Mohon tunggu...
Mochamad RidzkyPratama
Mochamad RidzkyPratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga (20107030065)

Wazzup dude. A melancholy pragmatis. Sleepy head with slanted eyes.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Menyikapi Lingkungan Kerja yang Toksik

30 Mei 2021   12:20 Diperbarui: 30 Mei 2021   12:20 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lingkungan kerja yang toksik (sumber: lifestyle.kompas)

Lingkungan kerja yang toksik kerap kali membuat kita tidak betah dan memilih keluar atau resign daripada bertahan. Rekan kerja yang toksik sungguhlah amat menyebalkan. Akan tetapi, jika kita menelaah lebih mendalam dan lebih bijak, bisa saja kita yang toksik bagi orang lain, kita sendirilah yang merugikan untuk orang lain, dan kita sendiriliah yang membuat orang lain tidak nyaman.

Saat kita merasakan gejala-gejala lingkungan kerja toksik: dimusuhi, dicaci-maki, dikucilkan, dll. coba ditelaah terlebih dahulu sebenarnya siapa yang bermasalah. Orang lain yang memang toksik atau malah diri kita sendiri?

Rekan kerja memang menjadi penentu betah atau tidaknya dalam bekerja. rekan kerja yang gemar mengingatkan, baik, menyenangkan saat diajak bicara adalah contoh faktor rekan kerja yang menyenangkan.

Akan tetapi, di dalam dunia profesional pekerjaan, tidak menutup kemungkinan kita akan berjumpa orang-orang yang tidak menyenangkan. Entah sering memaki, mengomentari tentang segala hal, menghardik, dll.

Secara hukum alam, orang-orang yang tidak menyenangkan: sering memaki, mengomentari tentang segala hal, menghardik, dll. adalah suatu hal yang wajar jika kita tidak menyikapinya secara berlebihan. Jika kita menganggap hal-hal seperti itu hanya sebatas ucapan atau tindakan biasa-biasa saja, tidak akan sakit hati kita dibuatnya. Namun, sebaliknya jika kita menyikapi hal-hal negatif seperti terlallu berlebihan, bukan tidak mungkin diri kitalah yang akan terus terjerumus dalam rasa tidak enak, rasa kesal terhadap orang-orang yang tidak menyenangkan.

Orang-orang yang tidak menyenangkan dalam lingkungan kerja, secara harfiah adalah hal-hal yang ada di luar kendali kita. Kita tidak bisa mengatur sedemikian rupa orang-orang di sekitar kita untuk berperilaku seperti kehendak kita. Akan tetapi, kita memiliki kendali penuh, bisa mengatur diri kita sendiri untuk memperlakukan orang lain dengan cara apa.

Sabar dan menahan diri menjadi kunci utama dalam bekerja. Bersikap profesional kapan pun dan ke pada siapa pun menjadi hal yang wajib kita lakukan. Akan tetapi, jika orang lain yang tidak bertindak secara profesional, itu sudah sepenuhnya berada di luar kendali kita. Tinggal bagaimana diri kita dalam menyikapi hal seperti itu. Apakah dimasukkan ke hati dalam-dalam hingga kita sakit hati atau memilih membiarkannya saja hingga orang-orang tidak menyenangkan itu lelah dengan sendirinya.

Akan menjadi sebuah kesalahan besar jika kita turut serta larut dalam permainan-permainan busuk orang-orang yang tidak menyenangkan. Maksudnya di sini, kita sakit hati oleh ucapannya, kita sebal dengan perilakunya, menjadikan diri kita makin lama makin gerah. Padahal, jika dipikir-pikir buat apa kita memedulikan semua perilaku dan ucapannya? Yang secara hakekat, itu adalah hal-hal yang ada di luar kendali kita.

Bisa saja, orang-orang yang tidak menyenangkan memang iri dan dengki pada kinerja kita yang lebih digemari oleh atasan, boleh jadi orang yang tidak menyenenagkan cemburu dengan keakraban kita dengan beberapa orang tertentu. Tidak ada suatu tindakan tanpa adanya alasan bukan?

Kita harus terus-menerus menahan diri jika menemui orang-orang yang tidak menyenangkan, tidak ada tempat di dunia tanpa orang yang menyebalkan. Akan tetapi, jika sabar sudah sampai batasnya, orang yang tidak menyenangkan masih saja melakukan ucapan dan tindakan yang menyakitkan – sesabar apa pun kita – menyingkir menjadi jalan terakahir yang paling tepat.

Resign atau mengundurkan diri bukanlah hal yang salah jika sudah mencapai batasan. Demi kesehatan psikis dan mental kita, meninggalkan lingkungan kerja yagn sudah terlampau toksik bukanlah suatu kesalahan. Malahan, akan menjadi lebih baik jika kita dapat menemukan lingkungan kerja yang lebih sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun