Mohon tunggu...
Ririk Ratnasari
Ririk Ratnasari Mohon Tunggu... Lainnya - Widyaiswara

Mengeja huruf menjadi kata, merangkai kata hingga bermakna aku bisa :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Keterampilan Berpikir Kritis Melalui Bahasa

25 April 2019   21:22 Diperbarui: 25 April 2019   21:25 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ide besar itu, berasal dari ruang-ruang kelas kecil di sekolah. Semua ide besar dan kecil dalam sejarah manusia adalah hasil pemikian kreatif dan rekaan manusia dengan izin Allah. Manusia dianugerahi Allah otak untuk berpikir dan menciptakan berbagai ilmu dan rekaan untuk hidup serta ungkapan syukur pada Sang Maha Pencipta.

Otak memiliki kemampuan luar biasa untuk menyimpan konsep dan informasi yang sama fantastisnya dengan kemampuan untuk menata kembali informasi tersebut dengan cara yang baru untuk menciptakan ide brilian. Semua ide sepanjang sejarah penemuan besar memiliki kesamaan umum, mereka berasal dari buah pemikiran manusia.

Semua peradaban manusia di masa lalu dan sekarang, India, Tiongkok, Mesir, Campa, Eropa, Amerika memiliki kesamaan umum yaitu lingkungan dan masyarakatnya mempunyai ide kreatif untuk menciptakan penemuan. Tambahan pula, mereka selalu memperbaharui penemuan melalui pendidikan dan kehidupan yang secara konstan selalu meningkatkannya. Budaya, sosial ekonomi dan sistem politik mendukung proses kreatif rakyatnya.

Pertanyaannya, bagaimana ide baru diciptakan? Sederhana saja ide baru hakikatnya adalah kombinasi ide-ide lama, pendidikan dan pembelajaranlah yang mendorong proses kreatif tersebut.  Kreativitas sebagai sebuah kemampuan memiliki elemen kemampuan mencipta, melihat alternatif, dan membuat kombinasi atau sintesis baru. Kreatif sebagai sebuah sikap dapat dilihat sebagai sikap terbuka dan menerima perubahan. Dan, kreatif sebagai sebuah proses, ia selalu memperbaiki ide, menyelesaikan masalah dengan cara baru yang lebih mengesankan.

Mengapa harus berpikir?

Selain sebagai fitrah, berpikir merupakan upaya awal dalam membuat keputusan. "We are all natural thinkers: everyone think. "But,  not everyone thinks as cerefully and well as they could: really good thinking can not be taken granted"(Maria Salih). Berpikir singkat dan praktis tidak dapat memandu kita dalam membuat putusan dengan tepat. Kita bisa saja membuat putusan tanpa berpikir panjang. 

Artinya, kita memutuskan dengan gegabah. Bisa juga dalam membuat keputusan kita berdasarkan informasi yang sangat terbatas. Akibatnya putusan kita menjadi sempit atau dalam membuat putusan kita tidak menghubungan informasi penting yang kita miliki dan tidak terorganisasi sehingga putusan yang dihasilkanpun menjadi sempit. Kurangnya kejelasan tentang aspek-aspek penting dalam memecahkan masalah membuat putusan yang diambil menjadi kabur.

Oleh karena itu, kemampuan berpikir terlebih kemampuan berpikir kritis mutlak diperlukan oleh siapapun, terlebih peserta didik dan generasi penerus yang akan hidup di masa depan, yang bahkan kita pun tidak mampu membayangkan dunia masa depan mereka. Kecakapan abad-21: (1) critical thinking; (2) innovation; (3) problem solving; (4) communication; dan (5) collaboration mutlak mereka perlukan sebagai keterampilan hidup menyongsong era industri 4.0. Ruang-ruang kelas dengan pembelajaran abad-21 membantu siswa mengembangkan kompetensi yang mereka miliki untuk digunakan di luar kelas, pembelajaran tanpa menghadirkan masalah untuk dipecahkan dan keputusan untuk diambil sama dengan pembelajaran yang kering, tidak ada pemikiran kritis di dalamnya.  

Mari kita tengok ruang kelas kita masing-masing sejenak. Apa yang terjadi jika siswa kita hanya belajar? Pasif, fakta-fakta yang disampaikan dalam pembelajaran tidak dapat dipahami, sangat miskin konektivitasnya dengan keseharian mereka. Lantas, bagaimana yang terjadi kalau siswa hanya diminta untuk berpikir, sudah pasti hasil pemikirannya akan gegabah, dangkal, sempit, dan kabur. 

Dengan demikian, sudah saatnya guru, sebagai fasilitator, menyatukan proses belajar dan berpikir dalam satu aktivitas pembelajaran yang mendidik. Ajak siswa kita untuk melakukan proses bagaimana berpikir, bukan apa yang dipikirkan? Hal itulah yang akan menjadi dasar Thinking Based Learning. 

Perhatikan, senarai berikut: menganalisis, mengklasifikasi, membandingkan, mempertentangkan, mencipta, mendeskripsikan, mengelaborasi, mengeksplorasi, menemukan penyebab, memutuskan, mendiagram, mengevaluasi, menggenaralisasi, mengidentifikasi, menginterpretasi, menghakimi, mengamati, memparafrase, memprediksi, memecahkan masalah, memeringkat, mengurutkan, mendukung, menyintesis, menyajikan, memvisualiasi, memberi alasan, memvalidasi, memverisikasi, dan meringkas adalah keterampilan berpikir? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun