Mohon tunggu...
Ridwan Nur Rahman
Ridwan Nur Rahman Mohon Tunggu... -

Pencinta Indonesia, Penggemar Berat Kuliner Nusantara Yang Senang Jalan2 Keliling Negeri. Jayalah Negeriku Sejahteralah Bangsaku

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kemandirian Energi Adalah Harga Mati

18 April 2015   16:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:57 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pernyataan yang mengejutkan keluar dari Menhankam Ryamizard Ryacudu via akun twitternya 22/2/2015 @Ryamizard_R yang dikutip Harian Republika yang menyebutkan bahwa “Jika Indonesia Perang, paling hanya bertahan 3 hari, hal ini lantaran Indonesia tak memiliki ketahanan energi yang cukup baik, berbeda dengan negara lain yang memiliki ketahan energi yang baik. Saat ini Indonesia hanya memiliki cadangan BBM yang digunakan untuk kegiatan sehari-hari. Namun, cadangan operasional itu pun hanya untuk 17 hari. Berbeda jauh dengan Malaysia yang punya 30 hari, Singapura 50 hari, dan Korea Selatan 50 hari”.Pernyataan yang sangat ironis, Indonesia yang merupakan lumbung energi dunia tetapi mengalami mengalami persoalan darurat energy. Kalau tidak ditanggulangi dengan segera, maka potensial akan menjadi ancaman serius bagi ketahanan dan kedaulatan nasional.

Minyak sebagai kekuatan geopolitik dan geostrategis

Oil is high profile stuff, oil is fuels military power, national treasuries, and international politics. It is no longer a commodity to be bought and sold within the confines of traditional energy supply and demand balances. Rather, it has been transformed into a determinant of well being, of national security and of international power “

Sampai dengan hari ini minyak bumi masih menjadi komoditas utama dunia, minyak bahkan sudah menjadi senjata politik, alat hegemoni dan penyebab utama asal muasal perang dalam berbagai konflik dunia. Pada perang Yon Kippur konflik Arab-Israel tahun 1973, negara-negara arab yang tergabung dalam OPEC menggunakan minyak sebagai senjata untuk mengembargo negara-negara sponsor agresor Israel. Pasokan minyak ke Amerika Serikat ( AS ) dan negara-negara sekutu dipangkas hingga 25%, imbasnyasangat luar biasa, karena minim pasokan berlaku hukum supply and demand,harga minyak meroket berkali lipat dari USD 3 hingga USD 11,5 sehingga menimbulkan krisis energy yang hebat di negara2 barat.Selama musim dingin 1973-1974, pemerintah Inggris meminta warganya untuk memanaskan hanya satu ruangan di rumah mereka selama musim dingin. Di negara Inggris, Jerman Barat, Italia, Swiss serta Norwegia diberlakukan larangan terbang, mengemudi dan berlayar pada hari minggu. Bahkan Belanda memberlakukan hukuman penjara bagi mereka yang menggunakan lebih jatah listriknya. Krisis minyak juga membawa dampak kepada soliditas NATO, beberapa negara eropa dan Jepang meninjau ulang dan berusaha memisahkan diri dari kebijakan luar negeri AS untuk Timur Tengah. "Dunia jangan pernah melupakan bahwa senjata negara arab, oil weapon, tidak kalah dahsyatnya dibandingkan senjata nuklir," demikian pernyataan keras Ismail Fahmi, Menteri Luar Negeri Mesir kala itu. Minyak telah menjelma menjadi kekuatan yang lebih efektif dari mesin-mesin perang konvensional.

Dahsyatnya kekuatan minyak juga pernah dirasakan Indonesia pada waktu operasi pembebasan Irian Barat melawan Belanda. Walaupun kekuatan militer era Soekarno waktu itu sangat disegani di Asia karena bantuan dari Nikita Kruschev ( Uni Sovyet ), pesawat tempur, kapal dan mesin2 perang mutakhir gagal beroperasi secara maksimal, dan nyaris teronggok menjadi besi tua di Makassar akibat krisis bahan bakar. Shell yang notabene merupakan perusahaan minyak nasional Belanda menolak untuk mengisi bahan bakar, betapa tidak karena yang menjadi lawan perang Indonesia waktu itu adalah pemerintahnya sendiri. Akibat minimnya pasokan bahan bakar, sedangkan operasi harus tetap berjalan, mengakibatkan hanya beberapa kapal perang saja yang mampu bertempur. Sehingga pada akhirnya kapal2 perang Indonesia menjadi sasaran empuk kapal2 perang Belanda, Komodor Yos Sudarso pun gugur dilaut Arafura.

Pasca Embargo OPEC tahun 1973, Henry Kissinger Menlu AS waktu itu, membuat cetak biru ( Blue Print ) kemandirian energy, yang menjadikan minyak sebagaiNational Interest AS hingga saat ini. Untuk mengantisipasi gangguan supply dari negara produsen, AS membuat Strategic Petroleum Reserved yang mencapai 700 juta barel minyak mentah yang 60 % nya didapat dari impor. Untuk menghilangkan ketergantungan, Amerika membuat grand strategy yang menyatakan sebagai negara net oil importer sejak tahun 1941 padahal cadangan terbukti minyaknya mencapai 35 milliar barel. Selain itu AS mempunyai 300 triliun kaki kubik cadangan gas, dan 237.295 juta  ton cadangan batu bara. AS merupakan konsumen energi terbesar kedua di dunia yakni 25 persen konsumsi minyak dunia.

Bagi Amerika, siapapun yang berkuasa baik Partai Republic maupun Demokrat, tidak bisa dilepaskan dari peran sentral minyak dalam praktik kebijakan luar negerinya. Dibalik kebijakan AS menginvasi Irak dengan alasan mencari senjata pemusnah massal yang tidak pernah terbukti, hadir perusahaan minyak raksasa kelas dunia sebagai sponsor perang. Cadangan minyak Irak sendiri sangatlah menggiurkan, pada 2012 Irak menggeser posisi Iran sebagai produsen terbesar kedua minyak mentah OPEC sesudah Arab Saudi. Irak memiliki 150 miliar barel cadangan minyak dan 126,7 triliun kaki kubik cadangan gas. Arab Saudi sendiri sebagai produsen nomor wahid, memiliki 265,9 miliar barel cadangan minyak (seperlima dari cadangan minyak dunia) dan 290,8 triliun kaki kubik cadangan gas.

Mengikuti jejak Amerika, Tiongkok sebagai konsumen minyak mentah terbesar didunia, demi keamanan energi nasionalnya telah membuat masterplan Energy Security dan sejak tahun 1993 menyatakan sebagai Negara net oil importer. Padahal Negara ini memiliki 17,3 miliar barel cadangan minyak, 109,3 triliun kaki kubik cadangan gas, dan 11.450 juta ton cadangan batu bara. Bagaimana dengan Indonesia? Cadangan minyak mentah Indonesia mencapai 9 milliar barel dengan cadangan terbukti mencapai 5 milliar barel. Indonesia juga mempunyai cadangan batu bara sebesar 31 milliar ton dan cadangan gas terbukti mencapai 103,3 Triliun kaki kubik ( BPS 2014 ). Mengutip hasil kajian Dept ESDM, dalam acara membuka gelar teknologi tepat guna nasional VII di Palembang, Presiden SBY menyatakan bahwa jika tidak ada eksplorasi baru, cadangan minyak Indonesia hanya cukup 18 tahun, sementara cadangan gas tersisa 60 tahun, dan batu bara 150 tahun. Sejak tahun 2004 Indonesia sendiri telah menjadi Net Oil Importer, karena cadangan semakin menipis dan lifting lebih kecil daripada konsumsisehingga pada tahun 2008 Indonesia akhirnya resmi keluar sebagai anggota OPEC. Produksi minyak Indonesia pada tahun 2014 berjumlah 794.000 barel per hari, dengan rata2 impor sebesar 1 juta barel/hari ( bpd ) yang semata2 digunakan untuk pemenuhan konsumsi domestik.

Top World Oil Net Importers, 2013 by EIA (US Energy Information and Administration)
Country Net Oil Imports (million bbl per day)

1

United States America

6.618million bbl per day

2

Tiongkok

5.844 million bbl per day

3

Japan

4.395 million bbl per day

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun