampai pada puncaknya yaitu Desember 2016, perjuangan tim POLAPENA membuahkan hasil yang baik. Instalasi POLAPENA mendapatkan juara kedua dalam Toyota Eco Youth yang ke-10 dan mendapatkan hadiah uang tunai sebesar lima puluh juta rupiah, sertifikat dan piala. Uang tersebut akan diberikan sebagian kepada sekolah untuk membiayai Toyota Eco Youth tahun berikutnya dan untuk mengembangkan proyek POLAPENA yang akan dikembangkan oleh anak kelas 10 dan 11 karena mereka sudah mengerti tentang POLAPENA. Uangnya juga akan diberikan kepada kepala sekolah, guru-guru, dan TU (Tata Usaha). TU baik sekali. Mereka membelikan anti hama dan anti ulat bulu agar anak-anak tetap aman dan nyaman ketika praktik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun