Mohon tunggu...
Rienaldy
Rienaldy Mohon Tunggu... mahasiswa

NAMA : Rienaldy; NIM : 41521010166; Jurusan : Teknik Informatika; Kampus : Universitas Mercu Buana; Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB; Dosen : Prof Dr Apollo, M.Si.Ak.;

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Diskursus Gaya Kepemimpinan Dewa Ruci Werkudara pada Upaya Pencegahan Korupsi di Indonesia

11 November 2023   16:02 Diperbarui: 11 November 2023   16:20 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kisah Dewa Ruci, terdapat seorang prajurit gagah bernama Bima, yang akrab dipanggil Werkudara, diberi tugas penting oleh gurunya, Resi Durna. Tugas tersebut adalah untuk menemukan sumber air suci yang konon dapat memberikan kesempurnaan hidup, yang dikenal sebagai Tirta Perwita. Meski tampak sebagai tugas yang mulia, namun sebenarnya tugas itu diberikan dengan maksud terselubung, yaitu untuk menjauhkan Bima dari keterlibatannya dalam Perang Bharatayuddha yang akan segera terjadi.

Bima menerima titah gurunya dengan hati penuh kesetiaan dan tekad yang bulat. Dia memulai perjalanan panjangnya ke tempat-tempat berbahaya yang telah ditetapkan oleh Resi Durna, tempat-tempat yang dipenuhi dengan berbagai macam rintangan dan cobaan yang menguji keberanian dan keteguhannya.

Bima diperintahakn untuk melakukan perjalanan ke gua gunung Candramuka. Setelah menyelidiki gua tersebut, dan tahu bahwa air yang dicarinya ternyata tidak ada, ia pun menghancurkan Sebagian gua sehingga membua dua raksasa yang tinggal di sana marah, yaitu Rukmuka dan Rukmakala. Terjadilah pertikaian antara mereka, yang akhirnya dimenangkan oleh Bima. Saat sedang beristirahat usai pertempuran, ia bersandar pada sebuah pohon beringin.

Tak lama kemudian, suara tak berwujud yang berasal dari Batara Indra dan Bayu memberi tahu bahwa dua raksasa yang dibunuh Bima ternyata memang sedang dihukum Batara Guru. Lalu mereka memerintahkan Bima agar kembali ke Astina karena air kehidupan tak ada di gua tersebut.

Ketika Bima tiba di Astina, ia segera mendatangi Drona. Sang guru dengan bijaksana menjelaskan bahwa ujian sebelumnya hanyalah bagian dari proses pembelajaran. Tanpa ragu, Drona memerintahkan Bima untuk melangkah ke tepi samudra demi mencari air kehidupan.

Meskipun semua kerabatnya mengkhawatirkan keputusan tersebut dan memperingatkan akan kemungkinan jebakan, Bima tetap teguh dan berkomitmen untuk melaksanakan perintah sang guru. Ketika sampai di tepi samudra yang ganjil, Bima merasakan gelombang perasaan yang berkecamuk di dalam dirinya.

Dia memusatkan pikiran sejenak sebelum akhirnya memasuki samudra yang dalam. Dengan menggunakan kesaktian Aji Jalasegara yang diperolehnya dari Batara Bayu dalam perjalanan sebelumnya, Bima mampu menembus lapisan air, bahkan mampu bernapas di bawahnya. Di dasar samudra, ia langsung dihadang oleh seekor naga yang ganas. Bima terlibat dalam pertarungan sengit dengan naga tersebut. Kedua makhluk itu bergulat dalam perlawanan sengit, dan Bima dengan lihai menggunakan Pancanaka untuk mengalahkan dan mengakhiri nyawa sang naga.

Tiba di Astina, Bima kembali menemui Drona, sang guru, yang beralasan telah menyusuri samudra yang sama. Di sana, Bima menemukan seorang dewa kerdil bernama Dewa Ruci, dengan wajah yang menyerupai dirinya sendiri. Meski ukurannya tak lebih besar dari telapak tangan Bima, Dewa Ruci memberi perintah agar Bima memasuki telinga kirinya.

Dengan keajaiban yang tak terduga, Bima berhasil merasuki telinga dewa kerdil itu, menemukan dunia yang luas di dalamnya. Dewa Ruci menjelaskan bahwa air kehidupan tidaklah terletak di luar, melainkan ada di dalam setiap manusia itu sendiri. Bima menghayati ajaran Dewa Ruci yang sebenarnya merupakan representasi dari dirinya sendiri, yang muncul sebagai peneguh karena kesetiaannya dalam mematuhi perintah sang guru, Drona, dengan sepenuh hati.

Dalam pengalaman itu, Bima dihadapkan pada empat macam cahaya, yang masing-masing berwarna hitam, merah, kuning, dan putih. Menurut Dewa Ruci, cahaya tersebut dikenal sebagai Pancamaya, yang hadir dalam relung hati setiap manusia. Sementara cahaya hitam, merah, dan kuning, merupakan penghalang-penghalang yang memengaruhi hati. Cahaya hitam mewakili kemarahan, yang menghalangi dan mengaburkan niat baik.

Cahaya merah melambangkan nafsu yang menghalangi kesadaran akan kewaspadaan. Cahaya kuning menandakan kecenderungan merusak. Sedangkan cahaya putih melambangkan ketenangan dan kemurnian hati, yang terbebas dari prasangka, dan menonjol dalam kedamaian yang utuh. Dengan demikian, cahaya hitam, merah, dan kuning merupakan penghalang-penghalang yang menghambat pikiran dan kehendak yang sejati, sementara cahaya putih mewakili keutuhan Sukma Mulia.

Setibanya di Astina, Bima kembali menemui Drona, sang gurunya. Drona menjelaskan bahwa Bima telah pergi ke samudra yang sama, di mana ia bertemu dengan Dewa Ruci, seorang dewa kerdil yang wajahnya mirip dengan Bima sendiri. Ukuran Dewa Ruci tidak lebih besar dari telapak tangan Bima. Dewa Ruci memerintahkan Bima untuk memasuki telinga kirinya, dan dengan keajaiban, Bima berhasil memasuki telinga dewa kerdil tersebut. Di dalamnya, Bima menemukan dunia yang luas dan penuh misteri.

Dewa Ruci menjelaskan kepada Bima bahwa air kehidupan sebenarnya terletak di dalam diri manusia itu sendiri, bukan di tempat lain. Saat Bima melihat cahaya berkilauan dan berwarna-warni melengkung, Dewa Ruci mengungkapkan bahwa itu adalah kemampuan manusia untuk berwaspada, yang disebut sebagai Pramana.

Pramana ada dalam diri manusia tetapi tidak ikut merasakan sukacita atau kesedihan. Ia tinggal di dalam tubuh, tidak memerlukan makanan atau minuman, dan tidak merasakan sakit atau penderitaan. Dewa Ruci juga memberikan penjelasan mengenai Sukma Sejati serta persatuan antara manusia (kawula) dan pencipta (Gusti). Mendengar kata-kata Dewa Ruci, Bima merasa penuh kebahagiaan.

Nilai Karakter dalam Serat Dewa Ruci :

  • Religius

Tumbuh kembangnya nilai-nilai kehidupan religius tercermin dalam ajaran yang mengintegrasikan keyakinan (aqidah), ibadah, dan perilaku moral (akhlak) sebagai panduan utama dalam mencapai kesejahteraan, serta kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Dalam konteks ini, tawakal atau berserah diri kepada Tuhan menjadi prinsip fundamental dalam karakter religius. Menurut ajaran Islam, tawakkal merupakan titik penyelesaian terakhir setelah melakukan usaha atau perjuangan. M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa tawakal bukan berarti penyerahan mutlak kepada Tuhan, tetapi harus dipahami sebagai bentuk penyerahan yang didahului oleh upaya manusiawi.

Sebagai contoh yang relevan, dalam perjalanan spiritualnya, Bima menghadapi serangkaian ujian yang membingungkan. Seperti yang terungkap dalam Serat Dewa Ruci pupuh III Sinom 18-19, perjalanan Bima dalam mencari Air Kehidupan melibatkan melewati berbagai rintangan, namun ia tetap menjunjung tinggi ketakwaannya kepada Tuhan dengan tulus berserah diri. Meskipun demikian, Bima tetap memahami bahwa usaha dan kerja keras adalah bagian penting dalam perjalanan tersebut, sementara keputusan akhir sepenuhnya ditujukan kepada kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian, keseimbangan antara upaya manusiawi dan tawakal kepada Tuhan tercermin sebagai landasan kuat dalam mencapai tujuan hidup.

  • Jujur

merupakan ciri terpuji yang menjadi landasan utama dalam tegaknya moralitas dalam agama maupun dunia. Sifat kejujuran adalah akar dari perilaku yang terpuji. Jujur juga berarti memberikan informasi yang akurat dan sesuai dengan kenyataan. Kejujuran membawa ketenangan dan kedamaian dalam hati. Saat seseorang berbicara jujur, tidak akan ada rasa ketakutan atau kekhawatiran bahwa sesuatu yang disembunyikan akan terbongkar. Orang yang jujur tidak akan pernah dengan sengaja merugikan orang lain. Mereka yang jujur biasanya dapat dipercaya dan bertanggung jawab dalam tindakan mereka, serta cenderung bersikap adil terhadap semua orang di sekitarnya.

Kejujuran adalah sifat terpuji yang menjadi pilar utama dalam menjaga keseimbangan antara spiritualitas dan kehidupan sehari-hari. Sifat jujur juga tercermin dalam kedisiplinan Bima sejak awal pembelajarannya dengan Guru Durna. Dalam proses belajar, Bima konsisten hadir tepat waktu dan menunjukkan komitmen penuh dalam menyerap pelajaran, berlatih dengan tekun, dan menghargai waktu dengan baik. Karena dedikasinya yang luar biasa, Bima menjadi murid favorit selain Arjuna di mata Guru Durna.

Bima menjalankan setiap perintah gurunya dengan tekad yang bulat, tanpa ada keraguan sedikit pun. Baginya, setiap tugas yang diberikan oleh Guru Durna merupakan hal yang benar, dan ia berkomitmen untuk menyelesaikannya dengan penuh keyakinan. Meskipun Bima menyadari bahwa beberapa perintah tersebut tampaknya tidak mungkin untuk dilaksanakan, namun ia tetap mematuhi petunjuk gurunya.

  • Disiplin

adalah cerminan dari ketaatan yang dilakukan secara sadar, bukan hanya karena adanya peraturan atau paksaan dari luar. Namun, di tengah kenyataan, terkadang disiplin seseorang dipengaruhi oleh tekanan eksternal atau aturan yang terasa membatasi. Hal ini terkadang juga dialami oleh Bima, di mana ia dipaksa untuk patuh pada perintah yang kelihatannya tidak mungkin dilaksanakan, tetapi ia tetap melakukannya dengan penuh tanggung jawab dan kesetiaan pada guru.

  • Kerja Keras

Hidup merupakan perjalanan yang penuh perjuangan, di mana usaha dan kerja keras menjadi kunci utama untuk mengatasi setiap rintangan. Tanpa tekad dan upaya yang sungguh-sungguh, manusia akan kesulitan memenuhi berbagai kebutuhan dan meraih cita-cita yang diimpikan. Karakter kerja keras sendiri merupakan refleksi dari ketekunan dan keteguhan hati seseorang dalam mengejar tujuan dan impian mereka. Bima, tokoh pahlawan dalam kisah pewayangan, juga menjadi contoh nyata dari karakter pekerja keras ini.

Bima menunjukkan ketekunan dan semangat juang yang luar biasa saat diperintah oleh gurunya untuk mencari Air Kehidupan, baik di Hutan Candramuka maupun di tengah samudra. Meskipun mengalami kegagalan dalam mencari air di Hutan Tribasara, Bima tidak menyerah. Dengan tekad yang kuat, ia terus melangkah hingga mencapai tepian samudra, bahkan rela berhadapan dengan bahaya besar, seperti pertarungan dengan seekor Naga, untuk mencapai tujuan yang diamanatkannya.Ini menunjukkan bahwa semangat juang dan kerja keras Bima merupakan contoh nyata dari ketekunan dan keteguhan hati seseorang dalam mengatasi segala rintangan. Hal ini menginspirasi kita untuk terus melangkah maju meski dihadapkan pada berbagai tantangan, dan tidak menyerah dalam menggapai impian dan tujuan hidup.

  • Kreatif

Kreativitas adalah kebutuhan esensial bagi manusia, mengindikasikan keinginan akan ekspresi diri dan pencapaian puncak potensi individu. Setiap manusia telah dilahirkan dengan kapasitas kreatif yang dapat diekspresikan dalam berbagai bentuk, baik dalam ranah seni maupun ilmu pengetahuan. Solso, Maclin & Maclin mengemukakan bahwa kreativitas adalah proses kognitif yang menghasilkan sudut pandang baru terhadap suatu masalah, tak terbatas pada hasil pragmatis (dilihat dari kegunaannya).

Saat Bima berusaha menemukan Air Kehidupan, dia berdiri di tepi laut yang luas, terpesona oleh luasnya samudra yang tak terhingga. Terombang-ambing dalam kebingungan, Bima merenung bagaimana cara untuk memasuki pusat samudra. Hingga akhirnya, ia menemukan ide kreatif yang menginspirasi untuk menembus kedalaman lautan.

  • Rasa Ingin

Rasa ingin tahu merupakan dorongan alami yang ada dalam diri manusia dan binatang. Hal ini melambangkan keinginan yang kuat untuk memahami hal-hal baru dan mengeksplorasi rahasia alam. Dapat diibaratkan sebagai bensin yang memberi tenaga pada kendaraan pengetahuan dan disiplin dalam proses pembelajaran. Menurut beberapa ahli, rasa ingin tahu mendorong individu untuk menyelidiki dan menggali pemahaman lebih dalam terhadap hal-hal yang sebelumnya belum diketahui. Dorongan ini seringkali muncul ketika seseorang menemukan situasi yang menarik di sekitarnya.

Dalam kisah pencarian Air Kehidupan, Bima bertemu dengan Dewa Ruci yang memberikan wejangan mengenai berbagai ilmu pengetahuan dan hakikat kehidupan. Wejangan tersebut membuka cakrawala baru bagi Bima, memicu rasa ingin tahu yang kuat dalam dirinya untuk terus mengeksplorasi dan memperdalam pemahaman terhadap dunia di sekitarnya

  • Tanggung Jawab

Tanggung jawab memegang peranan penting dalam mengatur perilaku manusia dalam masyarakat. Hal ini merupakan sebuah panggilan batin yang melekat dalam diri setiap individu. Tanggung jawab melibatkan kesadaran seseorang akan kewajiban moralnya terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara, dan aspek spiritual. Sesuai dengan pandangan Said Hamid Hasan, tanggung jawab mencerminkan komitmen seseorang untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara tepat terhadap lingkungan sekitarnya.

Dalam kisah tersebut, Resi Durna merupakan seorang guru yang sangat dihormati oleh Bima. Bima patuh terhadap setiap perintahnya, namun pada suatu waktu, Bima mengalami keraguan terhadap perintah guru yang ia anggap tak benar. Meskipun demikian, Bima hampir saja melanggar tanggung jawabnya terhadap guru tersebut, sebelum akhirnya ia menyadari pentingnya setia pada tanggung jawabnya meskipun ia merasa ragu. Dalam perjalanan tersebut, ia memahami bahwa pentingnya memegang teguh tanggung jawabnya sebagai seorang murid, meskipun terkadang muncul keraguan.

Universitas Medan Area
Universitas Medan Area

Kepemimpinan adalah suatu ilmu dan seni untuk mempengaruhi orang lain atau sekelompok individu untuk saling bekerja sama, tidak saling menjatuhkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Sejumlah teori kepemimpinan yang terdapat pada berbagai literatur, tidak satu pun menunjukkan keterkaitan dengan masalah korupsi, namun jika hubungannya dengan keberhasilan atau kegagalan, kesejahteraan atau kesengsaraan pada masyarakat yang dipimpin, maka hampir semua teori mengarah pada hal tersebut, sehingga menempatkan terdapatnya tindakan korupsi dalam suatu komunitas kepemimpinan adalah bagian dari kegagalan pemimpin karena hakikatnya korupsi dapat merugikan kepentingan orang banyak, walaupun pelaku korupsi koruptor akan dapat hidup enak dari hasil korupsinya, apalagi jika pemimpinnya membiarkan atau tidak membuat jera melalui penegakan hukum dan tidak dapat membersihkan lingkungannya dari "kotoran sosial "yang satu ini.

Manfaat dari Kepemimpinan :

  • Pencapaian Tujuan:

Pemimpin memiliki peran penting dalam mengarahkan tim atau organisasi menuju pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Melalui pemberian panduan dan penyampaian visi yang terang, kepemimpinan menciptakan fokus dan tujuan bersama yang dapat diupayakan secara bersama-sama.

  • Motivasi dan Produktivitas

Seorang pemimpin yang berhasil dapat menginspirasi dan memberikan dukungan kepada anggota tim, memicu semangat kerja dan meningkatkan hasil kinerja secara keseluruhan.

  • Sinkronisasi dan Kolaborasi

Dalam kepemimpinan, terdapat keterlibatan aktif dalam mengelola dengan baik hubungan kerja antaranggota tim. Seorang pemimpin berperan dalam menyelaraskan berbagai tugas dan kegiatan sehingga kolaborasi dapat terjadi dengan efektif demi mencapai tujuan bersama. Pemimpin bertanggung jawab dalam membuat keputusan secara tepat dan efisien, memungkinkan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan mengatasi tantangan dengan cara yang efektif.

  • Pengembangan personal

Sebagai seorang pemimpin, terlibat dalam upaya membina dan meningkatkan kemampuan anggota tim. Pemimpin memiliki kemampuan untuk mengenali bakat individu, memberikan masukan yang membangun, dan menciptakan kesempatan bagi perkembangan profesional.

  • Pengembangan Budaya Organisasi

melibatkan kontribusi penting dari seorang pemimpin. Dengan menggambarkan nilai-nilai, norma, dan etika kerja yang diharapkan, seorang pemimpin mampu membentuk atmosfer di organisasi yang merangsang kerjasama dan kemajuan inovatif.

Teori Enviromental menyatakan bahwa kepemimpinan itu terjadi karena faktor lingkungan sosial yang merupakan tatanan untuk dapat diatasi atau diselesaikan (Zainudin, 2002, 4) sehingga kemampuan dan ketrampilan memimpin adalah syarat utama untuk dapat memecahkan masalah sosial dalam keadaan tertekan atau perubahan dan adaptasi.

Dari teori Enviromental ini relevan untuk ditempatkan sebuah persoalan sosial yang sangat populer ditengah masyarakat, di satu sisi dianggap kejahatan, perbuatan sangat tercela, dan tidak pantas disandang oleh umat beragama, namun di sisi lain telah melekat erat bak budaya bahkan telah menjadi "prestasi buruk" dan spektakuler ditengah bangsa-bangsa lain di dunia ini.

Sehingga sudah pasti sangat menekan bagi kepemimpinan nasional untuk mampu menyelesaikan masalah sosial yang akut ini. Dari teori ini dapat ditegaskan bahwa keberhasilan dalam memberantas korupsi adalah termasuk nilai penentu bagi kesuksesan kepemimpinan secara keseluruhan.

Diskursus Gaya Kepemimpinan Dewa Ruci Werkudara Pada Upaya Pencegahan Korupsi di Indonesia

Teori Humanistik, teori ini menekankan adanya suatu kelompok masyarakat atau organisasi, jika ada kelompok atau organisasi, maka akan muncul pemimpin dan fungsi kepemimpinan adalah mengatur kebebasan individu untuk dapat merealisasikan motivasi dari rakyat agar dapat bersamasama mencapai tujuan. Organisasi juga berfungsi sebagai wadah yang dapat menampung tuntutan kemanusiaan berupa kebutuhan politik, ekonomi, sosial dan budaya untuk mengontrol sebuah kegiatan besar yaitu bernegara agar benar-benar menjadi terarah dan memiliki tanggung jawab.

Adalah pemenuhan kebutuhan yang manusiawi apabila kelompok atau organisasi dalam bentuk apapun yang ada di negeri ini tidak menjadi wadah yang terkotori oleh tindakan-tindakan individu berupa penyelewengan atau kecurangan dalam kategori korupsi. Dan peran kepemimpinanlah yang dapat mengarahkan masing-masing individu ataupun masyarakat dengan badan / lembaganya yang mungkin menjadi sumber korupsi (Hediarti, 1994, 82) untuk tidak terjangkit penyakit sosial dan sudah sangat membahayakan keselamatan negeri ini

Sifat kepemimpinan dewa ruci :

Dewi Ruci Werkudara adalah tokoh dalam pewayangan Jawa yang memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang patut dicontoh. Meskipun karakter ini berasal dari khayangan atau dunia roh, sifat-sifat kepemimpinan yang dapat diidentifikasi dalam cerita pewayangan dapat mencerminkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang baik. Berikut adalah beberapa sifat kepemimpinan yang diasosiasikan dengan Dewi Ruci Werkudara:

  • Kebijaksanaan (Wisdom):

Kebijaksanaan adalah atribut yang sering kali dikaitkan dengan Dewi Ruci Werkudara. Sebagai seorang pemimpin, memiliki kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, menyelesaikan masalah, dan memandang ke depan merupakan aspek yang sangat krusial.

  • Kesetiaan (Loyalty)

Kepemimpinan yang diwujudkan oleh Dewi Ruci Werkudara menunjukkan komitmen pada prinsip-prinsip yang benar dan pelaksanaan tugas yang diberikan. Kesetiaan tersebut memiliki peran krusial dalam membangun kepercayaan di kalangan bawahan atau pengikutnya.

  • Kesabaran (Patience)

Dewi Ruci Werkudara menunjukkan sifat kesabaran, yang merupakan kualitas penting dalam kepemimpinan. Kesabaran membantu pemimpin untuk menghadapi tantangan dengan tenang dan memberikan ruang bagi perkembangan jangka panjang.

  • Keadilan (Justice)

Sebagai figur yang melambangkan keadilan, Dewi Ruci Werkudara mencerminkan sifat adil dan netral. Seorang pemimpin yang adil berusaha menciptakan suasana kerja yang seimbang dan mendukung perkembangan seluruh anggota tim.

  • Simpati (Sympathy)

Kepemimpinan Dewi Ruci Werkudara juga menunjukkan simpati terhadap orang lain. Sikap simpati membantu pemimpin dalam memahami serta menanggapi kebutuhan dan kekhawatiran anggota tim dengan penuh perhatian.

  • Kemampuan Mendorong (Inspirational)

Sebagai pemimpin, Dewi Ruci Werkudara dapat memberikan dorongan kepada bawahan atau pengikutnya. Dorongan ini dapat muncul melalui contoh yang menginspirasi, penyampaian kata-kata positif, atau dukungan aktif terhadap perkembangan mereka.

  • Teladan (Model)

Dewi Ruci Werkudara memberikan gambaran yang baik melalui perilaku dan tindakannya. Menjadi teladan adalah sifat penting yang mampu memberikan inspirasi dan membentuk budaya organisasi.

Beberapa relevansi praktik kepemimpinan dalam berbagai sektor, termasuk pemerintah, bisnis, dan organisasi masyarakat, dapat diidentifikasi dalam konteks pencegahan korupsi di Indonesia. Berikut adalah beberapa contoh implementasi praktik kepemimpinan yang mencerminkan nilai-nilai Dewa Ruci Werkudara:

  • Keterbukaan dalam Tata Kelola Pemerintahan:

Penerapan prinsip keterbukaan dalam tata kelola pemerintahan mencerminkan semangat Dewa Ruci. Langkah-langkah seperti pengungkapan informasi publik, pembentukan lembaga pengawasan independen, dan transparansi dalam pengambilan keputusan dapat efektif dalam mencegah praktik korupsi.

  • Integritas Bisnis dan Kepemimpinan Etis:

Pemimpin di sektor bisnis yang menonjolkan integritas dan etika menciptakan lingkungan yang tidak bersahabat terhadap korupsi. Kebijakan keuangan yang bijaksana dan keteladanan dalam menjalankan bisnis dapat membentuk norma-nilai yang menolak praktik korupsi.

  • Keteladanan dan Keadilan di Lembaga Hukum:

Kepemimpinan yang menonjolkan keteladanan dan memastikan keadilan di lembaga penegak hukum membantu menghambat praktik korupsi. Ini termasuk penanganan perkara korupsi tanpa memandang politik atau pilih kasih.

Pemimpin di sektor pendidikan dan sosial yang memajukan pendidikan dan peningkatan kesadaran tentang risiko dan konsekuensi tindakan korupsi turut berperan dalam pencegahan. Masyarakat yang teredukasi dapat lebih efektif melawan praktik korupsi.

  • Pemberdayaan Anggota Tim di Organisasi:

Kepemimpinan di organisasi yang memberdayakan anggota tim dengan memberikan tanggung jawab dan kepercayaan menciptakan lingkungan di mana kejujuran dan profesionalisme dihargai lebih dari perilaku koruptif.

Dalam mencapai keberhasilan pencegahan korupsi, implementasi nilai-nilai kepemimpinan yang mencerminkan karakter Dewa Ruci Werkudara dapat menjadi landasan yang kokoh di berbagai sektor di Indonesia. Kesadaran akan integritas, transparansi, dan keadilan dalam kepemimpinan dapat membentuk budaya yang menolak korupsi, mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

Kuliah design
Kuliah design

Korupsi adalah sebuah cela atau aib yang sangat akrab ditelinga orang Indonesia. Hampir setiap hari media massa baik cetak maupun elektronik mengungkapkan permasalahan yang satu ini dalam berbagai ragam dan tingkatannya. Kendatipun semua orang tidak dapat menerima praktik-praktik korupsi, tetapi korupsi hampir melibatkan semua orang (Mufid, 1997, 13).

Korupsi tidak hanya dilakukan oleh pejabat, pengusaha dan pegawai negeri / swasta, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang yang berhubungan dengan lembaga-lembaga sosial dan bahkan lembaga keagamaan. Dimanapun, manakala ada kesempatan, orang akan melakukan korupsi.

Dimulai dari rumah tangga, seorang anak, suami atau istri, ada yang tidak jujur dan tidak bertanggung jawab terhadap amanat yang diterimanya. Ketika seorang anak diminta belanja dan uangnya lebih, kemudian tidak dikembalikan, maka hal itu merupakan awal dari sebuah praktik korupsi, jika sebagai orang tua, kerap mengabaikan bahkan membiarkan hal-hal kecil berupa kewenangan yang terjadi dalam rumah tangga, maka sama dengan memberikan pendidikan korupsi dalam keluarganya sendiri. Praktek tidak jujur dapat pula terjadi berupa hubungan sosial pada tingkat kelompok masyarakat / organisasi yang paling kecil / bawah, RT, RW, Dusun dan Desa.

Kutipan dan tarikan iuran dari warga ada pula yang tidak dipertanggung jawabkan, demikian pula kepanitiaan yang dibentuk oleh warga dan dari warga sendiri tidak jarang yang berbuat curang, bahkan tidak sedikit merambah pada panitia pembangunan rumah ibadah yang sakral, belum lagi masih sering dijumpai di tengah jalan raya, di siang hari bolong polisi yang notabenya adalah penegak hukum justru dengan sewenangwenang meminta denda langsung dengan alasan pelanggaran lalu lintas padahal uang denda dari masyarakat itu hanya masuk kantongnya sendiri, karena tidak jarang surat tilang hanya sebagai kedok dan proses peradilan lalu lintas tidak diberlakukan

Setelah memasuki Era Kemerdekaan, ketika "Ekonomi Terpimpin" bertaut dengan "Demokrasi Terpimpin", kekuasaan yang begitu besar dikalangan birokrasi yang oleh PKI kemudian disebut sebagai "Kapitalis Birokrat" akhirnya tak terkendali sehingga memunculkan praktek-praktek korupsi, terutama dipelopori oleh kalangan pejabat / pemimpin pemerintahan (Gunawan Muhammad, Tempo 6 Februari 2005).

Di Era Orde Baru, korupsi adalah Trade Mark kepemimpinan yang sangat populer hingga saat ini bersanding menjadi kosa kata sejajar dalam arti sama dengan penyelewengan atau kecurangan, yaitu dua kata yang lain selain kata korupsi : kolusi dan nepotisme untuk dikenal sebagai istilah KKN, sehingga tepat kiranya di era kepemimpinan orde baru ini adalah masa tumbuh subur dan berkembangnya korupsi secara besar-besaran Pasca kepemimpinan orde baru era reformasi dimulai dengan penuh harapan bahwa KKN dijadikan thema central untuk dihabisi agar bangsa Indonesia mencapai cita-cita kemakmuran dan keadilan yang berarti korupsi, kolusi dan nepotisme adalah sumber penghalang untuk mencapai cita-cita itu.

Setelah tiga kali pergantian kepemimpinan dengan masing-masing type dan gaya kepemimpinannya pasti menyuarakan anti KKN, namun pada kenyataannya korupsi tetap menjadi masalah utama lagi pelik di negeri ini, bahkan di era ini seiring dengan berlakunya perubahan dan model pemerintahan otonomi daerah, justru lebih menambah peluang terjadinya korupsi ditingkat daerah, setelah ditingkat pusat seharusnya surut oleh karena desentralisasi kekuasaan. Tiga figur pemimpin yang telah lalu (Habibie, Gus Dur dan Mega) di masa reformasi untuk tidak sepenuhnya dianggap gagal dalam pemberantasan korupsi, di masa itu penting untuk diberi predikat "Kepemimpinan yang telah menyadari akan bahaya korupsi".

Namun belum banyak berbuat untuk melawannya dan hal ini ditandai dengan lahirnya berbagai bentuk perUndang-Undangan seperti UU No. 28 Th. 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme dan UU No. 5 Th. 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (Kara, 2005, 194), serta berbagai kebijakan-kebijakan yang bersifat clean governance dan lain-lain yang dimotori oleh pemerintah.

Dalam upaya pencegahan korupsi saat ini, kehadiran para pemimpin lokal yang memiliki karakter khas daerah menjadi krusial. Mereka perlu memiliki sifat-sifat seperti keberakhlakan, kreativitas, kemampuan mencari solusi, serta inspirasi, dan harus menjunjung tinggi sistem meritokrasi yang dapat menghapuskan segala bentuk diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, kedaerahan, dan golongan.

Saat membicarakan kepemimpinan yang berlandaskan pada akhlakul karimah, hal tersebut secara langsung meniadakan batasan-batasan tersebut, yang mana sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan oleh masyarakat Indonesia saat ini, terutama dalam konteks demografi multietnis dan multikultural.

Sebenarnya, kepemimpinan saat ini memiliki modal dasar yang sangat kuat, yang terkait erat dengan karakter dasar masyarakat. Dalam rangka mencegah penyebaran korupsi, penting bagi masyarakat untuk mempertahankan tradisi dan budaya lokal yang kuat. Hal ini karena korupsi masih merajalela dalam bentuk praktik suap dalam pengadaan barang dan jasa, penyalahgunaan wewenang dan kekayaan negara, manipulasi dokumen perjalanan dinas palsu, pungutan liar, serta pencucian uang ilegal.

Dengan adanya pemimpin yang berintegritas dan penuh inspirasi, bersama dengan masyarakat yang memiliki akar budaya yang kokoh, diharapkan mampu mencegah maraknya praktik korupsi yang merugikan bangsa dan negara.Faktor budaya tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi berbagai upaya dalam pencegahan korupsi dengan pendekatan model kepemimpinan yang berakhlak dan inspiratif.

Oleh karena itu, demi kesadaran bersama untuk menghindari perbuatan yang dapat mencelakakan anak keturunan, maka simpul pencegahan yang paling pertama dan utama tentu berada dilingkungan rumah tangga itu sendiri. Majunya tingkat pendidikan masyarakat saat ini menjadi alasan utama terjadinya disorientasi masyarakat terhadap persoalan pembangunan dan kesejahteraan dan persoalan korupsi yang semakin akut.

Beberapa aspek penting dari peran kepemimpinan Dewa Ruci dalam pencegahan korupsi:

  • Kebijaksanaan dan Integritas:

Dewa Ruci dikenal karena kebijaksanaannya dan integritasnya dalam pencarian pengetahuan. Seorang pemimpin yang bijaksana dan memiliki integritas tinggi akan memberikan contoh yang baik bagi anggota timnya, mendorong budaya organisasi yang bersih dan bebas dari korupsi.

  • Keteladanan dalam Tindakan:

Dewa Ruci memberikan teladan yang baik melalui perilaku dan tindakannya. Dalam konteks pencegahan korupsi, pemimpin yang menjadi teladan integritas dan kejujuran akan membentuk norma dan nilai-nilai yang menentang praktik korupsi.

  • Transparansi dalam Pengambilan Keputusan

Seorang pemimpin yang mengikuti prinsip Dewa Ruci akan mendorong transparansi dalam pengambilan keputusan. Kejelasan dan keterbukaan ini dapat mengurangi peluang untuk praktik korupsi yang terjadi di balik pintu tertutup.

  • Pendidikan dan Pengetahuan

Dewa Ruci terkenal karena pencariannya akan pengetahuan. Pemimpin yang mengedepankan pendidikan dan pengetahuan akan memahami pentingnya etika dan kejujuran dalam menjalankan tugasnya, serta mampu mengedukasi anggota timnya tentang risiko dan konsekuensi dari tindakan korupsi.

  • Keadilan dan Kesetaraan

Dewa Ruci dianggap adil dan tidak memihak. Pemimpin yang mempraktikkan keadilan dan kesetaraan dalam kebijakan dan tindakan organisasi akan menciptakan lingkungan di mana korupsi sulit berkembang.

  • Pemberdayaan Anggota Tim

Seorang pemimpin yang mengikuti semangat Dewa Ruci akan berusaha untuk memberdayakan anggota timnya. Dengan memberikan tanggung jawab dan kepercayaan kepada bawahan, pemimpin menciptakan iklim di mana kejujuran dan profesionalisme dihargai lebih dari praktik korupsi.

Penerapan gaya kepemimpinan Dewa Ruci yang mencakup nilai religius, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, rasa ingin tahu, dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan korupsi di Indonesia memberikan landasan yang kuat untuk menghadapi tantangan yang terkait dengan korupsi.

Beberapa alasan mengapa gaya kepemimpinan Dewa Ruci dapat diimplementasikan dalam upaya pencegahan korupsi di Indonesia adalah sebagai berikut:

  • Nilai Religius (Ketuhanan yang Maha Esa)

Implementasi nilai-nilai religius menjadi esensial karena mendorong pemimpin dan masyarakat untuk mengedepankan moralitas dan etika dalam menjalankan tugas-tugasnya. Dengan memperkokoh nilai-nilai religius, kesadaran akan dampak negatif korupsi terhadap kehidupan beragama dan masyarakat secara luas dapat ditingkatkan. Melalui pendekatan ini, diharapkan pemimpin dan masyarakat akan lebih memprioritaskan integritas dan transparansi dalam setiap aspek kehidupan, serta menjadikannya sebagai landasan utama dalam menjalankan tugas-tugas mereka.

  • Jujur (Kejujuran dan Keterbukaan)

Kehandalan kejujuran menjadi faktor utama dalam mengantisipasi praktik korupsi. Dengan mengedepankan prinsip kejujuran, pemimpin dapat membentuk budaya organisasi yang berfokus pada prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dengan demikian, peluang terjadinya praktik korupsi dapat ditekan karena masyarakat dapat secara aktif mengawasi dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh para pemimpin dan lembaga pemerintahan.

  • Disiplin (Taat Aturan dan Ketertiban)

Melalui penerapan disiplin yang konsisten dalam menegakkan aturan dan tata kelola yang baik, dapat mengurangi ruang gerak bagi praktik-praktik korupsi yang merugikan. Dengan menunjukkan kedisiplinan, pemimpin memberikan contoh positif bagi masyarakat dalam menghargai dan mematuhi peraturan serta prosedur yang telah ditetapkan.

Selain itu, dengan konsisten menerapkan disiplin, pemimpin dapat membangun budaya organisasi yang menekankan pentingnya ketaatan terhadap aturan dan tata tertib yang berlaku, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya pelanggaran yang merugikan masyarakat secara luas.

  • Kerja Keras (Komitmen dan Dedikasi)

Implementasi prinsip kerja keras akan memberi dorongan kepada pemimpin dan masyarakat untuk mengabdikan diri secara maksimal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan mengelola sumber daya negara dengan efektif. Dengan semangat kerja keras, mereka akan menitikberatkan perhatian pada upaya pencegahan korupsi dan pengembangan layanan publik yang berkualitas tinggi. Dengan komitmen terhadap usaha yang keras, mereka dapat menciptakan lingkungan yang berintegritas dan berkomitmen tinggi dalam melayani kepentingan masyarakat secara adil dan transparan.

  • Kreatif (Inovasi dan Solusi Terobosan)

Inovasi dan kreativitas memiliki peran penting dalam menemukan solusi yang efektif untuk menghadapi masalah korupsi. Pemimpin yang memiliki kemampuan kreatif akan mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan baru yang lebih efisien dalam memerangi praktik korupsi. Mereka akan bekerja untuk mengembangkan sistem yang sulit untuk dimanipulasi, dengan tujuan untuk memperkuat integritas dan transparansi dalam struktur pemerintahan.

Dengan penerapan pendekatan kreatif, pemimpin dapat menghasilkan ide-ide segar yang membawa perubahan positif dalam upaya pencegahan korupsi, serta mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses pemberantasan korupsi. Dengan demikian, inovasi menjadi kunci dalam membangun lingkungan pemerintahan yang bersih dan akuntabel.

  • Rasa Ingin Tahu (Pendidikan dan Pemahaman yang Mendalam)

Semangat untuk memperoleh pengetahuan yang baru akan memberikan dorongan bagi para pemimpin dan masyarakat untuk terus mengasah pemahaman mereka tentang akar permasalahan korupsi. Dengan adanya rasa ingin tahu yang tak terpadamkan, mereka akan cenderung melakukan penelitian yang mendalam, mengeksplorasi berbagai sumber, dan secara terus-menerus memperbaharui strategi pencegahan korupsi. Ini akan mendorong mereka untuk mengembangkan wawasan yang lebih luas, serta memperkuat kemampuan mereka dalam mengidentifikasi dan menangani berbagai bentuk praktik korupsi yang mungkin muncul di masyarakat.

  • Tanggung Jawab (Akuntabilitas dan Pengabdian)

Implementasi nilai tanggung jawab akan meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjalankan tugas dengan integritas dan kejujuran. Baik pemimpin maupun masyarakat akan menyadari bahwa mereka mempunyai kewajiban moral dan hukum untuk bertindak dengan adil dan transparan dalam pengelolaan urusan negara. Ini akan membentuk fondasi yang kuat untuk menciptakan lingkungan pemerintahan yang bersih dan akuntabel, di mana setiap individu bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan mereka.

Kesimpulan :

Dari beberapa aspek peran kepemimpinan Dewa Ruci dalam pencegahan korupsi yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa pemimpin yang mengikuti contoh Dewa Ruci memegang peran utama dalam membentuk budaya organisasi yang bersih dan terbebas dari korupsi. Nilai-nilai seperti kebijaksanaan, integritas, keteladanan, transparansi, pendidikan, keadilan, kesetaraan, dan pemberdayaan anggota tim menjadi fokus utama untuk menciptakan lingkungan di mana praktik korupsi sulit berkembang. Dengan menanamkan nilai-nilai ini, pemimpin tidak hanya memberikan teladan positif tetapi juga membentuk dasar kuat untuk mencegah timbulnya perilaku koruptif dalam konteks organisasi.

Daftar Pustaka :

Serat Dewa Ruci cetakan pertama yang diterbitkan oleh Mas Ngabehi Kramapawira tahun 1870, dicetak oleh Percetakan Van Dorp, Semarang, dengan aksara Jawa.

Serat Dewa Ruci berbahasa Jawa dan juga beraksara Jawa tulisan Mas Ngabehi Mangunwijaya dan diterbitkan oleh Tan Khoen Swie, Kediri, tahun 1922.

Cerita Dewa Roetji yang dimuat di majalah Belanda Djawa pada tahun 1940, dengan kontributor R.M. Poerbatjaraka.

Serat Dewa Ruci Kidung dari Bentuk Kakawin yang diterbitkan oleh Penerbit Dahara Prize Semarang tahun 1991, berhuruf Latin, berbahasa Jawa, dan ada terjemahan

Serat Dewa Ruci cetakan pertama yang diterbitkan oleh Mas Ngabehi Kramapawira tahun 1870, dicetak oleh Percetakan Van Dorp, Semarang, dengan aksara Jawa.

Mahendra Sucipta (2010), Ensiklopedia Wayang dan Silsilahnya, Yogyakarta: Penerbit Narasi, hlm. 125

Aris Wahyudi (2012), Lakon Dewa Ruci: Cara menjadi Jawa, Yogyakarta: Penerbit Bagaskara, hlm. xix

Yudhi A.W. (2012), Serat Dewa Ruci, Yogyakarta: Penerbit Narasi, hlm. 11

Frans Magnis Suseno (1991), Wayang dan Panggilan Manusia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, hlm. 48--51

https://eprints.uinsaizu.ac.id/16433/1/FITRIA%20ROCHMANAH_NILAI-NILAI%20PENDIDIKAN%20ISLAM%20DALAM%20KEHIDUPAN%20WERKUDARA%20SEBAGAI%20LAKON%20DEWA%20RUCI%20PADA%20BUKU%20SERAT%20DEWA%20RUCI%20KARYA%20DAMAR%20SHASHANGKAI.pdf

https://journal.ipts.ac.id/index.php/ED/article/view/2895/1867

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/30868/15422160%20Faiz%20Rozak%20Abror.pdf?sequence=1

https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37873/2/TETI%20PUJIAWATI-FU.pdf

http s://ejournal.uinsatu.ac.id/index.php/kon/article/view/870/606

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun